Situs dari Dam besar Ma'rib ( Arab سد مأرب : sadd Ma'rib , atau Sudd Ma'rib), terletak di barat daya dari kota kuno Ma'rib yang pernah menjadi ibukota Kerajaan kuno Saba'. Kerajaan Saba' adalah negara perdagangan yang makmur, yang mengontrol rute dagang rempah-rempah dan kemenyan ke Saudi dan Abyssinia. Bangsa Saba' membangun bendungan untuk menangkap hujan periodik yang jatuh di pegunungan di dekatnya yang kemudian digunakan untuk mengairi lahan di sekitar kota.
Temuan arkeologi terbaru menunjukkan bahwa bendungan sederhana dan jaringan kanal telah dibangun sejauh 2000 SM. Namun yang pasti, Bendungan Agung Ma'rib bertanggal kembali ke sekitar abad ke 8 SM dan dianggap sebagai bendungan tertua di dunia, dan dianggap sebagai salah satu prestasi yang paling indah dari teknik bangunan di dunia kuno.
Ibukota dari Saba adalah Ma'rib yang sangat makmur, berkat letak geografisnya yang sangat menguntungkan. Ibukota ini sangat dekat dengan Sungai Adhanah. Titik dimana sungai bertemu Jabal Balaq sangatlah tepat untuk membangun sebuah bendungan. Dengan memanfaatkan keadaan alam ini, kaum Saba membangun sebuah bendungan di tempat dimana peradaban mereka pertama kali berdiri, dan sistem pengairan merekapun dimulai. Mereka benar-benar mencapai tingkat kemakmuran yang sangat tingi. Ibukotanya yaitu Ma'rib, adalah salah satu kota termodern saat itu. Penulis Yunani bernama Pliny yang telah mengunjungi daerah ini dan sangat memujinya, menyebutkan betapa hijaunya kawasan ini.
Ketinggian dari bendungan di Ma'rib mencapai 16 meter, lebar 60 meter dengan panjang 620 meter. Berdasarkan perhitungan, total wilayah yang dapat diari oleh bendungan ini adalah 9.600 hektar, dengan 5.300 hektar termasuk dataran bagian selatan bendungan dan sisanya termasuk dataran sebelah barat seluas 4.300 hektar. Dua dataran ini dikatakan sebagai "Ma'rib dan dua dataran tanah" dalam prasasti Saba'. Ungkapan dalam Al Qur'an menyebutnya "dua buah kebun disisi kiri dan kanan"menunjukkan akan kebun yang mengesankan di kedua lembah ini. Berkat bendungan ini dan system pengairan tersebut maka daerah ini sangnat terkenal memiliki pengairan yang terbaik dan kawasan paling subur di Yaman. J. Holevy dari Perancis dan Glaser dari Austria membuktikan berdasarkan dokumen tertulis bahwa bendungan Ma'rib telah ada sejak jaman kuno. Dalam dokumen tertulis dalam dialek Himer dikatakan bahwa bendungan inilah yang menyebabkan kawasan ini sangat produktif.
Bendungan ini diperbaiki secara besar-besaran selama abad 5 dan 6 M. Namun demikian, perbaikan yang dilakukan ini ternyata tidak mampu memcegah keruntuhan bendungan ini tahun 542 M. Runtuhnya bendungan tersebut mengakibatkan "Banjir Besar Arim" yang disebutkan dalam Al Qur'an serta mengakibatkan kerusakan yang sangat hebat. Kebun-kebun dan ladang-ladang pertanian dari kaum Saba yang telah mereka panen selama ratusan tahun benar-benar dihancurkan secara menyeluruh. Dan kaum Saba' pun segera mengalami masa resesi setelah hancurnya bendungan tersebut. Akhirnya Negeri Saba pun berakhir tak lama setelah hancurnya bendungan Ma'rib.
Banjir Arim yang Dikirimkan Untuk Negeri Saba
Jika kita melihat Al Qur'an serta membandingkannya dengan catatan sejarah tersebut diatas, maka kita akan melihat kesamaan yang sangat mendasar dalam hal ini. Temuan arkeologis dan juga catatan sejarah membenarkan apa yang dicatat dalam Al Qur'an. Sebagaimana disebutkan alam ayat berikut, kaum ini yang tidak mendengarkan peringatan dari Nabi mereka dan yang menolak atas kepercayaan tersebut, akhirnya mereka dihukum dengan banjir bah yang mengerikan. Banjir ini disebutkan dalam Al Qur'an dalam ayat-ayat sebagai berikut :
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ، فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri (kepada mereka dikatakan): " Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS Saba' 15-17).
