Budaya Buruk Warga Gaza Di Mata Relawan Indonesia


 Jakarta, Beberapa relawan pembangunan Rumah Sakit (RS) Indonesia di Gaza, Palestina, telah menceritakan beberapa budaya masyarakat Indonesia yang dianggap tabu di sana. (Baca: LimaBudaya Indonesia Tabu di Gaza, Palestina).

Ditemui oleh MediaIslamia di kantor pusat MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) di Jakarta, Kamis (29/5), relawan asal Lampung Bukhari Muslim Sadeli menceritakan beberapa kebiasaan buruk masyarakat Gaza di mata orang atau Muslim Indonesia.

Pertama, menyisakan makanan dan membuangnya.

Santunan dan sambutan masyarakat Gaza terhadap tamu asing sangat tinggi. Mereka sangat memuliakan tamu. Tidak terkecuali apa yang diterima oleh puluhan relawan asal Indonesia yang beramal saleh di sana dengan membangun rumah sakit untuk rakyat Palestina selama lebih dari satu tahun.

Lebih dari 50 kali para relawan mendapat undangan makan dari pejabat dan masyarakat Gaza dengan hidangan makanan yang melimpah lauk pauknya. Itu hanya yang di luar bulan Ramadhan. Di bulan suci, relawan harus mengatur daftar warga Gaza yang begitu ingin memberi makanan berbuka atau sahur, karena demikian banyaknya.

Namun di balik pemuliaan terhadap tamu tersebut, ada kebiasaan warga Gaza yang tidak baik.

Dalam proses jamuan makan di rumah warga, ketika nasi hendak habis di nampan, maka akan selalu ditambah lagi oleh si pemilik rumah.

“Setiap undangan makan, yang namanya nasi tidak pernah habis, karena selalu ditambah,” kata Bukhari.
Pada akhirnya, sisa makanan akan dibuang. Seperti itulah kebiasaan orang Arab pada umumnya.

Kedua, makan sambil jalan dan memakai tangan kiri.

Bukhari mengatakan, mereka (relawan asal Indonesia) sering menegur warga Gaza yang suka makan memakai tangan kiri. Bahkan mereka menyaksikan orang dewasa makan sambil berjalan.

“Syeikh, bukankah makan dengan tangan kiri itu cara makan setan?” tegur relawan kepada orang Gaza yang makan dengan tangan kiri, sehingga kemudian terjadi dialog dengan suasana kekeluargaan.

Ketiga, kurang memahami sunnah shalat jamak dan qashar.

Para relawan adalah musafir. Setiap Jumat mereka shalat di masjid-masjid yang berbeda. Mungkin semua masjid yang ada di Gaza sudah pernah mereka shalat di dalamnya.

Usai shalat Jumat, para relawan selalu melanjutkan dengan shalat Ashar yang dijamak (digabungkan) dan qashar (diringkas). Apa yang mereka lakukan itu membuat jamaah masjid mengerumuni mereka dan memperhatikan.

Seusai shalat, para relawan dikerumuni jamaah dan dicecar pertanyaan-pertanyaan. Ternyata, mayoritas Muslim Gaza tidak mengerti tentang shalat jamak dan qashar.

Ketika para relawan mendapat banyak pertanyaan dari jamaah masjid, dan sebelum relawan ada yang menjawab, mufti di masjid tersebutlah yang menjawabnya.

“Merekalah (para relawan) yang benar,” kata salah satu mufti.

Bukhari menceritakan bahwa ada seorang Gaza bergelar “Doctor” yang menceritakan bahwa dirinya selalu menyampaikan tentang kebagusan shalat para relawan kepada orang-orang Gaza lain yang dijumpainya.

“Di sana tidak ada taklim-taklim seperti di Indonesia. Khutbah Jumat pun yang disampaikan selalu tentang jihad,” kata Bukhari kepada MediaIslamia.com.

Keempat, memegang kepala.

Di masyarakat Indonesia, memegang kepala orang lain adalah perbuatan yang dianggap tidak sopan, namun berbeda di Gaza.

Relawan asal Lampung lainnya, Syuhada Busyro Tosim, mengatakan bahwa di Gaza, memegang kepala adalah tanda cinta dan penghormatan. (HP/mediaislamia) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment