Tokoh Bicara Larangan Aksi Demo 2 Desember
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) berencana menggelar aksi demo 2 Desember 2016. Demo ini merupakan aksi lanjutan dari aksi sebelumnya 4 November 2016 terkait kasus dugaan Penistaan Agama dengan tersangka Calon Gubernur DKI Jakarta incumbent Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Aksi GNPF MUI digelar untuk menuntut penahanan Ahok.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam pernyataannya, Senin (21/11) melarang aksi 2 Desember 2016. Berikut isi pernyataan Kapolri: Mengenai 2 Desember 2016. Ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis. Akan ada kegiatan yang disebut Bela Islam Ketiga. Itu dalam bentuk gelar sajadah, Salat Jumat di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan serta Bundaran HI. Polri sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak kontitusi dari warga. Namun tidak bersifat absolut.
Kapolri menyebut empat batasan dalam Undang-undang itu yang tidak boleh. Pertama, tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain, termasuk memakai jalan, kalau jalan protokol itu tidak boleh dihalangi.
Yang kedua, tidak menganggu ketertiban umum, sangat jelas bahwa itu jalan protokol. Kalau itu diblok, otomatis akan mengganggu warga yang melewati jalan itu. Ibu-ibu yang melahirkan, mau berangkat ke RSCM bisa tergangu. Yang sakit bisa terganggu, yang mau bekerja juga bisa terganggu. Sopir taksi, angkutan, dan lain-lain bisa terganggu. Disamping itu, juga bisa memacetkan Jakarta, karena di jalan protokol, hari Jumat lagi. Itu menganggu ketertiban publik. Dalam penilaian kami kepolisian, oleh karena itu maka kami akan melarang kegiatan itu.
Melarang, kalau dilaksanakan akan kami bubarkan. Kalau tidak mau dibubarkan kami akan lakukan tindakan, ada ancaman hukuman dari Pasal 221, 212 KUHP sampai 218 KUHP. Yaitu melawan petugas. Kalau melawan satu orang 212 KUHP, melawan lebih dari tiga orang 213 KUHP, melawan sampai ada korban luka dari petugas 214 KUHP ancamannya berat, itu diatas lima tahun, tujuh tahun kalau ada korban luka dari petugas.
Oleh karena itu, Kapolda Metro akan melakukan maklumat pelarangan itu dan kemudian akan diikuti kapolda-kapolda lain yang kantong -kantong massa yang mengirim akan dikeluarkan maklumat dilarang berangkat bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang tersebut.
Sejumlah tokoh menanggapi larangan Kapolri tersebut.
1. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) tetap akan melanjutkan demonstrasi 2 Desember 2016 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Aksi dilakukan meski dilarang Kapolri Jenderal Tito Karnavian. "Kami tetap melaksanakan aksi super damai 2 Desember mendatang. Mungkin salat Jumat masih bisa dibicarakan," kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin.
Novel menjelaskan, aksi mereka dilindungi oleh UUD 1945, UU Nomor 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dan UU Nomor 39/1999 tentang HAM. "Kalau demo kami dilarang maka menentang kami sebagai warga negara Indonesia dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat. Ini ada apa? Aki ketiga ini komandonya ada ditangan ulama, tidak ada yang lain. Aksi ini kami juluki super damai," ujarnya.
2. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengimbau Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar membuat pernyataan terukur terkait agenda makar. Fadli mengaku belum mendapat informasi mengenai demo lanjutan yang berpotensi makar.
"Jangan belum apa-apa makar. Zaman sudah berubah, kadang-kadang kalau orang punya keyakinan dan mereka turun dengan keyakinan itu tidak bisa ditakut-takuti. Malah nanti orang semakin radikal," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/11).
Fadli menyarankan Tito untuk mendalami dan mengkroscek informasi yang diterima dari intelijen. "Jangan informasi yang masih mentah diungkap, dihayati, didalami, dikroscek kalau perlu dicegah kalau ada konstitusional. Saya kira tidak perlu diajari. Jangan mengaku-ngaku membuat orang terprovokasi," kata dia.
Soal demo lanjutan 2 Desember nanti juga dikabarkan bahwa gedung DPR akan diduduki oleh demonstran. Namun Fadli mengaku belum mendengar informasi tersebut. "Saya enggak tahu info dari mana, di DPR semua mekanisme yang kita lakukan konstitusional. Pernyataan terukur jangan buat spekulasi kegentingan baru," tegas dia.
3. Imam Besar FPI Habib Rizieq menyuarakan alasannya mengapa massa demo 2 Desember 2016 dalam Aksi Bela Islam III harus melakasanakan shalat Jumat di jalan Bundaran HI.
