"BUKAN HANYA PENISTA AGAMA, AHOK DAPAT GELAR PEMECAH BELAH BANGSA"
Pendapat jaksa penuntut umum (JPU) atas pembelaan terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada sidang kedua Ahok di PN Jakarta Utara (20/12) dinilai menggambarkan pandangan dan kegelisahan rakyat.
Pendapat itu disampaikan aktivis politik Andi Arief. “Perasaan dan semua yang menjadi jawaban Jaksa atas eksepsi Ahok hari ini di luar dugaan, menggambarkan kegelisahan rakyat banyak,” tegas mantan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini di akun Twitter @andiarief_aa.
Berdasarkan pendapat JPU yang dibacakan Ali Mukartono, eksepsi Ahok dinilai JPU berpotensi memecah belah bangsa.
“Eksepsi Ahok berpotensi pecah belah bangsa. Ini kata Jaksa. Toleransi kemana aja? Ahok pucat pasi mendengar jawaban Jaksa atas eksepsinya. Bukan hanya penista agama, tapi Ahok mendapat gelar pemecah belah bangsa. Dalam bahasa lain, Jaksa menganggap Ahok pengacau,” tegas @andiarief_aa.
Pengacara senior Mahendradatta mengapresiasi pendapat JPU di sidang kedua Ahok. “Saya sangat setuju pendapat Jaksa Penuntut Umum kasus Ahok, pasti juga pendapat Korps Kejaksaan RI.Sebarkan!” tulis Mahendratta di akun Twitter @mahendradatta. @mahendradatta, menyisipkan tulisan bertajuk “Jaksa: Pembelaan Ahok Berpotensi Menimbulkan Perpecahan.”
Tak hanya itu, Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim (TPM) ini juga mengapresiasi pendapat JPU yang menempatkan Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam dan persatuan Indonesia yang nyata.
“Tanggapan Jaksa kasus Ahok tempatkan Al Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam dan Persatuan Indonesia yang nyata. Habislah klaim-klaim yang sudutkan Aksi 411 dan 212,” tegas @mahendradatta.
Sebelumnya, pada sidang kedua kasus Ahok, Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono mengatakan, pembelaan terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama justru menimbulkan perpecahan dan masalah baru.
Pembelaan yang dimaksud adalah ketika Ahok mengutip salah satu sub-judul bukunya yaitu “Berlindung Dibalik Ayat Suci”.
“Pernyataan dan isi kutipan buku tersebut itu justru berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan anak bangsa, khususnya pemeluk agama Islam dan bahkan dapat menimbulkan persoalan baru,” ujar Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gadjah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (20/12).
Jaksa mengatakan, Ahok memiliki hak untuk tidak mengimani Al Quran karena bukan merupakan keyakinannya. Namun, Ahok tidak boleh menempatkan Al-Maidah ayat 51 bukan pada tempatnya. “Jangankan terdakwa, siapapun tidak dapat menempatkan Al-Maidah ayat 51 sebagai bagian dari Alquran bukan pada tempatnya,” ujar Jaksa.
“Yang seolah-olah Al-Maidah ayat 51 digunakan sebagai alat pemecah belah rakyat dan sebagai tempat berlindung oknum politik ketika digunakan politisi dalam Pilkada,” ujar Jaksa.
0 komentar:
Post a Comment