Protes! Perlakuan Aparat Pada Mahasiswa Berbeda dengan Massa Pro Ahok
Aliansi Mahasiswa Dan Pemuda Untuk Keadilan memprotes tindakan serta perlakuan represif aparat Kepolisian terhadap aksi mahasiswa yang digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Rabu 24 Mei 2017, di depan Istana Negara.
"Kami Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Untuk Keadilan sangat menyayangkan dan mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan pihak Kepolisian dalam menghadapi aksi teman-teman mahasiswa KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) saat menyampaikan aspirasi Rabu kemarin (24/5)," kata Ketua Umum PB HMI kata Mulyadi P Tamsir, dalam konferensi pers pernyataan sikap Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Untuk Keadilan di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Jum'at (26/5).
PB HMI menilai perlakuan dan tindakan represif pihak Kepolisian itu telah menambah daftar panjang represifitas aparat dalam menghadapi penyampaian aspirasi mahasiswa di ruang publik.
"Aparat Kepolisian yang diharapkan telah mereformasi dirinya, justru menunjukkan wajah anti-demokrasi karena berulang kali melakukan tindakan sangat represif kepada Mahasiswa," ujar Mulyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Ketum PP KAMMI Kartika Nur Rakhman menjelaskan, bahwa aksi yang mereka lakukan mulai siang hingga sore hari itu berjalan damai, namun memasuki batas waktu akhir penyampaian aspirasi di ruang publik, para peserta aksi mahasiswa justru mendapatkan perlakuan kekerasan dari pihak Kepolisian, bahkan melukai salah seorang mahasiswa.
"Salah satu peserta aksi mahasiswa kami mengalami robek di bagian muka, sehingga harus dijahit dengan beberapa jahitan," ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, saat batas akhir waktu penyampaian aspirasi, para peserta aksi mahasiswa sudah bersiap untuk membubarkan diri sesuai arahan yang diberikan pihak Kepolisian.
"Sudah diberikan peringatan sejak setengah enam, dan kita tahu jam enam adalah batas akhirnya, tapi kita juga telah mempersiapkan setelah jam enam, kita hanya menyalakan lilin saja sambil foto-foto," terangnya.
Dia juga mengaku sudah dilobi oleh petugas Kepolisian untuk membubarkan diri, dan mengatakan hendak sholat maghrib terlebih dahulu dan kemudian akan bubar.
"Tapi rupanya langsung dipukul," ungkapnya.
Selain tindakan represif dan kekerasan yang dilakukan pihak Kepolisian, kata Kartika, petugas juga telah bersikap diskriminasi terhadap aksi mahasiswa di sekitar Jakarta Pusat tersebut.
"Kami melihat pada jarak 1 kilometer dari lokasi kami, ada juga aksi yang serupa dilakukan oleh sekumpulan orang, tetapi tidak ditindak," terang dia.
Menurutnya, sangat ironis aparat Kepolisian telah dengan sengaja berlaku diskriminatif, dimana aksi kelompok lain itu yang pada saat bersamaan dibiarkan dan berjalan lancar di depan Balaikota meskipun telah melewati pukul 18.00 WIB.
"Hal ini menyisakan ironi penegakan hukum di Indonesia dan ini adalah bukti bahwa Kepolisian gagal mereformasi dirinya dan kini menjelma menjadi Tirani baru yang meruntuhkan marwah dan supremasi hukum Indonesia," tuturnya.
Namun berbeda dengan massa dari pendukung terpidana penista agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berdemonstrasi tanpa mengenal waktu dan tidak dibubarkan paksa. Adapun pembubaran paksa dilakukan setelah banyak pihak mendesak dan menganggap aparat pro Ahok.
Untuk itu, organisasi mahasiswa dan kepemudaan yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Untuk Keadilan yang terdiri dari KAMMI, DPP IMM, PB HMI, PP GPll, Pemuda Muslimin, HIMA PERSIS, HIMA PUI, HIMMAH AL-WASLIYAH, dan Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia menyatakan sikap.
Mendesak Institusi Kepolisian menegakkan aturan dan memberikan sanksi yang tegas kepada aparat yang terlibat dalam tindakan represif kepada peserta unjuk rasa KAMMI pada Rabu 24 Mei 2017 dan mendesak Kepolisian menghentikan cara-cara Represif dalam menghadapi aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa maupun elemen masyarakat lainnya.
"Tidak boleh ada diskriminasi dalam penerapan aturan hukum, apalagi pengistimewaan kepada sekelompok massa tertentu," tegasnya.
"Kami juga akan melakukan langkah serta upaya hukum selanjutnya, yakni melaporkan kejadian tersebut kepada Komnas HAM, Kompolnas, Propam Polri dan Komisi III DPR RI," pungkasnya.
sumber : rmoljakarta
0 komentar:
Post a Comment