Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merilis telah membatalkan 3.143 peraturan yang selama ini dinilai bermasalah.
Rinciannya, 1.765 peraturan daerah (perda) pada tingkat provinsi, 1.276 perda tingkat kabupaten/kota dan 111 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
"Perlu dijelaskan, langkah ini diamanatkan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 251 ayat 1,2 dan 3. Disebutkan, Mendagri punya kewenangan membatalkan perda. Ini semua pertimbangan terutama yang terkait dengan konsistensi peraturan perundangan di atasnya. Lalu, indikator berikutnya kepentingan umum dan kesusilaan," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Yuswandi A Temanggung, Kamis (16/6).
Menurut Yuswandi, pembatalan dilakukan setelah Kemendagri berkoordinasi dengan daerah. Selain itu juga pembatalan dilakukan dengan sejumlah parameter. Antara lain, konsistensi ketentuan perundangan, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi. Kemudian tidak menghambat investasi, kepentingan umum dan pelayanan publik.
"Jadi parameter-parameter ini yang digunakan mulai dari proses evaluasi dan pembatalan perda," ujarnya.
Sementara itu Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, ada sedikit perbedaan tata cara pembatalan perda sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23/2004 dengan UU Nomor 23/2014.
Dalam UU 23/2004, Mendagri kata Sigit, hanya dapat membatalkan empat jenis perda. Masing-masing terkait pajak daerah, retribusi daerah, APBD dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW).
"Untuk perda lainnya, itu harus melalui judicial review. Sekarang dengan UU 23/2014, itu produk hukum kabupaten/kota dibatalkan oleh gubernur dan produk hukum provinsi dibatalkan Mendagri," ujarnya. seperti dilansir Jpnn
Menurut Sigit, apabila kepala daerah dalam hal ini gubernur tidak
membatalkan perda kabupaten/kota yang dinilai bermasalah, Mendagri tetap dapat melakukan pembatalan. Berdasarkan pertimbangan yang disebut dengan kewenangan executive review.
"Ketika kabupaten/kota tidak terima dengan pembatalan yang dilakukan gubernur terhadap suatu perda yang ada, boleh banding dalam waktu 15 hari ke Mendagri. Itu diatur di UU 23/2014," ujar Sigit.
Sebelumnya ramai diberitakan Jokowi telah menghapus perda bernuansa Islam karena diangap bermasalah.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Almuzzammil Yusuf menjelaskan, Pemerintah harus mempertimbangkan moralitas, norma, nilai agama, norma masyarakat daerah, dan kondisi generasi masa depan bangsa Indonesia apabila mencabut Perda.
Dia menegaskan pentingnya Pemerintah Pusat menghormati hak otonomi daerah bagi Pemerintahan Daerah dalam membentuk peraturan daerah yang dilindungi Konstitusi RI.
Lebih jauh lagi, Jokowi enggan mengindahkan mekanisme pencabutan perda yaitu harus melalui kajian terlebih dahulu. Dirinya ngotot mencabut perda sesegera mungkin karena menurutnya kalau menunggu dikaji, setahun bisa-bisa hanya 15 perda yang berhasil dimusnahkan.
Berikut adalah contoh-contoh perda yang telah dicabut Jokowi melalui Mendagri Tjahjo Kumolo, dari daerah berpenduduk muslim:
Himbauan berbusana muslim kepada kepala dinas pendidikan dan tenaga kerja.
Wajib bisa baca Al Qur'an bagi siswa dan calon pengantin.
Kewajiban memakai jilbab di Cianjur.
Pelarangan membuka restoran, warung, rombong dan sejenisnya di bulan ramadan. Makan dan minum atau merokok di tempat umum pada bulan ramadan.
Khatam Al Quran bagi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah.
Tata cara pemilihan kades, calon dan keluarganya bisa membaca Al Quran.
Kewajiban membaca Al Quran bagi PNS yang akan mengambil SK dan Kenaikan Pangkat. Begitu juga calon pengantin, calon siswa SMP dan SMU, dan bagi siswa yang akan mengambil ijazah.
Kewajiban memakai busana muslim (Jilbab) di Dompu.
Kewajiban mengembangkan budaya Islam (MTQ, qosidah, dll).
Sementara itu, tidak satu pun perda DKI yang disentuh. Jika ada demo dan unjuk rasa, sebesar apa pun itu, tidak ada saluran televisi yang menyiarkannya. Hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, bahkan pada jaman Orde Baru sekali pun. Betapa saat ini rakyat dikhianati oleh stasiun-stasiun televisi yang tidak transparan.
0 komentar:
Post a Comment