Wail Hadarah, salah seorang asisten utama Presiden Mursi, mengungkap kisah baru bagaimana militer mengkudeta Presiden Mursi pada tanggal 3 Juli 2013 yang lalu.
Hadarah menyatakan kepada stasiun BBC, bahwa pasukan Garda Republik yang bertanggung jawab melindungi Presiden, meminta beliau “dengan penuh hormat” untuk menuruti keputusan mundur dari jabatan. Garda Republik meminta Presiden Mursi mengambil keputusan itu sebagai sebuah fakta yang sudah terjadi.
Hadarah juga menyebutkan bahwa beberapa hari sebelum penggulingan Presiden Mursi, sebenarnya banyak diplomat asing menawarkan alternatif solusi dalam menghadapi krisis politik di Mesir. Namun semua tim kepresidenan tidak meyakini militer akan mengambil alih kekuasaan. Sampai ketika militer mengeluarkan ultimatum yang memberikan Presiden Mursi waktu 48 jam untuk mencapai kesepakatan dengan pihak oposisi, saat itulah kami meyakini bahwa militer berambisi merebut kekuasaan.
Menurut Hadarah, sebenarnya Presiden Mursi siap berkorban sebesar-besarnya demi tercapainya kesepakatan dalam menghadapi krisis politik itu. Tapi ketika militer mengkudetanya, beliau meyakini bahwa apapun yang dikorbankannya tentu tidak akan bermanfaat apa-apa.
Dalam keterangannya, Hadarah juga menyampaikan bahwa Presiden Mursi pernah bercerita tentang pimpinan pasukan Garda Republik yang berjanji akan memperlakukan Presiden dengan baik, dan tidak akan menghinanya.
Tapi Presiden Mursi juga pernah berbicara kepada Hadarah pada bulan Desember 2012 tentang kemungkinan dirinya dibunuh, dan tentang kemungkinan adanya usaha pembunuhan.
Usaha pembunuhan itu, menurut Hadarah saat ini berwujud dengan penangkapan dan pengadilan Presiden Mursi. Sangat mungkin militer akan menjatuhkan hukuman mati kepada beliau. Inilah pembunuhan atau usaha pembunuhan dalam bentuknya yang lain. (msa/dakwatuna/islammemo)
0 komentar:
Post a Comment