Gabungan Ormas Menggugat Pidato Cornelis
Ratusan massa dari berbagai gabungan ormas menggelar aksi damai di Taman Digulist Untan Pontianak, pada Jumat (6/5) sore.
Aksi yang mereka lakukan tersebut untuk menggugat pidato Cornelis yang dinilai mereka sangat provokatif dan didalam pidato tersebut dirinya dengan jelas dan tegas mengaku sebagai provokator.
Ketua Persatuan Orang Melayu (POM) Kalimantan Barat, Agus Setiadi, menuturkan, didalam pidato yan dilakukan Cornelis, sudah jelas mengusik hati dan perasaan umat Islam.
“Beliau mengusir Ulama Habieb Rizieq dan Tengku Zulkarnaen serta FPI, dan itu dibuktikan beliau pada waktu kejadian kemarin di Bandara, dimana salah seorang Ulama dari Jakarta dipaksa pulang oleh aparat karena desakan dari Cornelis dan para pengikutnya,” papar dia.
Dengan adanya kejadian tersebut, Agus menyatakan rasa kekesalannya, mengapa hal seperti itu bisa terjadi yang menurutnya tindakan tersebut dinilai sangat inkonsitusional, intoleran, anti Bhineka, anti NKRI, dan Pancasila.
“Jadi kalau kita bicara Pancasila hari ini, maka apa yang dilakukan Cornelis dan Dewan Adat Dayak, serta yang lainnya, yang mengeluarkan pernyataan menolak itu adalah bentuk Intoleransi di Kalimatan Barat, dan ini sangat membakar perasaan kami orang Islam dan Melayu sangat merasa tersinggung dengan kejadian ini, oleh karena itu kami akan melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 20 Mei,” ujarnya.
Selain itu, nantinya mereka juga akan mengimbau kepada anggota Dewan untuk mulai menggulirkan mosi tidak percaya kepada Gubernur, jika itu tidak digulirkan, kata Agus jangan sampai nantinya mereka menduduki kantor DPRD.
“Kalau diduduki itu masih bagus, jangan sampai nanti ada massa kita anarkis, hancur terbakar kayak yang dilakukan Cornelis di Mempawah, pada waktu mendemo di Mempawah membakar kantor DPRD, kita tidak mau seperti itu terjadi,” terangnya.
Oleh karena itu, mereka berharap kepada aparat TNI dan Polri untuk berpikir sejuta kali untuk berpihak kepada Cornelis, tetapi berpihak kepada kebenaran dan keadilan.
“Tolong kami minta kepada aparat agar bertindak adil,” pintanya.
Namun dia juga mengingatkan jangan sampai nanti di daerah non Muslim ada mendengar orang Islam tertekan, terintimidasi, dianiaya, dan berharap agar aparat untuk mencegahnya.
Kemudian dia juga mengimbau nanti untuk acara gawai dayak tidak perlu adanya pawai dan mandau yang dibawa.
“Kami menolak itu, apalagi kami mendengarkan masyarakat banyak yang menolak gawai dayak karena Pontianak adalah Melayu, budaya Melayu tidak ada kampung Dayak di sini, karena itu kita juga meminta Dewan Adat Dayak memikirkan kembali pelaksanaan gawai, jangan sampai ini menimbulkan gesekan semakin berat, jadi silahkan pindahkan gawai ke tempat lain, mungkin itu lebih bijak, ini masukan yang dititipkan kepada kami dari masyarakat yang kesal dan kecewa atas tindakan yang kemarin,” urai dia.
Dari itu, mereka meminta Cornelis dalam waktu dekat untuk meminta maaf kepada umat Islam Kalbar agar menarik ucapannya agar tidak lagi memusuhi simbol Islam yang masih diakui di Negara ini.
“Kalau seandainya orasi Islam itu atau Ulama sudah ditetapkan MUI sebagai sesat silahkan dibenci, kami juga akan membenci, tetapi selama dari MUI belum ada mengeluarkan fatwa, mengeluarkan surat keputusan bahwa ini orasi ilegal, orasi sesat, atau Ulama sesat maka dia masih menjadi panutan orang Islam dan simbol orang Islam,” sebut dia.
Dia juga menanggapi terkait dipulangkannya dua orang Ulama yang terjadi di Bandara Supadio, menurut pihak keamanan sebagai tindakan diskresi untuk menjaga stabilitas keamanan di Kota Pontianak.
“Polisi ini kemakan gap, ini kan gap-gapan ceritanya 10.000 orang mau masuk kota Pontianak, tidak semudah itu, karena itu kami akan kirim 20.000 ribu orang nanti masuk ke Pontianak, aksi pawai keliling di rumah betang, rumah radank, Sutoyo, Tanjungpura, Gajahmada,” sambungnya.
Atas kejadian tersebut, dia juga menyesalkan tindakan aparat pada Jumat malam kemarin, yang menurutnya berlebihan dan tidak perlu ditakuti, seharusnya aparat dapat mendeteksi gerakan yang ada di daerah apakah benar atau tidak.
“Kami sudah mencari tahu di daerah, tidak ada itu mau turun ramai-ramai, ini semua permainan politikus oknum dayak, orasi oknum yang membesar-besarkan yang cuma mengegap, karena mereka mendukung Cornelis, jadi aparat seharusnya berpikir jernih dan mencari data rill, data yang benar, benar atau tidaknya ada pergerakan, nah kalau ada pergerakan kan bisa ditahan, sehingga apa yang dilakukan polisi, aparat ini sangat merugikan umat Islam,” aku dia.
Menurutnya, hal tersebut juga telah disampaikan oleh seseorang yang melakukan orasi, bahwa kejadian ini sudah talak dua, talak pertama kasus di Sintang 30 orang oknum dayak yang belum di tangkap, ini yang kedua.
“Jangan sampai terjadi yang ketiga kali, itu yang kita takutkan, kami ini orang Melayu sangat cinta damai, tidak ada orang Melayu yang suka berkelahi, dan tidak ada orang Melayu yang suka berperang, kita selalu bersabar, mengalah, tapi ada batasnya jangan kelewatan, apalagi ini soal agama yang sensitif bagi orang Melayu, menghina ormas Islam, mengusir Ulama, menyerang orang Islam sama juga menyerang orang Melayu,” jelasnya.
“Kami menegaskan juga, di dalam Melayu ada Dayak Islam, yang sudah menjadi Melayu, ada Bugis, banjar dan keturunan Dayak, jadi Melayu ini jangan dilokalisir Melayu asli jak, dan untuk oknum Dayak Kalbar ini memang mayoritasnya Dayak khatolik atau kristen, tapi kalau kita hitung dengan Kalimantan lain, Dayak itu Islam mayoritas, Banjar itu Dayak Islam mayoritas 95 persen, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah Dayaknya 75 persen Islam, Kalimantan Timur 85 persen, jadi jangan pikir bahwa Dayak agamanya Kristen, salah besar itu, inilah sejarah Mayoritas maka Agamanya adalah Islam,” pungkasnya.
(Maulidi/Muh)
0 komentar:
Post a Comment