Detik-Detik Menuju Referendum Turki
Pendukung Presiden Tayyip Erdogan berharap referendum hari Minggu esok akan menjadi "prestasi puncak" dalam upaya membangun kembali Turki.
Pemungutan suara untuk mengganti sistem parlementer menjadi presidensial dapat membawa perubahan terbesar sejak Republik Turki modern didirikan pasca Kekaisaran Ottoman, satu abad lalu.
Hasilnya juga akan berdampak hingga keluar Turki.
Pendukung Erdogan melihatnya sebagai kesempatan pada kekuatan yang lebih besar.
Erdogan dianggap pantas mendapatkannya karena selama ini telah menjadi pemimpin yang menghidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam kehidupan publik, memperjuangkan kelas pekerja, membangun bandara, rumah sakit, serta sekolah.
"Dalam 15 tahun terakhir ia telah mencapai semua yang dianggap mustahil, seperti (pembangunan) jembatan, terowongan bawah laut, jalan, dan bandara", ujar Ergin Kulunk (65), insinyur sipil kepala asosiasi masjid Istanbul.
Sebaliknya, pihak oposisi justru khawatir, kecenderungan otoritarianisme dari sang presiden akan membuat seseorang rakus kekuasaan dan tidak toleran terhadap perbedaan pendapat.
"Dia mencoba menghancurkan republik (sekuler) dan warisan Ataturk", ujar Nurten Kayacan (61), ibu rumah tangga dari kota Izmir, yang menghadiri kampanye "Tidak" (menolak perubahan).
"Jika suara 'Ya' menang, kami menuju pada kekacauan. Dia akan menjadi presiden hanya untuk setengah (warga) negara", katanya.
Erdogan mulai mengajukan sistem presidensial sejak tahun 2014.
Pemerintahannya mengalami gelombang patriotisme sejak menggagalkan kudeta Juli 2016 lalu.
Ditambah lagi upaya menghadapi bahaya terorisme dari dalam maupun luar (seperti ISIS dan PKK Kurdi).
Membuat Turki mulai melihat kebutuhan memiliki pemimpin yang lebih kuat.
Sebuah jajak pendapat dua minggu setelah kudeta menunjukkan, persetujuan pergantian konstitusi mencapai dua pertiga populasi. Namun, survei terbaru memperlihatkan hasil yang beda tipis.
Dua jajak pendapat Kamis (13/4) menunjukkan, dukungan terhadap Erdogan hanya unggul sedikit, sekitar 51 persen.
Lembaga survei mengakui, mungkin ada suara "Tidak" yang tersembunyi diantara pendukung Partai AK, terutama setelah lebih dari 120.000 pegawai negeri dipecat atau ditangguhkan terkait pembersihan pasca kudeta gagal.
Etyen Mahcupyan, kepala penasihat mantan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu, tokoh kunci dalam AKP, menulis di koran Karar bahwa ia akan memberikan suara "Tidak".
"Model yang (diusulkan) ini akan menyebabkan kerugian besar dalam jangka menengah bagi pihak konservatif dan Turki", tulisnya.
Menurutnya, perubahan akan membawa penyalahgunaan terhadap "sistem kekuasaan satu orang".
Pendukung Erdogan menolak tuduhan tersebut. Menurut mereka, pemilihan suara "Ya/Tidak" berisi pertimbangan yang memadai, seperti opsi mengenai pembubaran parlemen. (Reuters)
0 komentar:
Post a Comment