Syahganda: Kemenangan Prabowo-Hatta Menanti Pengumuman KPU
Kemenangan Capres/Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai pasangan nomor urut 1 dalam Pilpres 9 Juli 2014 lalu telah dirilis sejumlah lembaga survei dengan kisaran di atas 50 persen melalui data quick count (perhitungan cepat), mengalahkan perolehan suara Capres/Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla atau nomor urut 2 dengan perolehan suara di bawah 50 persen.
Sedangkan kelompok lembaga survei lain dengan metode quick count justru mengambil kesimpulan lebih awal untuk memenangkan Jokowi-JK yang bahkan diumumkan tergesa-gesa dan terkesan dipaksakan, sekaligus mengindikasikan pengabaian keberadaan resmi Komisi Pemilihan Umum yang bertugas menetapkan pemenang Pilpres sesungguhnya.
Menurut Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, klaim kemenangan Pilpres sepihak dari kubu Jokowi-JK yang terlalu dini berdasarkan mekanisme lembaga survei, tidak bisa dijadikan dasar hukum maupun rujukan utama bagi klaim kemenangan tersebut.
Pasalnya, perangkat quick count semata-mata merupakan alat guna memprediksi hasil suara sementara di luar fungsi KPU ke arah pemastian pasangan pemenang Pilpres.
"Jadi, tidak masuk akal menyatakan Jokowi-JK telah memenangi Pilpres, atas dasar adanya asumsi serta prediksi melalui data quick count yang masih belum dipastikan kebenarannya," ujar Syahganda di Jakarta, Jumat (11/7/2014) malam.
Ditambahkan, dengan menggunakan quick count yang kemudian dijadikan upaya psywar (perang urat syaraf) pihak Jokowi-JK dalam menetapkan pemenang Pilpres, padahal di satu sisi data lembaga survei yang berkiblat ke Jokowi-JK tergolong jauh dikategorikan matang, sehingga menjadi keharusan tim Prabowo-Hatta untuk mengumumkan ihwal kemenangan yang diraihnya saat hari bersamaan, Rabu (9/7/2014) usai pencoblosan suara Pilpres.
Syahganda mengatakan, lembaga survei untuk kepentingan Jokowi-JK seharusnya tidak terburu-buru menciptakan opini kemenangan yang seolah-olah final, apalagi cara yang ditempuhnya dapat dinilai tidak etis karena dibarengi motif tanpa keinginan menunggu pengumuman KPU selaku institusi paling berwenang menyangkut pelaksanaan Pilpres.
Lebih parah, lanjutnya, langkah yang dibangun kelompok lembaga survei versi Jokowi-JK itu kini membawa kebingungan di masyarakat luas. "Sebab, datanya kan memang masih lemah termasuk dengan kualifikasi yang bersifat sementara," tegasnya.
Sebaliknya, Syahganda mengagumi sikap kesatria Prabowo yang menegaskan memilih hasil Pilpres sesuai rekapituasi akhir berupa pengumuman yang dihasilkan KPU pada 22 Juli 2014 mendatang.
"Dengan demikian, perolehan kemenangan Prabowo-Hatta diserahkan sepenuhnya kepada wewenang KPU yang kredibilitas dan pengakuannya dijamin oleh perundang-undangan, bukan mendasarkan versi quick count yang telah membingungkan itu," jelasnya.
Disebutkan, sikap dewasa Prabowo untuk tunduk kepada aturan main dan dengan berpihak menanti keputusan lembaga KPU terhadap pemenang mutlak Pilpres, ternyata tidak diikuti niatan baik oleh Jokowi-JK ataupun para pendukungnya, dan sejauh ini hanya mengedepankan hasil quick count yang memenangkannya lewat Pilpres.
"Tentu, akan sulit sekali kalau kita tidak berorientasi dalam menempatkan KPU yang memiliki kekuatan konstitusional dan negara terkait penyelenggaraan Pilpres, khususnya dalam memutuskan mandat kemenangan di Pilpres ini," ungkapnya.
Sumber Berita: www.edisinews.com
0 komentar:
Post a Comment