HENTIKAN JARINGAN MEDIA INSINUATIF
Oleh : Ahmad Dzakrin
“Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Ali-Imran: 120)
Sesaat insiden Gezi pecah, segera media internasional berhimpun menghantam Erdogan. Media mainstream seperti New York Times, Washington Post, BBC, CNN rame-rame menghantam Erdogan. Tidak kurang, New York Times memasang khusus advertorial anti Erdogan atas nama para selebriti internasional. Para media ini tampaknya bersepakat mempersepsikan kepemimpinan Erdogan anti demokrasi dan menjadi ancaman kepentingan Barat, meskipun untuk itu,mereka harus memanipulasi dan memutarbalikkan fakta.
Bersumber dari berita media kelompok Gulen, BBC merilis video pernyataan seorang perempuan berjilbab yang diklaim isteri seorang ulama di Turki. Dalam tanyangan, wanita itu mengecam tindakan ‘brutal’ atas para demonstran di Gezi dan menuntut Erdogan mundur. Siapapun yang membuat kebohongan ini tampaknya ingin menyampaikan pesan bahwa Erdogan juga telah dimusuhi para pendukung setianya. Namun, kebohongan itu pada akhirnya terungkap. Perempuan itu ternyata Gul Tasli Cenal, isteri mantan walikota Burhaniye dari kelompok oposisi penentang Erdogan. Wanita yang kesehariannya tidak mengenakan jilbab ini mengaku iseng dalam membuat video itu dan temannya telah mengunggah video viral yang menghina Erdogan tanpa seijin dirinya.
Setelah gagal menghantam Erdogan dengan isu Gezi, BBC – yang dikenal karena kebijakannya pro Zionis- kembali bergeliat dengan membuat berita dusta. Duka karena kematian 301 pekerja tambang di Soma bagi sekelompok orang anti Erdogan adalah kabar gembira dan amunisi segar untuk meruntuhkan citra pemerintahan Erdogan. Benar juga. Tidak semata menyajikan berita berimbang, BBC kembali membuat berita dusta.
Pasca insiden, BBC menayangkan kesaksian dua perempuan yang diklaimnya sebagai para isteri korban ledakan tambang batubara. Pada saat upacara pemakaman, mereka meluapkan kemarahannya atas pemerintahan Erdogan. Berbicara kepada reporter BBC, Rengin Arslan, para wanita yang mengenakan kerudung itu mengklaim bahwa mereka terpaksa memberikan suara kepada AKP saat pemilu lokal karena suami mereka diancam dipecat dari pekerjaanya. Seperti kabar sebelumnya, kutipan dua wanita itu menjadi headlines media pro Gulen.
Namun untuk kesekian lainnya pula, para media arus utama itu terbukti berbohong. Para wanita itu pernah tertangkap kamera dalam demonstrasi anti Erdogan dalam peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2014 dan sebelumnya juga terlibat dalam aksi protes Gezi di 2013. Bahkan salah satu diantara perempuan itu juga tertangkap kamera bersama seorang pria yang mengorganisir protes ‘pria berdiri’ di lapangan Taksim.
Setali tiga uang, hampir semua media Jerman menjadikan duka Soma sebagai kampanye politik anti Erdogan, bukan pesan solidaritas dan duka cita. Harian Süddeutsche Zeitung yang terbit di Munich, misalnya. Media ini memasang gambar Erdogan bersama penasehatnya, Yusuf Yerkel. Yusuf diduga memukul seorang demonstran saat Erdogan berkunjung ke Soma. Dalam opininya, media ini mengatakan, “Gambar yang menunjukkan penasehat Erdogan, Yusuf Yerkel lagi memukul seorang demonstran adalah (kesalahan) fatal karena (menyampaikan) pesan sederhana: “Saya (Erdogan) tidak peduli dengan penderitaan anda (korban ledakan).”
Tampaknya, orkestrasi negatif media Jerman hanya untuk menguatkan kedudukan superior Jerman (atas Turki yang pariah) dan sekaligus menjawab secara tidak resmi protes Turki atas pernyataan presiden Jerman, April lalu saat melawat ke Turki. Dengan mengabaikan tatakrama dalam diplomasi, Presiden Jerman, Joachim Gauck mengkritik pedas Erdogan. “Perkembangan (demokrasi) di Turki sangat menakutkan saya. Saya sangat prihatin atas trend pembatasan kekuasaan dan (ancaman) prinsip negara hukum disini.” Katanya didepan para mahasiswa ODTU Ankara. Pantaskah?
Metro, Kompas dan model pemberitaan negatif pelbagai media sejenismya di tanah air hanya menegaskan dua hal: Pertama, ada media yang didirikan untuk untuk menahan laju kebangkitan dan arus Islam dan kedua, media-media tersebut memiliki jejaring dan dukungan finansial yang kuat di dalam negeri.
Pertanyaannya tidak lagi bagaimana posisi anda? Namun yang lebih penting, apa yang akan anda lakukan? Selamanya kita tidak dapat mengumpat dan merutuki kegelapan. Lebih baik, mari nyalakan lilin dan terangi sekeliling dengan membangun media alternatif dan kuat.
Wallahu a'lam
0 komentar:
Post a Comment