25 Oktober 2016, Muslim Patani-Thailand Peringati 12 Tahun Tragedi Pembantaian Tak Bai
25 Oktober 2004 merupakan tanggal bersejarah yang tidak akan pernah bisa dilupakan kaum Muslimin Patani, Thailand. Tepat 12 tahun lalu terjadi sebuah peristiwa yang disebut media sebagai Tragedi Tak Bai. Peristiwa ini terjadi di depan kantor polisi Daerah Tak Bai, Wilayah Narathiwat pada 25 Oktober 2004, bertepatan dengan bulan Ramadhan 1425 H.
Saat itu sejumlah kaum Muslimin Patani mendatangi kantor polisi untuk membebaskan 6 (enam) orang sukarelawan pertahanan kampong yang ditahan tanpa bukti oleh penguasa Thailand. Keenam orang itu ditangkap karena adanya laporan palsu bahwa mereka dituding merampas senjata aparat Thailand.
Aksi protes damai tanpa senjata yang dilakukan masyarakat Patani terhadap pihak otoritas Thailand Wilayah (Narathiwat) menuntut keadilan atas 6 aktivis yang tidak bersalah itu. Apa lacur, demonstrasi damai itu dibalas dengan tindakan represif aparat yang membantai warga sipil.
Sejarah hitam seperti itu telah menimpa nasib Bangsa Melayu Patani, sebagai konsekuensi dari perjanjian Anglo Bangkok atau Anglo-Siamese Treaty 1909. Dari satu tingkat ke satu tingkat nasib Bangsa Melayu Patani yang terjajah menimpa kesedihan di bawah hegemoni Bangsa Siam (1765-1902) hingga sekarang.
“Sudah jatuh ditimpa tangga pula”. Begitulah nasib bangsa Patani menurut pepatah orang tua-tua Melayu dahulu. Maknanya, sudah hilang tempat untuk bernaung (dijajah), masihlah dibantai pula. Padahal, hak untuk menyampaikan pendapat dengan damai itu dijamin oleh Undang-Undang Siam (UUS).
Aksi protes warga Patani di Tak Bai yang aman tanpa senjata itu,bertukar menjadi medan perang yang ganas dalam sekedip mata. Polisi dan tentara Thailand melepaskan tempakan gas air mata, meriam air dan tembakan peluru ke arah orang-orang yang berkumpul. Tindakan kejam itu menyebabkan 28 orang terbunuh seketika. Sekitar 6 orang jatuh tersungkur di depan Kantor Polisi, sementara 22 lainnya ditemukan di pesisir sungai Tak Bai.
Jumlah itu belum termasuk korban cedera dan 1.300 warga Patani yang ditahan. Mayoritas massa dilumpuhkan hingga pingsan dan mengalami luka parah akibat pukulan dan serangan brutal oleh polisi dan tentara Thailand yang ingin menghentikan demonstrasi tersebut. Tentara Thailand bahkan melarang ambulans dan petugas medis masuk ke lokasi untuk merawat bangsa-bangsa Melayu Patani yang bernasib malang itu.
Setelah semalaman para aktivis demonstran Tak Bai ditahan di bawah tanggungjawab militer Thailand di Kamp Telaga Bakung Wilayah Patani, didapati 84 orang lagi yang terbunuh.
Mantan Perdana Menteri Thailand (2001-2006) Tahksin Sonowatra membuat pernyataan di parlemen bahwa korban tewas dalam tahanan Telaga Bakung itu karena dalam keadaan berpuasa di bulan Ramadhan (sesak nafas). Jumlah seluruh warga Patani yang gugur syahid, insya Allah (kama nahsabuhu, red) saat itu sebanyak 112 jiwa.
Menurut laporan Komite Hak Asasi Manusia (NHRC) di Bangkok, korban yang ditahan itu disiksa militer. Mereka dipukuli, ditendang dan dihantam benda tumpul. Di antaranya ada yang dipaksa berbaring di atas tanah dengan tangan terikat di belakang.
Rakyat Patani mengutuk perlakuan keji militer Siam dalam menangani aksi demonstrasi di Tak Bai yang mengakibatkan ratusan warga sipil terbunuh. Sikap hipokrit Bangkok telah melunturkan kepercayaan rakyat Patani akan sistem demokrasi dan parlemen Thailand. Dari fakta lapangan, Tragedi Tak Bai jelas menunjukkan bukti bahwa Penglima Tentara, Gen. Phisan Watthana Kiri menjadi aktor intelektual tindakan kekerasan yang tidak berperikemanusian itu.
25 Oktober 2016
Koordinator Gerakan Mahasiswa Indonesia Peduli Patani (GEMPITA/Aiman bin Ahmad)
0 komentar:
Post a Comment