Perlawanan Telah Dimulai dari Ranah Minang
Rencana pencabutan perda-perda syariat oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendapat perlawanan dari Ranah Minang. Mulai dari ulama dan umara menyatakan menolak pencabutan perda-perda syariat karena perda-perda itu digali berdasarkan prinsip hidup yang telah dipakai sebelum Indonesia merdeka.
“Di Ranah Minang, Pencabutan Perda yang berisikan petunjuk Syari’at seperti berjilbab dan lainnya berati menyentuh marwah orang Minangkabau yang telah memancangkan Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato Adat Mamakai (ABS-SBK-SMAM). Prinsip hidup itu telah dipakai sebelum Negara ini dimerdekakan,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat Buya Gusrizal Gazahar melalui akun Faceboknya, Rabu (15/6/2016).
“Karena itu, kebijakan pencabutan itu harus diabaikan bahkan harus dilawan!,” tegasnya.
Menurut pengasuh Al Nadwah li ‘Izzat al Islam ini, jika pencabutan perda syariat dipaksakan, maka pemerintah pusat menjadi penyebab kehancuran Indonesia.
Karenanya, ia menyeru para ulama untuk merapikan shaf menghadapai kemungkinan terburuk.
“Wahai para ulama dan umat Islam Minangkabau, rapikanlah shaf dan bersiap dirilah untuk menghadapi kemungkinan terburuk demi mempertahankan tegaknya marwah sebagai Umat dan sebagai orang Minang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Walikota Padang Mahyedi Ansharullah menantang Kemendagri untuk membuktikan jika ada Perda intoleran di Padang. (Baca: Walikota Padang Tantang Kemendagri Buktikan Ada Perda Intoleran)
Mahyeldi menegaskan, perda yang mewajibkan busana muslimah hanya berlaku bagi yang beragama Islam. Pun dengan Perda yang berisi kewajiban baca tulis Al Quran juga hanya berlaku bagi siswa muslim. Sedangkan Perda larangan Miras, perda itu dibuat untuk melindungi warganya.
Selain itu, sebelum Perda dikeluarkan, telah mendapat masukan dari berbagai pihak dan dikonsultasikan dengan pemerintah pusat melalui kemendagri sendiri. [Ibnu K/Bersamadakwah]
0 komentar:
Post a Comment