Aku Pura-Pura Hamil untuk Lewati Tank di Rabiah Al Adawiyah
Malam itu di salah satu Masjid di daerah Rabiah al Adawiyah, aku dan seniorku mengadakan pertemuan mingguan dengan beberapa saudari. Aku tahu waktu jam malam telah hampir datang. Gelap telah menyelimuti langit mesir dan langit kota ini.
Tank-tank militer telah mulai berjajar. Aku terlambat. Waktu jam malam telah datang. Para militer berwajah garang berdiri di posisi masing-masing. Dengan senjata di tangan, siap untuk melepaskan serangan kepada siapa saja, termasuk aku dan seniorku yang merupakan mahasiswi Indonesia.
Tank-tank itu berjajar rapi, menutupi jalan. Ada dua macam tank, tank yang pertama berwarna hitam. Militernya memakai baju hitam dan helm berwarna merah. Militer berdiri di atasnya. Tank lapis kedua adalah tank berukuran lebih kecil berwarna kuning pudar dan militernya memakai baju loreng berwarna kuning pudar seperti pasir. Para militer berbaju loreng pasir ini berdiri di depan tank dengan memengang senjata yang siap melepaskan tembakan.
“Kalau Mbak sih bawa pasport dan card mahasiswa. Kalau Zahrah?”
“Aduh, Mbak. Mbak kan tahu kalau ana cuma bawa uang dan hape”
“Apa?”
“Ya, kita tawakal saja Mbak, ya kalaupun kena ya palingan ana yang kena, Mbak kan aman karena ada passport dan card mahasiswa. Ya, itu jika ajal ana emang sudah ditentukan Allah disini mbak”
Aku berusaha mengusir takut yang datang menyeruak, pelan namun pasti di sudut hati. Yah, daripada aku menambah ketakutan yang ada, lebih baik ku perlihatkan wajah biasa-biasa saja.
“Nanti kalau mbak di interogasi, mbak bilang, mbak lagi hamil. “
“Kalau gitu Zahrah juga iya mbak, Ana pura-pura hamil saja,” jawabku, dengan harapan militer itu akan mau mengasihani kami karena kami adalah perempuan hamil. Si Mbak memang sedang hamil, sedangkan aku orang yang pura-pura hamil. Ide ini merupakan ide subjektif karena tidak ada yang menjamin jika milter itu akan kasihan pada perempuan-perempuan hamil.
Dalam hati aku berdoa keras “Bismillahi tawakalltu ‘allallhi laa haula walaa quwwata illa billah”
Tak ada pilihan lain. Jalanan sepi. Hanya ada kami dan barisan militer itu.
“Aduh mbak kita lewat jalan lain saja”
“Tidak bisa, Zahrah. Tak ada jalan lain. Dan kita sudah terlanjur berada di depan mereka sekarang”
Kami harus melewati barisan lapisan tank militer itu. Dan aku melihat militer itu jelas di depanku. Anak buat si tangan berdarah As Sisy itu tepan berada 1 meter di depanku. Ku lihat sorot mata sangat tajam yang tak pernah ku lihat sebelumnya di dunia ini sejak aku dilahirkan oleh Ummy 22 tahun yang lalu. Dan iya, rasa takut itu datang dan lebih bisar. Bisa saja dia mengarahkan sejata otomatis itu ke arahku dan gelar almarumah kusandang. Jalanan sepi dan tak ada orang, hanya aku si Mbak dan militer bermata tajam yang siap mengeluarkan tembakan mematikan.
Aku mencoba mendongakkan kepala dan ku pasang sorot mata tegas, bukan sorot benci sambil terus berdoa dalam hati. Bismillahi tawakkaltu..
Mereka membiarkan kami lewat. kami berjalan di lorong jalan itu, di sisi kanan dan kiri jalan ada tank dan militer. Mereka tidak mencegat kami atau bertanya dokumen ini itu . Militer-militer itu membiarkan kami lewat. Langit gelap Rabiah Al’adawiyah itu menjadi saksi betapa kencangnya degupan jantung kami. Jalanan di atas kami mejadi saksi betapa rasa mencekam itu mencengkram kami. Namun aku dan si Mbak tak lupa, bahwa kami punya tempat menggantungkan semua asa: Allah subhanahu wata’ala. Tiap langkah aku berserah, namun tetap awas. Kami sadar, dalam sekejap saja para militer ini bisa berubah pikiran dan menembakkan peluru yang jika terkena kaki kanan akan tembus ke kaki kiri.
“Kalau kita selamat maka kita bisa ceritakan pada pada orang lain kisah kita ini.”
“Iya mbak”
Setelah hampir di ujung barisan tank militer, kami mempercepat langkah.
***
Dan ya, Alhamdulillah, sekarang aku selamat, dan aku sedang mengisi sebuah acara di Unversitas Negeri Padang tentang kudeta di Mesir. Diundang oleh seorang teman bernama Nurul , mahasiswi bahasa Inggris yang berkacamata dan besemangat sekali ketika tahu aku baru kembali dari Mesir.(nabawia)
Nurul Huda
Universitas Negeri Padang
0 komentar:
Post a Comment