Ibu-Ibu yang Memaksa Sejarah Bertepuk Tangan pada Anaknya
“Tidakkah engkau tergoda menjadi ibu yang lewat rahimmu lahir dan tanganmu tumbuh orang-orang besar yang memaksa sejarah bertepuk tangan.”
(dr. Gamal Albinsaid)
Bismillahirrahmanirrahim
Betapa indahnya cinta yang berasal dari keberkahan Sang Ilahi. Dia mampu melahirkan generasi yang suci dan terlindungi. Tentu kita hafal bagaimana alur cinta Nabi Ibrahim dan Hajar. Keberkahan cinta mereka melahirkan Nabi Ismail, yang kemudian dari generasi mereka lahirlah Nabi Muhammad. Hajar seorang ibu yang hebat, mendidik putra sendirian ditengah padang pasir, namun mampu menanamkan keimanan mendalam bagi sang anak. Muhammad Al-Fatih, Sang Pembebas Konstantinopel di usia 23 tahun juga mendapatkan didikan agama dan geografi wilayah Konstantinopel secara intensif dari seorang ibu selepas Subuh.
Said Nursi, salah satu ulama di Turki, dilahirkan dari sosoki ibu yang menjaga kesuciannya, menjaga wudhunya setiap saat. Ketika Said Nursi dalam kandungan, sang ibu tidak menginjakkan kaki di tanah kecuali dirinya memiliki wudhu. Itu mungkin yang menjadikan Said Nursi ketika kecil tidak mau meminum susu ibunya di Bulan Ramadhan, kecuali waktu berbuka puasa telah tiba
Seorang gadis yang menolak perintah ibunya untuk mencampur air ke susu karena merasa diawasi oleh Allah dinikahkan Umar bin Khattab dengan putranya ‘Ashim. Dua generasi kemudian dari keturunan mereka, lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang raja yang adil dan diridhai Allah. Catatlah pesan Umar Bin Khattab "Laki-laki sukses itu dapat dilihat dari dua hal. Pertama, siapa ibunya dan kedua, siapa istrinya."
Ingatkah anda kisah Idris, seorang pemuda yang memakan buah delima dipinggir sungai, lalu sadar itu bukan haknya, ia menyusuri sungai itu untuk menemui pemilik kebun, dinikahkan dengan putri pemilik kebun yang terjaga pandangannya, pendengarannya, dan juga dirinya dari maksiat. Kemudian, dari mereka lahirlah Imam Syafii, ulama mahzab yang dijadikan pedoman utama di negeri ini, hafal Alquran di usia 7 tahun, banyak hadis di usia 9 tahun,,dan menjadi mufti di usia 14 tahun. Ibunya begitu menjaga makanan dan minuman yang masuk kepada putranya. Sang ibu pernah memuntahkan air susu yang disusukan tetangganya kepada putranya karena khawatir ada hal yang tidak halal tercampur. Bahkan ketika ia mengajar di bulan puasa, ia minum dan murid-murid menegurnya, ia jelaskan ia belum baligh dan belum wajib berpuasa.
Jika kau seorang ibu, kau memilih pulang larut malam, memilih mengejar kariermu, memilih menitipkan anakmu, enggan mendidiknya dan menemani anakmu sepanjang hari, lalu bagaimana mungkin kau berharap ia tumbuh menjadi pria tangguh hatinya, kekar otaknya, dan lewat dirinya lahir berbagai karya besar nan mengagumkan. Jangan salahkan jika anakmu lamban belajar, salah pergaulan, tidak berprestasi, mungkin kau tidak memberikan pendidikan dan perhatian yang menjadi haknya. Tidakkah engkau tergoda menjadi ibu yang lewat rahim dan tanganmu tumbuh orang-orang besar yang memaksa sejarah bertepuk tangan.
“Jangan hanya lihat ulamanya, lihat siapa dan bagaimana ibu yang membesarkannya” (dr. Gamal Albinsaid)
0 komentar:
Post a Comment