Politik UAE “Memancing di Air Keruh” dalam Konflik-konflik di Timur Tengah
Oleh: ACE Abdullah
KRISIS Krisis diplomasi Teluk Arab yang mencuat belakangan ini dengan aksi pemblokadean Qatar mengalihkan perhatian kita kepada salah satu negeri penyokong boikot yakni Uni Emirat Arab (UEA).
Negara ini merupakan sebuah negara persekutuan tujuh emirat yakni Abu Dhabi, Dubai, Ajman, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Quwain dengan Syekh Khalifa bin Zayed Al Nahyan Smir Abu Dhabi sebagai Presiden persekutuan.
Simbol yang paling terkenal dari negara persekutuan ini mungkin adalah kota ‘seribu satu malamnya’ yaitu Dubai yang terkenal dengan Burj al-Arab yang merupakan bangunan tertinggi ketiga (321 m) di seluruh dunia yang didesain berbentuk layar kapal.
Dengan turisme menjadi andalan pertamanya dalam mendapatkan devisa luar negeri, kota di padang gurun timur tengah ini bertranformasi menjadi salah satu kota yang paling mahal dan terbaratkan di jazirah Arab.
Salah seorang rekan penulis yang berdarah Arab mengisahkan bagaimana kunjungannya ke kota tersebut tidak menyenangkannya karena bahkan di ruang hotelnya ia terus diganggu dengan ketokan pintu orang yang tidak dikenal. Ya kota ini juga terkenal dengan hiburan malamnya yang merajalela dan sudah menjadi rahasia umum.
Peranan negeri ini dalam krisis diplomasi teluk Arab ini juga sangat besar. Salah satu kabar paling mencegangkan di awal-awal krisis diplomasi teluk ini sebagaimana dilansir middleeast monitor adalah bocoran dari kelompok peretas “Global Leaks” yang meretas email-email komunikasi antara Dubes UEA Yusuf Al-Utaibah dan sebuah lembaga think tank pro-Israel Foundation for Defense of Democracies (FDD) yang didanai Sheldon Anderson.
Email-email yang sebagiannya tercatat di tahun 2014 mengungkapkan kerjasama tersembunyi antara FDD dan UEA bekerjasama dengan jurnalis media untuk menerbitkan artikel-artikel kampanye hitam terhadap Kuwait dan Qatar dengan tuduhan mendukung “terorisme”.
Utaibah ini juga sangat dikenal dalam lingkaran lembaga keamanan AS karena keterlibatannya dalam rapat-rapat penting dengan pejabat keamanan. Dengan perencanaan matang belakang layar inilah Utaibah ditengarai mendesain aksi blokade terhadap Qatar ini.
Hingga saat ini UAE masih terus bekerja melancarkan serangan kampanye hitam terhadap Negeri Qatar.
Kabar terbaru yang dilansir middleeast monitor mengabarkan pengakuan Presiden Somalia Mohammed Abdullah Farmajo yang mengaku telah dihubungi UAE yang menawarkan uang tunai sebesar $80 juta kepadanya pribadi agar ia mendukung dan menyatakan pemutusan hubungan diplomatik terhadap Qatar. Padahal Somalia bersikap netral hingga saat ini atas aksi blokade tersebut.
Muhammad bin Zayed, putra mahkota Abu Dhabi dikabarkan juga sebelumnya mencoba menginfiltrasi hasil politik dalam negeri Somalia dan mendukung presiden Somalia sebelumnya Hassan Sheikh Mahmoud untuk bertahan di tampuk kekuasaan guna mendapatkan keuntungan penguasaan Bandar laut di Somalia.
Atas penolakan presiden Somalia inipun dikabarkan bahwa salah seorang Qori Al-Quran asal Somalia bernama Ismail Omar telah diusir dari Musabaqah Hifzdil Quran yang diselenggarakan di Kota Dubai.
Hal yang menunjukkan ketidakadilan politik UEA yang bahkan mempolitisir Musabaqah hifdzil Quran hanya karena alasan politis yang tidak terkait dengan Sang Qori’.
Disisi lain, seorang analis politik Libia yang menulis di Aljazeera.com, mengungkapkan bagaimana tuduhan ‘mendanai teroris’ yang dikenakan pada Qatar justru melupakan langkah kebohongan untuk menutupi dosa-dosa UAE yang telah secara penuh ikut campur dalam politik dalam Negeri Libia dengan terus-menerus mendanai perpecahan dan konflik antar kelompok yang diwarnai perang sipil sejak tiga tahun belakangan.
UEA dikenal mendukung Jendral Khalifa Haftar yang berupaya mencuri kekuasaan dan membangun pemerintahan kudeta ala Sisi di Mesir.
Qatar dan UEA masuk ke Libia ketika demonstrasi penggulingan Kolonel Muammar Qadhafi tahun 2011 untuk bantuan kemanusiaan dan dukungan politik dan peranan dua negara ini meningkat setelahnya.
Qatar membantu mendanai kelompok Islam namun tidak sampai mendanai kelompok seperti Al-Qaeda, ISIS dan lainnya. Sebaliknya UEA bahkan sampai mengirimkan pesawat tempur untuk membombardir target-target yang berlawanan dengan kepentingannya dan semakin membakar perang sipil di negara tersebut.
Kabar terakhir tentang UEA, yang dilansir Dailysabah harian di Turki, datang dari Menteri Luar Negeri Turki Mevlüt Çavuşoğlu yang mengungkapkan andil salah satu Negeri Teluk ini mengelontorkan 3 milyar dolar guna melancarkan aksi kudeta gagal pada tanggal 15 Juli 2016 tanpa peduli bahwa pemerintahan yang berkuasa adalah yang sah berdasarkan demokrasi dan dukungan mayoritas rakyat Turki.
Berbagai bukti keterlibatan pemimpin UAE ini menunjukkan bagaimana negeri persekutuan ini telah banyak terlibat dalam operasi-operasi militer yang ditujukan untuk merusak pemerintahan yang didukung oleh rakyat dan menggantikannya dengan pemerintahan diktator yang menghamba kepentingan mereka.
Tidaklah mengherankan bahwa peran UAE dalam aksi blokade terhadap Qatar sangatlah besar terutama mengingat komitmen Qatar dalam membangun transparansi media di Timur Tengah yang banyak membuka borok pemimpin diktator di kawasan. Wallahu a’lam.*
Penulis kini berdomisili di Doha, Qatar
SUMBER ; HIDAYATULLAH
0 komentar:
Post a Comment