Prabowo Melawan Pengkhianat Bangsa
Jiwa nasionalis relijius sebenarnya telah tertanam pada diri Prabowo Subianto, sekitar 20 tahun lalu. Tahun 1998, saat menjadi Danjen Kopassus, Prabowo dekat dengan kalangan tokoh-tokoh umat. Baik dengan tokoh MUI, NU, Muhammadiyah, DDII, KISDI dan para pimpinan pesantren se-Indonesia. Mungkin karena terlalu dekatnya dengan tokoh-tokoh Islam saat itu, kalangan anti Islam menjadi tidak suka padanya. Ia akhirnya difitnah sebagai dalang penculikan dan kerusuhan Mei 1998 dan akhirnya menenangkan diri ke Yordania selama beberapa tahun lamanya.
Suara Islam memuat kembali sebagian laporan “Melawan Pengkhianat Bangsa' di Majalah Media Dakwah, edisi Februari 1998. Berikut kutipan elengkapnya:
Sebuah peristiwa bersejarah digelar di Markas Komando Kopassus Cijantung, Jumat (23/1/1998) lalu. Suatu perhelatan akbar yang melibatkan ribuan kaum Muslimin dari berbagai kalangan. Suasana malam Ramadhan ke-24 di Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur saat itu (23/1) tampaknya baru kali ini terjadi. Di markas besar pasukan elit tersebut, sekitar 7000 umat Islam dan prajurit Kopassus mengadakan buka puasa bersama, dilanjutkan dengan shalat Maghrib, shalat Isya dan tarawih berjamaah.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Ketua MUI KH. Hasan Basri, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Dr Anwar Haryono SH, Ketua BKSPPI KH Cholil Ridwan, Ketua Dewan Pimpinan KISDI KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Sekretaris Umum Muhammadiyah Dr Watik Pratiknya, Sekretaris Umum Dewan Dakwah Hussein Umar, Ir. AM Luthfie (Forum Ukhuwah Islamiyah), Pengurus PBNU Dr Said Agil Munawwar dan KH Ma'ruf Amin.
Hadir pula dari kalangan ABRI, Pangdam Tanjungpura Mayjen Muchdi Pr, Kasdam Jaya Brigjen Sudi Silalahi, Kaskostrad Mayjen TNI Ismet Yuzairi, Mayjen TNI Cholid Ghozali dan lain-lain. Tak ketinggalan pula ulama-ulama terkemuka pesantren daerah di Jawa Barat seperti KH Asep Mausul (Tasikmalaya), KH Abdul Wahid Sahari (Pandeglang), KH Shihabudin (Kotabumi Lampung) dan lain-lain.
Dari kalangan wartawan hadir Wapemred Majalah Ummat M Syafii Anwar dan Redpel Media Indonesia Bambang Harymurti. Sekitar 40 wartawan juga hadir dalam acara tersebut. Dari kalangan intelektual dan DPR RI nampak Ketua SPSI Bomer Pasaribu, MSc, Dr Laode Kamaluddin, Dr Din Syamsuddin, Dr Jimly Ashiddiqie, Dr Didin Damanhuri dan lain-lain. Nampak pula Chairul Umam dan H Rhoma Irama mewakili kalangan seniman.
Dalam perhelatan akbar ini, sebagai penghormatan tamu, Kopassus membentangkan beberapa tenda panjang mengelilingi Gedung Serbaguna. Sejumlah kendaraan militer nampak disiagakan. Beberapa perwira berbaris di depan pintu masuk utama dan menyalami para tamu. Sebagian lainnya mengantarkan dan mencarikan kursi duduk buat para ulama. Sementara itu, di tengah-tengah kesibukannya menangani urusan teknis, beberapa prajurit dengan senyum ramah ikut menyalami undangan.
Sekitar pukul 18.00 Mayjen Prabowo Subianto diiringi Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin, memasuki tempat acara dari pintu Timur dan langsung menyalami satu persatu para undangan yang duduk di kursi terdepan. Ia menyebar senyum dan juga mengulurkan tangannya kepada yang duduk di belakang. Kedua jendral ini juga tampak berpelukan dengan beberapa ulama sepuh.
