Kasus Rohis MetroTV Pecah Rekor Aduan ke KPI
Surabaya-Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima 43.552 pengaduan publik terkait isi siaran televisi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan 2011 lalu yang hanya sebanyak 3.856 pengaduan. Stasiun televisi MetroTV menjadi lembaga penyiaran yang paling banyak diadukan.
Ketua Komisi Bidang Penyiaran KPI Nina Muthmainah Armando mengatakan kasus rohis (Sie Kerohanian Islam) di sekolah yang ditayangkan di MetroTV memecahkan rekor jumlah aduan. "Kasus infografis rohis ini paling banyak diadukan dengan 29.730 pengaduan," katanya dalam Seminar Nasional Menegakkan Hak Publik atas Pemanfaatan Media di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Kamis, 31 Januari 2013.
Menurut Nina, infografis MetroTV itu merupakan bagian dari siaran bertema terorisme. MetroTV menyebut ideologi terorisme banyak merasuk ke kalangan anak muda. Pintu masuknya adalah melalui kegiatan keagamaan disekolah-sekolah. “Yang itu diasumsikan sebagai rohis,” kata Nina.
Siaran talkshow interaktif Indonesia Lawyer Club yang ditayangkan TVOne mendapat pengaduan kedua terbanyak yaitu 3.297 pengaduan, disusul program Supertrap TransTV dengan 2.265 pengaduan dan tayangan foto Ustad Badri di TVOne dengan 1.897 pengaduan.
Menurut Nina, jenis acara yang diadukan publik memang mengalami pergeseran. Jika tahun-tahun sebelumnya sinetron mendapat peringkat tertinggi, selama 2012 justru siaran berita yang diadukan paling banyak. Ada dua kemungkinan, kata Nina, sinetron yang berubah lebih baik atau masyarakat yang sekarang lebih suka menonton berita. Materi pengaduan yang dilanggar adalah kaidah jurnalistik dan norma kesopanan atau kesusilaan.
Pemberian sanksi pada 2012 juga meningkat 100 persen. Dari 55 sanksi naik menjadi 110 sanksi teguran, penghentian sementara dan pembatasan durasi. Dikatakan Nina, ini dipengaruhi adanya pemberlakuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran sejak April 2012. Menurutnya, aturan ini sebenarnya merujuk pada Undang-undang Penyiaran.
Tidak hanya soal isi tayangan, Nina mengakui banyak hak-hak publik yang dirampas melalui lembaga penyiaran. Ia mencontohkan banyaknya intervensi pemilik media terhadap tayangan di televisi.
Staf Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas dr Soetomo Surabaya Redi Panuju mengatakan media saat ini tidak lagi berdiri di tengah antara negara dan masyarakat. Monopoli kepemilikan media menciptakan dominasi.
Hal ini, kata dia, berimplikasi pada institusionalisasi lembaga penyiaran yang tidak sehat, terjadi komodifikasi penyiaran, homogenitas pesan, orientasi jurnalistik pada sosok mengakibatkan berkembangnya model pemberitaan opini atau talking news. Berita menjadi bias atau terjadi hiperealitas. "Banyak hal penting tidak terekspos sementara hal remeh terblow up seolah sesuatu yang penting," ujar Redi.
Lebih lanjut, intervensi pengusaha media terhadap pembuatan regulasi penyiaran. Media tidak lagi berpihak pada masyarakat, melainkan menjadi corong pemerintah sebagaimana era Orde Baru. (tempo)
0 komentar:
Post a Comment