Mengerikan, Jaringan Pabrik Narkoba Kolombia Beralih ke Indonesia
Beberapa hari ini kita dihebohkan dengan aksi keji teroris di Kampung Melayu yang menewaskan tiga polisi. Tapi, tahukah Anda, ada teroris keji yang membunuh 50 orang setiap hari? Namanya: Narkoba.
---
Berikut wawancara khusus Jawa Pos dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso (Buwas) di kantor BNN Jumat (26/5)
Dia menceritakan tentang bahaya narkoba dan bagaimana kita harus melawannya.
Penangkapan bandar narkoba terus dilakukan, bahkan dalam skala yang cukup besar, tapi kenapa peredarannya masih marak?
Yang pasti, Indonesia menjadi pangsa pasar terbesar. Maka, akan sulit memberantas bila pasarnya masih stabil, bahkan tumbuh. Narkoba beda dengan barang lain. Jadi, tidak bisa dihentikan sesaat. Karena narkoba membuat penggunanya addict (ketagihan, Red). Jadi, ada atau tidak ada uang, dia harus dapat. Kalau kita ingin beli pisang goreng, tidak ada uang bisa kita tunda. Tapi, kalau narkoba tidak. Jadi, beda persoalannya.
Seperti apa perbandingan narkoba yang masuk ke Indonesia dan narkoba yang berhasil diungkap?
Kalau melakukan tindakan penegakan hukum dalam rangka menekan suplai, ini memang kecil kalau dibandingkan dengan jumlah yang masuk. Yang kita lakukan itu hanya 20 persen maksimal dari jumlah yang masuk. Tapi, itu juga masih kecil lagi kami dapatnya dibandingkan suplai yang masuk. Persoalan narkotika, ada dua sisi yang harus ditangani serius. Yakni, demand dan supply. Demand untuk pasar-pasarnya, supply adalah pemasoknya. Jaringan ini leluasa bekerja karena mendapatkan dukungan dari pasar yang terus tumbuh.
Seperti apa perkembangan dan hubungan jaringan narkoba internasional dengan pasar di Indonesia?
Dengan (pabrik-pabrik narkoba, Red) Filipina dan Kolombia dihancurkan, sekarang jaringan Kolombia beralih ke Indonesia. Beberapa waktu lalu terungkap di Lombok. Jaringan kokain di Lombok itu adalah jaringan dari Kolombia. Di Filipina juga begitu. Karena di sana pemerintahnya sangat tegas, jaringannya pindah ke Indonesia. Kami dapat info, narkoba yang sebelumnya akan disuplai ke Filipina kini dipasok ke Indonesia.
Sebesar apa gambaran bisnis narkoba di Indonesia?
Bayangkan, belanja narkoba setiap tahun di Indonesia itu minimal Rp 72 triliun. Tapi, informasi intelijen yang kami dapat dari berbagai negara menyebut ada 250 ton narkoba jenis sabu-sabu yang masuk ke Indonesia pada 2016. Padahal, yang bisa kami ungkap hanya 3,4 ton.
Kalau tiap 1 kilogram sabu dijual Rp 1 miliar, maka kalau 250 ton, itu berarti Rp 250 triliun.
Kabarnya, pasokan prekursor (bahan baku pembuat obat yang bisa diolah menjadi narkoba) yang masuk ke Indonesia juga sangat besar. Apa benar demikian?
Kami baru dapat informasi dari badan narkotika China (Tiongkok, Red). Mereka menyampaikan data ada 1.097,6 ton prekursor China yang disinyalir masuk ke Indonesia. Saya minta ditelusuri, ternyata hanya sedikit yang dipakai untuk obat resmi. Berarti ada kemungkinan (prekursor dari Tiongkok, Red) disalahgunakan untuk meracik narkotika. Di Indonesia ini belum ada pabrik prekursor. Kalau yang kita temukan itu pabrik untuk meracik narkotika. Dia meramu, mencampur untuk dijadikan narkotika. Tapi, bahannya semua impor. Kecuali ganja yang dipasok dari dalam negeri.
Terkait anggaran pemberantasan narkoba yang dinilai kecil, apakah menjadi kendala signifikan?