Suasana silaturahmi malam Ramadhan itu begitu mengharukan. Sekitar 3000 prajurit Kopassus duduk bersimpuh menanti buka shaum, berbaur dengan para ulama, santri, intelektual dan aktivis-aktivis muda Islam yang jumlahnya sekitar 4000 orang.
Ketika bedug Maghrib tiba, makanan yang terhidang di meja 'diserbu' oleh nikmatnya berbuka di markas pasukan elit ABRI itu. Begitu membludaknya para jamaah yang melebihi dari undangan tertulis yang diedarkan- sehingga para petugas konsumsi harus mondar-mandir mengisi tempat nasi dan lauk-pauk yang telah kosong.
Setelah sholat Maghrib, dilanjutkan shalat jamaah Isya' dan tarawih acara utama pun digelar. Para jamaah yang ter-diri dari sipil dan ABRI itu menyatu dalam Aula Serbaguna Kopassus yang telah disulap jadi masjid.
Pidato pertama disampaikan oleh KH Cholil Ridwan Ketua BKsPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia). Dalam pidato pembukanya, Cholil menyebut adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengacaukan bangsa Indonesia. Ia memperingatkan, mengacau bangsa Indonesia berarti mengganggu umat Islam yang merupakan mayoritasnya. “Kami peringatkan kepada mereka itu, jangan coba-coba mengganggu umat Islam,” ujar Cholil Ridwan yang malam itu mendatangkan ratusan wakil-wakil dari pondok pesantren yang dibawahinya. BKsPPI mengkoordinasi tidak kurang 1400 pondok pesantren se-Indonesia.
Cholil juga menyatakan rasa gembiranya pasukan elit Kopassus ini menerima ulama dan umat Islam dengan dada yang terbuka. “Ini adalah upaya dari para ulama-ulama untuk masuk dalam barak-barak militer,” tegas Cholil. Hal ini menurut Kholil adalah sebagai tindak lanjut dari pernyataan Jenderal (TNI) R Hartono dalam pertemuan BKSPP di Bogor tahun 1996. Hartono waktu itu menyatakan bahwa selain ABRI masuk pesantren-pesantren, maka ia mengharapkan pula para ulama segera masuk ke markas-markas ABRI. Pernyataan Cholil ini, disambut para hadirin dengan pekikan Allahu Akbar dan tepuk tangan.
Cholil Ridwan, yang juga pimpinan Pondok Pesantren Husnayain di Pekayon, Jaktim, juga mengharapkan agar Kopassus dapat melatih para santri-santri untuk berjuang bersama-sama dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di Indonesia.
“Jika memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir,” kata Cholil mengutip Alquran surat Al-Baqarah 191. Para hadirin yang kebanyakan para aktivis Islam memahami makna ayat ini ayat yang terkait erat dengan kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini yang dimainkan oleh sekelompok pengusaha tertentu (non pribumi).
Setelah Cholil, ceramah dilanjutkan dengan sambutan dari tuan rumah Danjen Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto. Dalam pidatonya Prabowo menekankan adanya persatuan rakyat (umat Islam mayoritas 90 persen di Indonesia) dan ABRI untuk berjuang bersama-sama membangun negeri ini.
Pekikan Allahu Akbar dan tepuk tangan para hadirin pun menggema berulang-ulang ketika Mayjen Prabowo berpidato. Prabowo menyatakan siap menerima pengaduan dan laporan dari para ulama dan hadirin yang datang malam itu. “Saya berikan nomor telepon kantor saya, saya instruksikan kepada pasukan saya untuk membuka pintu, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 31 hari sebulan, untuk menerima kedatangan bapak-bapak semua, ”tegas Prabowo.
