PKS, The "Moneyless Party"
Namanya Toyotomi Hideyoshi. Sejarah jepang abad ke-16 menterakan dengan indah namanya. Keberhasilannya menyatukan klan-klan yang lama tenggelam dalam kecamuk perang diera feodal dan meredam gementrang katana para Ronin (Samurai bayaran) yang berebut pengaruh, menjadi karyanya yang paling monumental dalam legenda bangsa Jepang. Dari gambaran prestasi ini saja, sudah cukup rasanya benak kita mendramatisir sosoknya secara fisiologis. Betapa tinggi besar tubuhnya, hebat kanuragan dan jurus pedangnya, serta gagah perawakannya seperti umumnya trah kaum samurai dizamannya.
Namun semua visualisai itu salah besar, karena faktanya justru amat paradoks. Perawakan Hideyoshi hanya setinggi 150 senti dengan perwajahan yang kurang enak dipandang. Jangankan bermain pedang, menggenggam pedang samurai saja Ia tak mampu. Ia sendiri, seperti dituturkan Kitami Masao penulis biografi Toyotomi Hideyoshi, menceritakan tentang dirinya; “Orang menyebutku Monyet karena kecerdikan fikiranku dan karena telingaku yang leber, kepala yang kebesaran dan tubuh yang kerempeng. Aku pendek dan tidak menarik. Mereka yang baru pertama kali melihatku terkaget-kaget. Mereka tidak mengira orang yang paling berkuasa dinegeri ini punya perawakan mirip kurcaci botak dengan bentuk tubuh tak karuan. Beberapa bahkan berkata aku adalah pemimpin berwajah paling jelek dalam sejarah Jepang!”
Lalu faktor apa yang membuat Hideyoshi naik ke tampuk pimpinan tertinggi mengungguli para ksatria samurai yang telah lebih dulu eksis?
Penghargaan, kerja keras dan win-win solution, itulah kuncinya. Prinsip-prinsip itu mengalahkan tajamnya katana dan kedigdayaan ksatria samurai yang paling hebat sekalipun. Penghargaan itu muncul karena rasa cinta dan kasih sayang dan bukan kebencian serta dendam, bahkan kepada musuh yang paling jahat sekalipun. Kerja keras adalah kunci sukses yang akan melampaui sekat-sekat keterbatasan dan menaklukkan batas-batas kemustahilan. Dan win-win solution adalah sikap yang arif dan rasional karena silang-sengkarut permasalahan bangsa dan negara tak bisa ditanggulangi oleh satu orang. Sehingga seluruh potensi positif yang ada disetiap golongan, legacy yang baik disetiap rezim dan keunggulan yang menyembul dari seluruh anak bangsa, dapat terkanalisasi secara harmoni dalam menyelesikan problematika ummat.
PKS & Hideyoshi, The Power of Under Estimate
Dititik inilah PKS dan sosok Hideyoshi menemukan korelasi dan relevansi. Sama-sama terlahir dari rahim “under estimate” dan kemustahilan. Keduanya sama-sama dipandang sebelah mata pada awalnya, bahkan kerap dinyinyiri dan diremehkan.
Hideyoshi lahir dari keluarga petani miskin, sebagaimana juga PKS yang “miskin logistik” dan “fakir keuangan” harus terjun kegelanggang demokrasi dalam pusaran tradisi politik yang culas dan pragmatis.
Jika perawakan Hideyoshi jauh dari profil seorang samurai, begitupun PKS yang tak jarang diremehkan karena tak punya basis massa kultural, minus tokoh, apatah lagi dukungan logistik yang kuat. Jauh dari kesan sebuah “partai besar”dalam logika mainstream.
Namun takdir telah memberikan kesaksian; prinsip penghargaan, kerja-keras dan win-win solution yang dipegang teguh oleh Hideyoshi telah menghantarkannya menjadi seorang Ksatria Samurai yang paling hebat di masanya, meski ia bergelar “The Swordless Samurai” (Samurai tanpa pedang). Sebagaimana, Insya Allah PKS juga akan muncul sebagai pemenang dengan mengusung prinsip; Cinta 愛(ai), kerja 働き(hataraki), dan harmoni ハ-モニ-(haamonii), meski orang menyebutnya “The Moneyless Party” (partai tanpa uang).
Nikmatilah nyinyiran itu. Nikmatilah cibiran dan ocehan penuh kebencian itu, kata demi kata. Karena tak lama lagi, kita akan menikmati kemenangan itu! Insya Allah......
*by Rusdy Haryadi
@rusdy_haryadi
0 komentar:
Post a Comment