Mengerikan!, ini Karikatur 1964 Cara Licik Komunis Tipu NU, Waspada Jangan Terulang Kembali
Harian BERITA INDONESIA pada 20 Juni 1964 menampilkan KARIKATUR yang menggambarkan KELICIKAN PKI menyingkirkan LAWAN-LAWANNYA SATU DEMI SATU, dengan POLITIK ADU DOMBA, INTRIK dan INTIMIDASI.
Gambar karikatur ini kembali diposting akun fanpage NU Garis Lurus pada Kamis (13/7/2017) untuk kembali MENGINGAT SEJARAH DAN MEWASPADAI jangan sampai terulang kembali.
"Karikatur PKI tahun 1964. Setelah merangkul NU utk menendang lawan politiknya, akhirnya PKI menendang NU yang membuat marah seluruh pesantren di Nusantara. Skenario bisa saja diulang kembali?! Semoga Allah menggagalkannya..." tulis fp NU Garis Lurus.
Link: https://www.facebook.com/SelamatkanNU/photos/a.467428803396195.1073741826.467428066729602/970287599776977
Postingan ini mendapat tanggapan luas warganet.
"Sebenarnya,..saat ini memang sedang terulang kembali sejarah tsb, cuma saja kali ini tentu tdk segampang dulu, kenapa..? karena di dalam tubuh NU hanya segelintir yg telah hanyut dalam rekayasa makhluq entah itu PKI atau bukan, yang jelas generasi muda NU saat ini lebih cerdas dan berhati-hati mengikut elitnya,...lantas ada yg bertanya, apa anda punya bukti..? maka saya akan jawab dengan tegas, saya buktinya...!!! dari kakek nenek saya NU, bapak dan ibu NU, dan saya.. NU garis lurus," ujar Alkhalwaty Bakkah.
"Banyak yang tidak sadar para pemimpin NU dan warganya akan sejarah masa lalu yg bisa saja berulang dimasa sekarang," timpal Muhsinsyah Mukhtar.
"Mari waspada...umat islam haruslah bersatu...ingat sejarah...saat itu DN aidit menyatakan pro pancasila, ternyata sebaliknya...maka NU harusnya mawas diri dan mulai merapatkan barisan dgn ormas islam lain supaya tidak disusupi lagi seperti dulu...semoga," harap Adam Bishawa.
"Sejarah selalu terulang. Dan hari ini terjadi, ormas2 yg kritis dibubarkan sedangkan ormas yg loyal dngan pemerintah dzolim diajak kerja sama. NU pimpinan SAS," komen Abdillah Azzam Ristanto.
"PKI paling handal dalam menyusup.. Ingat sejarah sudah membuktikan!!! Presiden sokarno tk bisa berbuat apa2, masyumi bubar.. Bagi saudaraku yang tidur dalam buaian tentu tak dapat merasakan, tak peduli siapa orangnya dari presiden aparat maupun rakyat jelata, sedangkan orang yang selalu terjaga dari buaian maka tentu ia dapat merasakan gejala itu walaupun tanpa harus selalu ada bukti. Penyakit muncul itu didahului gejala bukan bukti, bukti muncul setelah ada gejala. Renungkan saudaraku..!!! Semoga kita jadi masyarakat waspada dan cerdas!!!" ujar Ali Imron.
Peringatan dari karikatur itu ternyata benar. Tak ada setahun dari diterbitkannya karikatur, PKI melakukan penyerangan terhadap kyai, santri dan pesantren.
Salah satunya yang dikenal dengan TRAGEDI KANIGORO pada 13 Januari 1965.
Masih lekat di ingatan Masdoeqi Moeslim peristiwa di Pondok Pesantren Al-Jauhar di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kediri, pada 13 Januari 1965. Kala itu, jarum jam baru menunjukkan pukul 04.30. Ia dan 127 peserta pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia sedang asyik membaca Al-Quran dan bersiap untuk salat subuh. Tiba-tiba sekitar seribu anggota PKI membawa berbagai senjata datang menyerbu. Sebagian massa PKI masuk masjid, mengambil Al-Quran dan memasukkannya ke karung. "Selanjutnya dilempar ke halaman masjid dan diinjak-injak," kata Masdoeqi saat ditemui Tempo di rumahnya di Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, pekan lalu.
Para peserta pelatihan digiring dan dikumpulkan di depan masjid. "Saya melihat semua panitia diikat dan ditempeli senjata," tutur Masdoeqi, yang kala itu masuk kepanitiaan pelatihan.
Dia menyaksikan massa PKI juga menyerang rumah Kiai Jauhari, pengasuh Pondok Pesantren Al-Jauhar dan adik ipar pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Makhrus Aly. Ayah Gus Maksum itu diseret dan ditendang ke luar rumah.
Selanjutnya, massa PKI mengikat dan menggiring 98 orang, termasuk Kiai Jauhari, ke markas kepolisian Kras dan menyerahkannya kepada polisi. Menurut Masdoeqi, di sepanjang perjalanan, sekelompok anggota PKI itu mencaci maki dan mengancam akan membunuh. Mereka mengatakan ingin menuntut balas atas kematian kader PKI di Madiun dan Jombang yang tewas dibunuh anggota NU sebulan sebelumnya. Akhir 1964, memang terjadi pembunuhan atas sejumlah kader PKI di Madiun dan Jombang. "Utang Jombang dan Madiun dibayar di sini saja," ujar Masdoeqi, menirukan teriakan salah satu anggota PKI yang menggiringnya.
Kejadian itu dikenal sebagai Tragedi Kanigoro pertama kalinya PKI melakukan penyerangan besar-besaran di Kediri. Sebelumnya, meski hubungan kelompok santri dan PKI tegang, tak pernah ada konflik terbuka.
Meski tak sampai ada korban jiwa, penyerbuan di Kanigoro menimbulkan trauma sekaligus kemarahan kalangan pesantren dan anggota Ansor Kediri, yang sebagian besar santri pesantren. Memang kala itu para santri belum bergerak membalas. Namun, seperti api dalam sekam, ketegangan antara PKI dan santri makin membara.
Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Idris Marzuki, mengakui atmosfer permusuhan antara santri dan PKI telah berlangsung jauh sebelum pembantaian. "Bila berpapasan, kami saling melotot dan menggertak," katanya. Kubu NU dan PKI juga sering unjuk kekuatan dalam setiap kegiatan publik. Misalnya ketika pawai memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus, rombongan PKI dan rombongan NU saling ejek bahkan sampai melibatkan simpatisan kedua kelompok. Kondisi itu semakin diperparah oleh penyerbuan PKI ke Kanigoro.
Link: https://m.tempo.co/read/news/2012/10/01/078432924/tragedi-kanigoro-pki-serang-pesantren
PKI akhirnya melakukan kudeta berdarah pada 30 September 1965 yang dikenal dengan G 30 S/PKI dimana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan.[pii/fatur]
0 komentar:
Post a Comment