Sambutan kemudian dilanjutkan oleh Ketua Pelaksana Harian KISDI HA Sumargono SE. Dalam pidato singkatnya Sumargono menyebut pertemuan Kopas-sus dengan tokoh-tokoh Islam itu sebagai kemajuan besar. “Dulu selama duapuluh tahun, tempat ini menjadi tempat yang paling angker bagi rakyat. Saya sendiri waktu itu ngeri lewat sini,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Sumargono berharap wujud kemanunggalan ABRI Rakyat ini bisa diteladani oleh kesatuan-kesatuan ABRI yang lain. Sehingga keduanya tidak mudah diadudomba dan salah paham.
Sumargono menjelaskan bahwa kini kelompok-kelompok yang tersingkir dalam kekuasaan itu ingin menguasai panggung politik Indonesia ini kembali. Siapa kelompok itu? “Mereka adalah Benny Moerdani dan CSIS, ”ungkap Sumargono.
Seperti diketahui CSIS adalah organisasi yang di tahun 70 dan 80-an sangat berperan dalam menata kehidupan politik di Indonesia. Organisasi ini secara formal didirikan pada 1 September 1971, dengan disupport kuat oleh Ali Murtopo.
Menurut Dr George Aditjondro dalam tulisannya yang disebarkan lewat internet, CSIS ini mempunyai kebijakan anti Islam dan merupakan gerakan radikal. “Saya tahu bagaimana permainan Moerdani bersama orang-orang CSIS dalam mengeruk uang Timor Timur, setelah sebelumnya membantai secara kejam banyak penduduk bekas jajahan Portugis tersebut. Dengan uang yang terus mengalir (monopoli kopi yang dikelola oleh Robby Ketek dari Solo) itulah, mereka antara lain, bisa membiayai operasi-operasi politik Moerdani bersama CSIS,” tulis Aditjondro.
Kini CSIS (Centre for Strategic and International Studies) dipimpin oleh bekas Menteri Pendidikan Daoed Joesoef (Presiden Direktur), Wakil Presdir dipegang oleh Harry Tjan Silalahi, Direktur Pelaksananya Hadi Soesastro (kini diganti Dr Marie Pangestu). Duduk di Dewan Komisaris (Supervisory Board) adalah Jusuf Wanandi, Soedjati Djiwandono dan Sofjan Wanandi alias Liem Bian Koen.
Sekretariat CSIS yang berada di Jl. Tanah Abang II, tiap hari selalu ramai dikunjungi generasi muda. Kebanyakan mereka adalah peneliti atau mahasiswa. Koran-koran, majalah-majalah, jurnal dan buku-buku berbahasa Indonesia atau asing cukup lengkap tersedia di sana. Jurnal Timur Tengah, Jurnal Palestina, Hasil Sensus terbaru dapat kita temukan di sana. Yang paling rapi dan banyak di-minati pengunjung adalah kliping-kliping korannya. Pengunjung pun kalau ingin pelayanan cepat, dapat memfotokopi sendiri, dokumen-dokumen, buku/jurnal yang diinginkan (beberapa mesin fotokopi tersedia khusus), tentu dengan biaya ganti fotokopi.
CSIS sendiri juga menerbitkan beberapa publikasi diantaranya: analisa CSIS, jurnal dua bulanan berbahasa Indonesia, The Indonesian Quarterly, dan Nawala CSIS, serta buletin bulanan CSIS. Selain itu juga menerbitkan dokumentasi kliping dengan topik-topik tertentu dan buku-buku. Kegiatan ilmiah ini mungkin hanyalah bungkus dari kegiatan CSIS yang utama.
Ini paling tidak terlihat dari fasilitas kamar yang disediakan untuk Benny Moerdani, Menurut Aditjondro, “Moerdani adalah seorang Katolik yang kebetulan secara pribadi sangat benci kepada Islam. Karena itu lancar saja kerjasama Moerdani dengan CSIS. Sebagai orang Katolik ekstrim kanan, Moerdani di CSIS merasa di rumah sendiri. Itulah sebabnya mengapa Moerdani sekarang dengan tenang berkantor di CSIS (menggunakan kantor bekas Ali Murtopo).