Ini alasan Rizieq terkait Aksi Bela Islam III yang dilakukan pada 2 Desember melalui shalat Jumat bersama di jalananan sekitaran Bundaran HI.
a. Pengalaman Aksi Bela Islam 411 bahwa Masjid Istiqlal sudah tidak muat menampung jutaan umat Islam yang membludak tumpah ruah datang dari berbagai daerah untuk bela agamanya yang dinista dan Kitab Sucinya yang dinodai.
b. Shalat Jumat di Sudirman – Thamrin merupakan rangkaian agenda Aksi Bela Islam III yang merupakan Aksi Super Damai dengan menggunakan Hak untuk berkumpul dan menyampakan pendapat sebagaimana dijamin dan dilindungi UU No.9 Tahun 1998.
c. Aksi Bela Islam III akan dilaksanakan hari Jumat dan dimulai dari pagi, sehingga tidak mungkin jutaan umat Islam yang sedang lakukan Aksi Super Damai melaksanakan salat Jumat di tempat lain, sebab justru mengalihkan jutaan orang ke masjid yang tidak bisa menampung akan mengganggu ketertiban umum.
d. Jika Aksi Bela Islam III tuntut tahan Ahok tidak boleh, maka apakah penegak hukum boleh membiarkan tersangka penista agama berkeliaran di tengah masyarakat sambil terus memprovokasi dengan menyebar fitnah?
e. Jika Aksi Bela Islam III ingin gelar salat Jumat dianggap mengganggu ketertiban umum, maka apakah aparat yang menembaki Habib dan Ulama serta jutaan umat Islam saat sedang zikir dan doa di depan istana dalam Aksi Bela Islam 411 dengan gas air mata dan peluru karet, tidak mengganggu ketertiban umum?
4. Aboe Bakar Al Habsyi, Anggota DPR Fraksi PKS, "Harus dipahami kebebasan menyampaikan pikiran dan pendapat adalah salah satu pilar demokrasi. Salah satu konsekuensi kita memilih menjadi negara yang demokratis adalah memberikan ruang kepada setiap warga negara untuk menyatakan sikapnya.
Secara tegas konstitusi kita memberikan perlindungan penuh terhadap aktifitas menyampaikan pendapat tersebut, hal ini diatur dalam pasal 28, 28E dan 28F UUD 1945. Artinya menyampaikan pendapat adalah bagian dari hak kontitusi warga negara, oleh karenanya negara harus memfasilitasinya.
Selain itu, penyampaian pendapat dimuka umum juga dilindungi oleh beberapa Undang-Undang di Indonesia, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Artinya, sudah cukup banyak instrumen hukum yang memberikan perlindungan terhadap kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak benar bila ada pihak yang melarang melakukan aksi penyampaian pendapat di muka umum. Pelarangan terhadap penyampaian pendapat dimuka umum adalah langkah inskonstitusional. Selain itu, pelarangan terhadap penyampaian pendapat dimuka umum juga melanggar hukum.
5. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono tidak sependapat dengan tudingan aksi 2 Desember sebagai makar. "Jangan fitnah sembarangan kalau Aksi 212 itu adalah makar. Justru tuduhan makar membuat suasana tidak kondusif," ujar Arief, Selasa (22/11).
Menurutnya, Aksi 212 hanya sebuah gerakan moral yang ditujukan kepada aparat hukum. Agar hukum diberlakukan sama kepada warga negara yang diduga telah menista agama. Karena, sudah ada yurisprudensi bagi orang yang diduga menista agama, yaitu ditahan sebelum diadili di Meja hijau.
"Jadi janganlah gerakan Aksi 212 ini dituduh-tuduh sebagai gerakan makar oleh Kapolri. Justru Kapolri sebaiknya mengajak bicara kepada pimpinan-pimpinan umat Islam yang akan melakukan gerakan Aksi 212," kata Arief.
6. Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan ada banyak alasan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama ditahan oleh pihak kepolisian. Salah satunya adalah kekhawatiran Ahok akan mengulangi perkataannya yang mengandung unsur pidana tersebut.
"Memang yang paling dipertanyakan adalah keputusan polisi tidak menahan Ahok. Padahal kekhawatiran Ahok akan mengulangi perbuatannya tersebut cukup untuk membuatnya ditahan, apalagi perkataannya sudah ditetapkan sebagai tindakan pidana," ujar Suparji saat menjadi pembicara dalam diskusi "Akankah Ahok Dipenjara?" di kantor PB HMI, Setiabudi, Jakarta Pusat, Senin (21/11).
7. Habiburokhman selaku kuasa hukum Habib Novel Bakmukmin yang ikut melaporkan Ahok ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri mengatakan dengan tidak ditahannya Ahok, Ahok mengulangi pernyataannya yang membuat polemik. Yaitu berbicara kepada media asing menuduh peserta gerakan 4 November dibayar. "Seharusnya hal itu sudah cukup membuat Ahok ditahan," tutur Habiburokhman.
8. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil menilai seharusnya Polri mengambil keputusan menahan Ahok sebagai bentuk kesetaraan setiap warga negara Indonesia di depan hukum. "Seharusnya polisi menahan Ahok agar tidak ada rasa ketidakadilan di masyarakat. Seakan Polri dan negara memihak Ahok," ujar Nasir.
0 komentar:
Post a Comment