Sebagaimana ditekankan dalam ayat-ayat diatas, kaum Saba hidup di suatu daerah yang ditandai dengan keindahan yang luar biasa, kebun-kebun yang subur. Terletak di jalur perdagangan, negeri Saba memiliki standar kehidupan yang tinggi dan menjadi salah satu kota yang terkenal dan termodern di masa itu
Disebuah negeri dengan standar kehidupan dan keadaan yang sangatlah bagus, apa yang seharusnya dilakukan oleh Kaum saba adalah untuk "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya" sebagaiman disebutkan dalam ayat diatas. Namun mereka tidak melakukannya. Mereka memilih untuk mengakui bahwa kemakmuran negeri yang mereka miliki adalah kepunyaan mereka sendiri, mereka merasa bahwa merekalah yang membuat semua keadaan yang luar biasa tersebut. Mereka memilih untuk menjadi sombong daripada bersyukur dan menurut ungkapan dalam ayat tersebut dikatakan, mereka "berpaling dari Allah"…
Karena mereka mengaku bahwa semua kekayaan adalah milik mereka, maka merekapun kehilangan semua yang mereka miliki.
Di dalam Al Qur'an, hukuman yang dikirimkan kepada kaum Saba dinamakan "Sail al-Arim" yang berarti "Banjir Arim". Ungkapan yang digunakan dalam Al Qur'an juga menceritakan kepada kita bagaimana bencana ini terjadi. Kata "Arim" berarti bendungan atau rintangan. Ungkapan "Sail al-Arim" menggambarkan sebuah banjir yang datang dikarenakan runtuhnya bendungan ini. Seorang pengamat Islam telah menetapkan tentang waktu dan tempat kejadian ini dengan petunjuk yang digunakan dalam Al Qur'an tentang banjir Arim. Mawdudi menulis dalam komentarnya:
Kata "Arim" diturunkan dari kata "airmen" digunakan dalam dialek Arabia selatan yang bearti "bendungan, rintangan". Pada reruntuhan yang tersingkap dalam penggalian yang dilakukan di Yaman, kata ini tampaknya sering digunakan dalam pengertian ini. Sebagai contoh dalam prasasti Ebrehe (Abraha) yang dibuat oleh Habesh dari kerajaan Yaman, setelah dilakukan restorasi terhadap dinding besar Ma'rib ditahun 542 dan 543 M, kata ini digunakan untuk pengertian bendungan. Sehingga ungkapan sail al-Arim berarti "sebuah bencana banjir yang terjadi setelah runtuhnya sebuah bendungan."
"Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS Saba 16).
Prasasti Abraha |
Setelah runtuhnya dinding bendungan, seluruh negeri digenangi oleh banjir. Saluran yang telah digali oleh kaum Saba dan juga dinding yang dibangun dengan mendirikan penghalang/perintang antar gunung-gunung dihancurkan dan system pengairan pun hancur berantakan. Sebagi hasilnya, daerah yang semula berupa kebun yang indah dan subur berubah menjadi padang gersang. Tidak ada lagi pohon dan tanaman yang tersisa kecuali sejenis pohon cemara dan sejenis pohon bidara.
Reruntuhan bendungan Ma'rib adalah salah satu karya yang paling penting dari kaum Saba. Bendungan ini runtuh dikarenakan banjir Arim yang disebutkan dalam Al Qur'an dan semua daerah pertaniannya dilanda banjir. Daerah itu dihancurkan dengan runtuhnya bendungan. Negeri Saba kehilangan kekuatan ekonominya dalam waktu yang sangat singkat dan dalam waktu yang tidak lama pula negeri ini dihancurkan.
Werner Keller seorang ahli arkeologi Kristen penulis buku "The Holy Book Was Right (Und die Bible Hat Doch Recht) sepakat bahwa banjir Arim terjadi sebagaima disebutkan dalam Al Qur'an dan ia menulis bahwa keberadaan sebuah bendungan dan penghancuran seluruh negeri dikarenakan runtuhnya bendungan membuktikan bahwa contoh yang diberikan dalam Al Qur'an tentang kaum pemilik kebun-kebun tersebut adalah benar-benar adanya.
Setelah bencana banjir Arim, daerah tersebut mulai berubah menjadi kering dan kaum Saba kehilangan sumber pendapatan mereka yang paling penting dengan menghilangnya lahan pertanian dan perkebunan mereka. Kaum yang tidak mengindahkan seruan Allah untuk beriman kepda-Nya dan bersyukur kepada-Nya, akhirnya diazab dengan sebuah bencana. Setelah penghancuran yang disebabkan oleh banjir, kaum Saba mulai terpecah-belah. Kaum Saba mulai meninggalkan rumah-rumah mereka dan berpindah ke Arabia Selatan, Makkah dan Syria.
Dikarenakan banjir ini terjadi setelah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ditulis, peristiwa banjir Arim ini hanya disebutkan dalam Al Qur'an. Kota Ma'rib yang dulunya pernah dihuni oleh Kaum Saba, namun sekarang hanyalah sebuah reruntuhan yang terpencil, tidaklah diragukan lagi bahwa ini merupakan peringatan bagi kita semua agar tidak mengulang kesalahan yang dilakukan kaum Saba. Kaum Saba bukanlah satu-satunya kaum yang dihancurkan dengan banjir.
Sebuah bendungan baru kemudian dibangun dekat dengan lokasi bendungan lama, yang di danai oleh Syekh Zayed Bin Sultan Al Nayhān, pemimpin Uni Emirat Arab, yang sukunya pindah dari Ma'rib ke UEA sekitar abad ke-17. Upacara pembukaan berlangsung pada tahun 1986.
0 komentar:
Post a Comment