Sofjan Wanandi
Menurut Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dalam keterangannya kepada pers di sela-sela acara Cijantung itu, Sofjan Wanandi salah seorang pimpinan teras CSIS akan dimintai keterangan sehubungan dengan kasus peledakan bom di rumah susun Johar, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Sementara Sofjan belum diperiksa, ia telah terburu ke luar negeri. Sumber yang dihubungi Media Dakwah (26/1) mengatakan bahwa Sofjan telah pergi ke Singapura dengan Benny Moerdani.
Data-data yang dihimpun Media Dakwah mengungkapkan bahwa Sofjan Wanandi alias Liem Bian Koen diduga mempunyai kaitan dengan gerakan PRD dan peledakan bom di Tanah Tinggi tersebut. Seperti dokumen yang berbentuk email yang ditemukan aparat keamanan di rumah korban peledakan itu. Dokumen yang dikirim oleh seorang yang berinisial Dewa itu antara lain berbunyi :
“Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima, sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Yusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya.”
Tentang isi email ini, Hendardi kepada majalah Gatra edisi 31 Januari 1998 menolak keterkaitannya dengan masalah dokumen yang ditemukan di rumah gerombolan PRD. Sofjan tentu saja juga menolak keterkaitan dirinya dengan PRD sebagaimana yang disebut dalam email itu.
Nama Sofjan dan Yusuf Wanandi bukan hanya disebutkan dalam email, tapi juga dalam dokumen yang disita petugas keamanan tentang pertemuan orang-orang yang mengaku sebagai “kelompok pro demokrasi”. Pertemuan itu berlangsung malam hari di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 lalu.
Pertemuan itu, seperti tersebut dalam dokumen tadi, dihadiri oleh 19 aktivis, mewakili 9 organisasi yang mengklaim dirinya sebagai kelompok pro demokrasi. Menurut mereka situasi politik dan ekonomi Indonesia saat ini tak karuan. Untuk menanggulanginya adalah dengan revolusi. Untuk melakukan revolusi, kata mereka, diperlukan visi dan strategi antara senior dan yunior dalam merencanakan sebuah aktivitas. Generasi yunior adalah para pemuda yang intensif mengikuti pertemuan-pertemuan seperti di Leuwiliang itu. Sedangkan generasi senior terbagi dalam empat kekuatan:
Pertama, kekuatan ilmiah dan strategi yang diwakili sebuah lembaga terkenal (CSIS, red) di Jakarta. Kekuatan ini bertu-gas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.
Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh seorang purnawirawan ABRI yang dulu pernah amat berkuasa (Benny Moerdani red).
Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.
Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.
Ketika wartawan Gatra mengonfirmasikan semua isi dokumen ini ke Jusuf dan Sofjan, tentu saja mereka menolaknya. Tapi sumber terpercaya di Media Dakwah mengungkapkan bahwa dokumen ini sah dan bahkan dalam hari-hari terakhir ini, orang-orang grup CSIS melakukan pertemuan rutin di dalam negeri dan luar negeri seperti Vancouver, New York dan Perth, Australia. Kelompok CSIS dan 'konco-konco'nya juga mencanangkan bulan Pebruari ini sebagai bulan berdarah!
Mungkin kelompok ini yang dimaksudkan Dr Amien Rais sebagai kelompok yang telah bermain ugal-ugalan dalam krisis di Indonesia akhir-akhir ini. “Inilah salah satu pelajaran yang harus kita petik, bahwa mereka itu ibarat makhluk Franskenstein yang setelah dibesarkan, kemudian mau menolong orang yang te-lah menolong dan memberikan fasilitas tanpa batas kepada mereka itu,” tegas Amien.
Menurut Amien, permainan politik kasar yang dimainkan sementara pihak di dalam maupun di luar negeri itu bermaksud menjatuhkan pemerintah. Bahkan kata sejawat Amien, Dr Afan Gaffar, “Saya menduga konspirasi beberapa kelompok itu hendak menjatuhkan Presiden Soeharto sebelum SU MPR 98.”