Ya sangat. Yang kita hadapi sekarang ini adalah musuh yang punya kemampuan luar biasa dari segi finansial. Kita bisa membuktikan TPPU (tindak pidana pencucian uang, Red) salah satu jaringan itu saja dalam setahun bisa menghasilkan Rp 3,6 triliun. Di Indonesia ada 72 jaringan internasional yang bekerja. Kalau tiap jaringan menghasilkan uang Rp 1 triliun, mereka punya kekuatan Rp 72 triliun.
Bisnis yang begitu luar biasa besarnya itu kami lawan dengan dana operasional (BNN) Rp 450 miliar. Jadinya memang tidak berimbang.
Dengan keterbatasan itu, mana yang menjadi prioritas, menekan demand atau memutus supply?
Yang paling penting adalah menekan demand. Itu dilakukan melalui pencegahan. Ini harus ditangani secara menyeluruh dan bersama-sama. Di Indonesia ini, hampir sebagian besar narkoba terserap. Data-data yang ada, dengan jumlah sekian banyak itu, tidak ada yang keluar dari Indonesia. Semua mengendap dan habis di Indonesia karena konsumennya memang besar. Buktinya, kalau barang itu tidak terkonsumsi, suplainya akan berhenti. Ini tidak. Suplai terus-menerus, berarti itu barang habis di Indonesia.
Dalam agenda pemberantasan narkoba, apa yang harus dilakukan seluruh elemen?
Saat ini pemberantasan hanya dilakukan BNN, Polri, dan bea cukai. Yang lain belum menunjukkan kontribusinya. Padahal, yang paling penting adalah menekan demand. Nah, untuk menghilangkan pasar ini harus dilakukan seluruh elemen bangsa, termasuk seluruh kementerian/lembaga harus punya program mencegah penyebaran narkoba. Diawali dari diri sendiri, keluarga, serta lingkungan sosial, tempat tinggal, bekerja, dan sampai lingkungan wilayah.
Jadi, seluruh elemen pemerintah, masyarakat, termasuk swasta harus terlibat aktif?
Tepat sekali. Kalau tidak, persoalan narkoba tidak akan pernah selesai. Padahal, korbannya sudah jelas-jelas, 50 orang meninggal dunia setiap hari. Sekarang bandingkan dengan aksi teroris. Kelihatan dahsyat, kelihatan reaksinya. Kalau di narkotika silent, korbannya tidak terlihat sehingga tidak dianggap luar biasa.
Sekarang ini narkotika jenis baru sudah 65 yang masuk ke Indonesia, sebelumnya 60. Dari 65, baru 43 yang masuk hukum narkotika, sisanya belum. Dan saya yakin, dari 800 jenis baru di dunia itu, cepat atau lambat akan masuk ke Indonesia. Nah, sekarang di Indonesia kondisinya rentan.
Di Indonesia, di mana pasar utama narkoba?
Saya melihat barometer peredaran narkotika itu di Jakarta. Setelah itu baru menyebar ke provinsi lain sehingga saat ini tidak ada provinsi di Indonesia yang bebas narkoba. Semua sudah kena.
Bagaimana komitmen pemda dalam pemberantasan narkoba?
Di Jakarta, dulu kami bangun komitmen dengan gubernur DKI, DPRD, bagaimana supaya peredaran ini ditekan. Yang banyak itu ada di tempat-tempat hiburan malam. Maka, saat itu kami kumpulkan seluruh pengusaha tempat hiburan malam di Jakarta. Semua berkomitmen dan sepakat bahwa pemilik dan pengusaha hiburan malam wajib menempelkan imbauan dilarang menggunakan narkotika. Kemudian, bilamana ditemukan operasi oleh BNN atau kepolisian setelah pertemuan itu, maka akan ditutup lokasinya dan dicabut izinnya. Tapi kenyataannya, sudah begitu banyak tempat hiburan yang terungkap menjadi lokasi transaksi narkoba, tapi tidak ditutup. Artinya, komitmen itu tidak dijalankan.
sumber : jpnn
0 komentar:
Post a Comment