Dangkalnya Nalar Para Aktivis Liberal Dalam Hal Penistaan Agama
Di era modern ini Indonesia selalu dihadapkan pada problem yang sangat sakral dan menyentuh agama. Ketika masalah ini hadir, beragam pendapat akan bermunculan.
Termasuk di dalamnya yang tidak pernah absen adalah dari tokoh Islam Liberal. Meskipun melalui sosmed, perdebatan masalah agama selalu mengundang banyak mata. Terkadang perbincangannya menjadi headline news beberapa media televisi atau Koran.
Termasuk dalam masalah dugaan Penistaan (BLASPHEMY dalam bahasa Inggris) agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama (Ahok) kaum liberal pun ikut meramaikan. Tapi seperti biasa, para tokoh liberal selalu berada di kubu yang berbeda dari mayoritas umat Islam di Indonesia.
Ketika jutaan umat Islam dari berbagai daerah menyuarakan aspirasinya untuk segera mengadili Ahok, aktivis liberal ada yang menganggap bahwa itu hanya “politically incorrect” bukan penistaan agama, ada juga yang meninggikannya bahkan menganggap bahwa Ahok telah banyak membela umat Islam di Jakarta dengan berbagai data seperti yang disampaikan akun twitter @GunRomli.
“Ahok yg sangat peduli pd umat Islam, malah dituduh menista agama Islam, ayo cek datanya kepedulian Ahok pd umat Islam di sini “
Tapi mereka lupa bagaimana sikap Ahok yang mendiskreditkan Islam dalam banyak hal. Termasuk salah satunya adalah tentang al-Maidah 51.
DR. Hamid Fahmy Zarkasy dalam sebuah artikel mengatakan bahwa “Masalahnya ketika para pemeluk agama merasa agamanya dinistakan, para pemikir liberal sekuler menganggap para pemeluk agama-agama telah membatasi kebebasan berpendapat mereka”. Oleh sebab itu, kaum liberal akan menganggap kita telah menggunakan blasphemy, bid’ah dsb sebagai cara untuk mengurung kebebasannya.
Padahal sama sekali Islam tidak mengurung manusia dari kebebasan dan haknya untuk berpikir. Tapi Islam membatasi koridor yang tidak boleh ditembus oleh manusia sehingga menimbulkan pelanggaran. Ketika menafsirkan hal yang awwam dalam pemahaman masyarakat, ulama yang memiliki otoritas sudah banyak menjelaskannya. Sementara itu kaum liberal selalu meragukan otoritas keilmuan ulama terdahulu yang telah teruji menurut metode Islam, dengan dalih perihal tafsir yang masih belum selesai dan masih terbuka, ayat qath’I pun mereka terobos. Sehingga standar kebenaran dalam pandangan liberal otomatis terus berubah. Terkadang mengikuti mayoritas, atau bahkan tergantung individu masing-masing untuk menerima atau menolak.
Dan dalam konteks penistaan agama (al-Maidah : 51) yang dilakukan Ahok, aktivis liberal justru mengiyakan perkataan Ahok. Karena mereka setuju untuk tidak mempolitisisasi ayat al-Quran seperti kicauan Ulil Abshar melalui akun twitternya @ulil.
Tapi seakan-akan para aktivis liberal menggambarkan bahwa ketika ada seorang ulama yang mendakwahkan al-Maidah ayat 51 maka ulama tersebut sedang berorasi untuk memilih pasangan tertentu (kecuali Ahok) dan seterusnya.
Menyampaikan ayat tersebut adalah hak muslim dalam mengamalkan agamanya yang dilindungi Negara ini, sama haknya dengan pendeta yang menyampaikan larangan-larangan yang ada dalam al-kitab (Injil). Dalih yang tidak jelas dan masih umum yang menjadikan alasan aktivis liberal untuk membenarkan Ahok agaknya masih terlalu lemah dan dangkal.
Wallahu a’lam bisshowab.
http://www.penapembaharu.com/2016/11/08/dangkalnya-nalar-aktivis-liberal-dalam-hal-penistaan-agama/
0 komentar:
Post a Comment