Beritahukan Kepada Dunia, Tangan Berdarah Iran di Aleppo
Hamid Yazdan Panah
@hyazdanp
Pemandangan di Aleppo sulit diucapkan dengan kata-kata. Ditengah suasana, tragedi dan pembantaian di Aleppo dapat menjadi momen refleksi, khususnya tentang peran, kemampuan dan tanggung jawab manusia. Sebagai orang Iran, saya tidak dapat berkomentar tentang apa yang terjadi di Suriah tanpa pertama dan terutama membicarakan tindakan rejim di Teheran.
Saya bukan warag negara Iran dan tinggal di pengasingan sebagai pengungsi di sepanjang kehidupan saya, namun saya percaya dengan tanggung jawab saya dan tanggung jawab semua orang Iran terhadap kebijakan genosida Iran atas Suriah serta mengungkapkan kejahatan rejim ini dalam menghancurkan Suriah.
Banyak perhatian dunia tertuju kepada intervensi Rusia di Suriah dan pemboman keji Kremlin dalam dua tahun terakhir. Tidak diragukan bahwa Rusia telah melakukan kejahatan perang yang mengerikan sehingga merubah konstelasi politik yang menguntungkan rejim Assad. Iran tidak hanya memainkan peran menentukan dalam menjamin keberlangsungan Al Assad, namun juga melakukan kebijakan pembunuhan dan kengerian perang yang kini tengah terjadi.
Semuanya berawal ketika Jenderal Iran Qassem Soleimani, Komandan Korps Revolusi Islam Iran (IRGC) Al Quds yang berkunjung ke Moskow sebelum Rusia melakukan pemboman besar-besaran di Suriah. Kini, Aleppo terbakar, pelbagai laporan menyebutkan bahwa Iran berulang kali merusak perjanjian gencatan senjata. Maka bukan merupakan kejutan kemudian bahwa banyak para komandan Iran yang kini secara efektif mengendalikan pergerakan pasukan rejim Suriah di lapangan.
Dari pelbagai pihak yang masih di lapangan, hanya Iran yang menjadi aktor yang paling efektif menduduki Suriah dan oleh karena itu dapat dianggap bertanggung jawab atas semua tindakannya. Pada 2011, awal pemberontakan di Suriah, Iran memberikan rejim Assad dengan peralatan intelejen dan senjata canggih untuk menumpas aksi perlawanan rakyatnya. Iran pada waktu baru saja menumpas aksi protes nasional yang terjadi di negaranya pada 2009 dan ingin berbagi cetak biru untuk menangani perlawanan. Namun, hal ini tidak menghentikan perlawanan rakyat dan kemudian berkembang menjadi konflik bersenjata.
Iran pula yang memberikan bantuan kepada Assad pada Muslim Panas 2012 ketika kediktatoran Assad hendak berakhir. Teheran mengirimkan 14 milyar dollar bantuan ekonomi dan militer ke Suriah pada 2012 saja. Iran begitu putus asa untuk menyelamatkan Assad sehingga tidak hanya menempatkan pasukan IRGC, namun juga mengorbankan legitimasi yang dibangun Hizbullah selama 10 tahun terakhir sebagai milisi untuk mendukung tentara Assad.
2013 terbukti menjadi titik balik yang penting dalam konflik ini. Iran menggandakan dukungannya kepada Assad, mengirim kontingen pertama 4000 pasukan untuk membantu rejim Assad. Iran juga dipaksa secara terbuka mengakui bahwa beberapa jenderal dan perwira tinggi mereka terbunuh dalam konflik di Suriah. Namun intervensi Iran terbukti penting dalam membalikkan arah konflik, seperti dikatakan majalah Economist: “Efisiensi baru pasukan Assad ada pada para penasehat perang Iran.”
2014, Iran memperkuat dukungannya kepada rejim Assad dengan senjata dan SDM. Menurut pejabat IRGC,“Pasukan revolusioner Iran terlibat langsung dalam pertempuran melalui instruksi para komandan Militer Quds,” sehingga secara efektif mengaburkan garis siapa yang sebenarnya mengendalikan operasi lapangan di Suriah. Pada 2015, Iran menghabiskan kembali 35 milyar dollar untuk Assad. Menjelang akhir tahun ini, Iran setidaknya mengerahkan 7000 pasukan IRGC dan merekrut sekitar 20 ribu milisi Syiah dari Afghan, Pakistan dan wilayah lainnya untuk berperang.
Setelah aksi agresi ini, maka tidak ada lagi yang mengabaikan atau tidak menganggap penting tindakan rejim Iran. Tidak ada yang lebih berbahaya ketimbang kebijakan predator dari rejim despotik Iran. Orang cukup melihat apa yang terjadi di Irak, Yaman dan didalam Iran sendiri untuk memahami karakter asli rejim ini.
Meskipun ada tindakan yang memalukan dilakukan rejim Teheran ini, namun masih ada orang-orang didalam negeri yang punya keberanian dan kehormatan untuk berkata jujur, sekalipun menghadapi ancaman.
Di Universitas Amir Kabir, seorang mahasiswa berpidato tentang apa yang dianggap sebagai tanggung jawab sejarah para pemuda Iran. Pidato yang berisi tidak hanya kritik tajam atas ketidakadilan pemerintah, namun keterlibatan Iran dalam kebijakan berdarah di Suriah. Didepan keramaian, dia mengatakan:
“Saya percaya sejarah akan mengutuk kita karena kita bisu atas Suriah, berikut genosida yang tengah terjadi.” Berbicara didepan anggota parlemen Ali Motaheri, dia berkata:“Sebagai anggota parlemen saya bertanya kepada anda, apakah kita berada disisi yang benar di Suriah? 500 ribu orang terbunuh. Mudah untuk mengutip jumlah tersebut karena satu generasi telah ditumpas…Kita pasti bersalah ketika menghadapi tangis air mata anak-anak Suriah.”
Ketika dunia menatap dengan ketidakpedulian saat Aleppo membara, maka anak mudah ini memiliki keberanian berdiri melawan kediktatoran di negerinya dan berbicara terus terang pada saat kita takut untuk mengakuinya.
Orang Iran dimanapun seharusnya mengecam rejim ini dan menyerukan komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan.
0 komentar:
Post a Comment