“Menegakkan Islam melalui Demokrasi, Bisakah?”
OLeh : Ariyansyah Romzi
Demokrasi sendiri adalah system pemerintahan yang mulai dikenal sejak zaman yunani kuno melalui konsep Negara kotanya (polis) dan terus berkembang sampai sekarang menjadi system yang dipakai di hamper seluruh Negara didunia. Demokrasi sendiri dianggapsebagai system yang paling ideal dan dianggap paling adil karena mengutamakan kepentingan rakyat dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan. Walaupun tentu saja sebagai hasil kreasi manusia, demokrasi tidak lepas dari berbagai kekurangan yang tidak bias kita nafikan begitu saja.
Melihat begitu banyaknya penolakan dari umat Islam terhadap demokrasi, maka kemudian timbul pertanyaan apakah demokrasi memang benar-benar bertentangan dengan Islam ataukah ada kaitan antara demokrasi dengan Islam?
Ternyata kalau kita liat sejarah Islam pada saat zaman Rasulullah berkuasa dan para khalifah menjadi penguasa sesudah Rasulullah juga telah menerapkan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Seperti contoh pada zaman Rasulullah terjadi peristiwa Aqabah I dan II, yang pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad diangkat menjadi imam oleh utusan dari Madinah yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Alangkah miripnya kedua peristiwa baiat itu dengan kontrak-kontrak sosial yang dideskripsikan secara teoritis oleh sebagian filosof politik pada era-era modern serta dianggap sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara dan pemerintahan serta nilai-nilai demokrasi juga telah diterapkan pada era kepemimpinan Rasulullah.
Setelah Rasulullah wafat, pemilihan sebagai imam atau pemimpin dilanjutkan kekhalifahan Khulafaur Rasyidin dan bentuk pemilihannya diadakannya musyawarah dari tiap-tiap perwakilan suku-suku dan golongan (ulama, bangsawan, tentara, dan sahabat). Hari Saqifah adalah bentuk pertemuan atau musyawarah untuk memilih pengganti Rasulullah sebagai imam dan pada akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai pemimpin. Musyawarah tersebut merupakan bentuk kecil dari sebuah parlemen dan nilai-nilai demokrasi telah diterapkan pada masa perjuangan Islam.
Menurut Yusuf al-Qardhawi,karekteristik Daulah Islam intinya adalah sebagai berikut: “Daulah Madaniyah yang merujuk pada Islam, bersekala internasional, berdasarkan konstitusi dan hukum syariah, berdasarkan musyawarah dan bukan kekuasaan ala kisra, daulah pemberi petunjuk dan bukan pengumpul pajak, melindungi orang-orang lemah, melindungi hak dan kebebasan, daulah yang berprinsip pada akhlak. Sementara itu, tabiat Daulah Islam adalah bukan daulah teokrat,tapi pemerintahan sipil.” (Yusuf Qardawi, Daulah Islamiah, 2000, hal. 40), dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa islam menggunakan prinsip-prinsip demokrasi walaupun Islam tidak menggunakan system demokrasi secara eksplisit. Atau lebih mudahnya dapat dikatakan bahwa Islam sangat demokratis tapi tidak menganut system
Pada zaman sekarang ini yang sudah termasuk era modern banyak negara-negara yang mayoritas warganya beragama Islam, menerapkan bentuk sistem politik dan pemerintahannya meniru model negara-negara barat yang notabene “Demokrasi” sedang menjadi suatu bentuk sistem politik yang ideal pada era modern ini. Tariq Ramadhan, pemikir Islam yang sangat terkenal menyatakan bahwa walaupun demokrasi tidak ada di dalam Al-Quran tetapi bukan berarti demokrasi tidak dapat dijalankan dengan cara Islam. bukan berarti pula jika suatu negara islam melaksanakan demokrasi berarti menyalahi apa yang islam ajarkan. Karena demokrasi yang ada dalam islam tidaklah sama dengan demokrasi yang diadopsi oleh barat. Kita dapat memiliki demokrasi yang menjadi ciri khas islam tanpa menghilangkan identitas dari keislaman, itulah yang di zaman kita diperlukan karena semua hukum dalam islam bersumber pada al-quran dan as-sunnah sehingga demokrasi pun yang di buat di dalam islam tidak akan keluar dalam hal tersebut. Yang jelas islam bermakna universal sehingga dapat mencakup dari semua aspek tidaklah sempit makna-makna yang ada dalam al-quran.
Dewasa ini,istilah demokrasi kontekstual mulai diperkenalkan oleh para ahli demokrasi sebagai solusi untuk meyatukan demokrasi dengan nilai-nilai lokal dimana demokrasi dipakai. Demokrasi kontekstual merujuk pada demokrasi yang didasarkan pada nilai-nilai lokal yang berkembang ditempat dimana demokrasi dipakai. Ini sebenarnya peluang bagi umat Islam untuk menegakkan Islam melalui demokrasi karena di Indonesia, nilai Islam adalah nilai yang sangat kental mewarnai kehidupan masyarakatnya. Ini artinya, dalam konsep demokrasi kontekstual tadi maka kita dapat memasukkan nilai-nilai Islam sebagai nilai-nilai lokal yang mendasari demokrasi di Indonesia.
Untuk saat ini, kita umat islam, tidak perlu lagi memperdebatkan apakah demokrasi harus diganti dengan khilafah, apalgi kondisi negara kita belum memungkinkan untuk menegakkan khilafah. Akan lebih efisien kalau seandainya kita bersama-sama mendorong agar penegakan demokrasi kotekstual bisa berjalan di Indonesia sehingga kita bisa menjadikan nilai-nilai Islam sebagai dasar bagi demokrasi di Indonesia, semoga….(kompasiana/muslimina)
0 komentar:
Post a Comment