Setelah gagal melalui jalur politik, bidang ekonomi memang menjadi sasaran empuk untuk menggoyang pemerintah Orde Baru. Apa boleh buat, sistem perekonomian yang di setup oleh Mafia Berkeley (Trio RMS =Radius Prawiro, Adrianus Moy, JB Sumarlin) ini ternyata tak mampu membangun basis yang kokoh. Kebijakan pembangunan trickle down effect misalnya, ternyata mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa lebar antara segelintir konglomerat dengan ratusan juta rakyat Indonesia yang lain.
Dibesarkan oleh pemerintah selama Repelita I (25 tahun). Para konglomerat yang kebanyakan non pribumi itu tumbuh meraksasa hingga menguasai sekitar 70% madu pembangunan. Di tangan merekalah nadi-nadi perekonomian bangsa ini berdenyut. “Kekuatan ekonomi itu merupakan segala-galanya sekarang ini, ”kata Amien Rais menggambarkan kekuatan yang mereka miliki.
Dalam keadaan krisis moneter, mereka yang juga perajin utang luar negeri itu ternyata justru menimbun kekayaan dollar di luar negeri senilai trilyunan rupiah (sekitar 80 milyar dolar). Sebelumnya, konglomerat Liem Sioe Liong sepertinya sudah membaca keadaan ketika ia memutuskan memindahkan mesin udang -PT Indofood Sukses Makmur- ke Singapura. Meskipun Mensesneg Moerdiono menyebutnya sebagai bentuk “nasionalisme baru', banyak pengamat ekonomi yang menyebut langkah itu sebagai pe-larian modal (capital flight).
Krisis moneter yang dimainkan oleh sekelompok orang itu, mengambil alasan karena tidak ditunjuknya secara jelas nama Cawapres. Sejatinya mereka menginginkan calon-calon dari mereka dapat terealisir sehingga keinginan dan nafsu mereka terpenuhi.
Umat Islam dan ABRI Bersatu
Keterlibatan kelompok-kelompok tertentu di negeri ini dalam situasi mo-neter yang buruk akhir-akhir ini juga ditengarai oleh H Hussein Umar Sekum DDII- dalam ceramahnya yang disambut pekikan Allahu Akbar dan applaus tepuk tangan para peserta dan prajurit. “Perjuangan umat Islam sejak Diponegoro, Cik Ditiro, Pangeran Antasari, Tuanku Imam Bonjol dan tokoh-tokoh lain telah membuktikan bahwa umat Islam sangat mencintai negeri Indonesia ini. Umat Islam Indonesia tidak rela negeri ini dijajah oleh orang-orang luar atau orang luar (asing) yang punya kaki tangan di Indonesia, ”tegas Hussein dengan suara yang menggelegar.
Pembicara selanjutnya adalah Dr Watik Praktiknya (Sekum Muhammadiyah) dan KH Dr Said Agil Munawwar (NU), yang juga bertindak sebagai Imam shalat Isya' dan tarawih. Keduanya menyampaikan persetujuannya untuk bersama-sama antara ABRI dengan umat Islam bahu membahu dalam menindak para pengkhianat bangsa.
Sambutan terakhir disampaikan oleh Ketua MUI KH Hasan Basri. Ketua MUI menyatakan bahwa haram hukumnya menimbun dolar dan bahan kebutuhan pokok, karena sangat merugikan masyarakat, dalam hal ini notabene umat Islam. Ia juga mensyukuri kemesraan ABRI rakyat yang tercermin dalam acara silaturrahim Cijantung ini, Itu, katanya, tak lepas dari sosok Prabowo. “Prabowo adalah tokoh masa kini dan tokoh masa depan,” ujar Hasan Basri, disambut tepuk tangan hadirin. Hasan Basri juga mewanti-wanti agar umat Islam dapat menjaga Prabowo.
(Yat, Bo/suara-islam)
0 komentar:
Post a Comment