Amal Khalid seorang wanita muda Talbiseh, Suriah., yang sangat mencintai suaminya, keluarga suaminya dan keluarganya. Amal juga seorang penyabar, yang semakin lama semakin menarik diri dari pergaulan karena tahun demi tahun pernikahannya berlalu tanpa kehadiran seorang bayi pun.
Amal tak tahan bila harus menghadapi pertanyaan demi pertanyaan kaum kerabat dan kawan tentang kenapa dia dan suaminya belum juga memiliki anak, apakah sudah ke dokter, apa kata dokter dan seterusnya. Namun Amal terus menerus berdoa. Sampai akhirnya mukjizat itu tiba. Saat Suriah berdarah dan ribuan orang dibantai dengan bom, peluru dan pisau, Amal pun hamil.
Bercampur-aduk perasaan Amal. Luar biasa bahagianya, namun juga sangat-sangat takut membayangkan kemungkinan terjadi sesuatu pada kehamilannya. Sering kali dia berdoa, “Ya Allah, kalau terjadi sesuatu padaku, jagalah bayiku agar tidak terjadi apa pun padanya.”
Doanya didengar Allah dan dikabulkan. Kampungnya diserang tentara rezim. Rumahnya hancur. Seluruh kerabatnya syahid. Amal luka-luka. Para warga kampung yang selamat membawanya ke rumah sakit lapangan, karena rumah sakit reguler sudah hancur.
Dokter berjuang menyelamatkan Amal, namun Allah menetapkan lain. Amal menemui syahid. Ganti dokter berjuang menyelamatkan dan melahirkan bayinya. Seorang bayi perempuan yang cantik, yang lahir selamat tanpa pernah mengenal ibunya yang telah bertahun-tahun menunggu kelahirannya.
Bayi itu diberi nama Amal.
Kisah nyata Amal yang menemui syahid dan bayi Amal yang menyambut kehidupan sebagai piatu itu diceritakan dengan sangat menyentuh oleh Tawfiq Al-Khalaq, seorang anchor terkenal di sebuah televisi Suriah yang memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya demi menyuarakan kisah mereka yang hidupnya terkena dampak revolusi. Dia lalu membuat sebuah channel sendiri yang diberi nama As-Saalib al-Mujib.
Kisah dan gambar Bunda Amal dan Bayi Amal itu ada di video berikut ini:
Memanusiakan Statistik
Revolusi Suriah sudah memasuki tahun ke tiga dan pemberitaan tentang pergolakan ini, mau tak mau, terlalu banyak ditandai dengan angka dan statistik mati. Hati pembaca tak lagi tersentuh. Melihat video dan foto mayat bergelimpangan pun sudah tak hendak. Kelelahan membaca berita tentang Suriah menguasai diri sehingga tak lagi berpikir bahwa dari angka 400 dalam berita “Rezim Basyar Dibantu Milisi Lebanon Bantai 400 Rakyat Jdaidah Artouz” itu adalah tentang manusia.
Empat ratus manusia sama seperti kita. Laki-laki. Anak-anak. Perempuan. Bayi. Nenek-nenek. Kakek-kakek. Ayah. Ibu. Istri. Suami. Paman. Teman dekat…
Padahal, 400 orang yang dibunuh itu, ketika diselenggarakan jenazahnya, menjadi deretan mayat seperti ini:
‘Kami Bukan Hanya Angka.’ Sebanyak 400 orang warga Jdaidah Artouz dibantai dalam bilangan puluhan jam saja oleh rezim Basyar dan para supporternya termasuk milisi Lebanon. Foto: Syrian Days of Rage |
Menurut perkiraan pihak oposisi, revolusi ini telah menelan nyawa sekitar 100 ribu orang rakyat Suriah, lebih dari 1,3 juta orang harus jadi pengungsi ke negara-negara tetangga sementara sekitar 4 juta warga lainnya hidup terlunta-lunta sebagai pengungsi internal.
Seratus ribu nyawa melayang. 100.000 nyawa.
Statistik yang tak lagi menggugah.
Namun di tengah lautan angka dan statistik itu, ada beberapa pihak yang lalu berjuang menyampaikan kepada dunia bahwa masing-masing dari 100 ribu nyawa melayang itu adalah manusia. Adalah seorang ayah. Seorang ibu. Seorang anak. Seorang istri. Dokter. Guru. Kekasih. Insinyur. Anak sekolah…
Salah satu dari pihak itu adalah Tawfiq Al-Khalaq. Salah satu yang lainnya adalah para aktivis media yang ada di balik situs Syrian Uprising Information Center yang berusaha keras mengumpulkan semua data dari para warga yang menemui syahid karena pertempuran, karena dibunuh rezim Basyar al-Assad dengan berbagai cara, mulai dari peluru sampai penyiksaan dan dan penyembelihan. Di antaranya adalah bocah-bocah ini:
Maryam al-Sabbagh dan abangnya Yassin, dari Homs. Mereka tewas pada hari yang sama dengan saat diambilnya gambar ini, 20 Januari 2013. Foto: Syrian Uprising Information Center |
0 komentar:
Post a Comment