Melihat Israel Dari Dalam
Oleh : Ali Badwan
Konflik internal di kalangan partai politik Israel yang berada di belakang berbagai krisis dan perubahan politik sesungguhnya berada di atas bara api mematikan.
Konflik internal mereka itu semakin tajam secara bertahap bersamaan dengan meningkatnya perlawanan Palestina dan meningkatnya krisis mereka sendiri. Ditambah lagi dengan menurunnya tingkat imigrasi ke Israel yang menciptakan perubahan demografi yang tidak berpihak kepada Israel.
Tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa proyek zionisme dan partai-partai besarnya sedang menunggu beberapa decade ke depan akan jawaban meyakinkan atas sejumlah pertanyaan penting terkait masa depan mereka setelah 65 tahun berdirinya Israel di atas puing-puing bangsa Palestina.
Pertanyaan-pertanyaan itu terangkum dalam “Kemana kita akan berjalan?” “Apakah kita sudah berada di akhir jalan?” Apakah kekuatan cukup melanggengkan nasib kawasan dan dunia?” “Apakah kita bisa merangcang secara final nasib bangsa lain?” “Seratus tahun lalu orang menyebut bahwa Israel tidak ada dip eta dan Palestina dulu adalah tanah air tanpa bangsa bagi bangsa tanpa tanah air (Yahudi)?”
Pertanyaan seperti ini menjadi paling sering menghantui otak dan pikiran Yahudi di Palestina.
Polemik umum di kalangan Yahudi saat ini adalah masa depan negara Israel sendiri dan masa depan perundingan dengan Palestina dan nasib wilayah Palestina jajahan tahun 1967 serta nasib perundingan yang terhenti dengan Suriah dan seterusnya.
Selain itu ada faktor-faktor internal Israel; berupa tumbuhnya kembali kepada akar keturunan dan bangsa terutama di kalangan Yahudi baru yang datang ke pemukiman di Palestina pada dekader terakhir dari Uni Soviet yang jumlahnya melebihi satu juta warga dan meningkatnya jurang pemisah kelas di kalangan Yahudi di Israel.
Mantan aleh Israel di Knesset dari partai Mirtes Yahudi Timur (Shavardem) Rone Cohen mengatakan, “Jurang pemisah bertambah dalam antara Yahudi timur dan barat, antara kaya dan miskin, sepersepuluh pertama masyarakat Israel memiliki 800 milyar Shekel smentara 90 persen lainnya memiliki hanya 340 milyar Shekel saja.” “Tak ada tank, pesawat tempur yang bisa menjamin keamanan Israel jika masyarakat sipilnya tercerai-berai.” Tegas Rone.
Intifadah pertama 1987 – 1993 telah memberikan pukulan kepada masyarakat zionis dan melakukan lompatan sejarah yang mendorong Israel mengakui untuk pertama kalinya hak-hak bangsa Palestina.
Bukan hanya itu, Intifadah yang membuat Israel tidak tenang sepanjang masa telah menciptakan kemunduran sikap politik sebagian akademisi Israel sendiri. Hal itu ditandai dengan munculnya “sejarawan baru” Israel yang disebut dengan “sejarawan Israel pasca zionisme” seperti sejarawan baru Beni Morts. (bsyr)
Al-Bayan, 4 November 2013
0 komentar:
Post a Comment