Saya Benci Ridwan Kamil
Tanggal3 Januari kemarin walikota Bandung, Ridwan Kamil memuat sebuah status di Fan Page Facebook-nya. Isinya mengajak warga Bandung untuk tidak sekadar piknik ke mall saja karena Bandung sekarang punya banyak taman yang juga layak untuk dijadikan tempat piknik, berkumpul bersama keluarga dan orang-orang terdekat.
Bah! Ajakan macam apa itu? Sadarkah dia kalau sekarang sudah 2015, tahun milenium kedua, tahun dimana modernisasi adalah raja dan ratu sekaligus. Sungguh kampungan mengajak warga untuk piknik ke taman seperti yang dilakukan bapak-ibu atau kakek-nenek kita dulu. Ridwan Kamil mungkin lupa kalau sekarang jaman dimana mall dan bangunan megah adalah satu-satunya tempat yang asyik untuk berakhir pekan.
Mungkin Ridwan Kamil harus jalan-jalan ke Makassar dan melihat langsung bagaimana kota ini benar-benar bertransformasi menjadi kota dunia. Walikota kami tidak butuh taman untuk membuat warganya nyaman, alih-alih taman walikota kami menganggap kalau mall yang ada sudah cukup untuk memanjakan kebutuhan piknik warganya. Kalau punya banyak mall, untuk apa taman?
Di lain waktu Ridwan Kamil juga mengupdate status mengajak warganya untuk bersepeda guna mengurangi beban lalu lintas dan tak lupa dia juga mengajak warganya untuk ikut dalam gerakan pungut sampah.
Ah, benar-benar walikota ketinggalan jaman! Untuk apa bersepeda di jaman ketika mobil dan motor adalah penanda kegemilangan materi seseorang? Kota kami sudah lupa dengan kebiasaan old school itu. Di kota kami, motor dan mobil adalah syarat utama untuk menunjukkan status sosial. Buat apa capek-capek mengayuh sepeda? Itu kebiasaan orang jaman dulu ketika mereka belum bisa beli motor atau mobil.
Lalu memungut sampah? Ah Ridwan Kamil memang menggelikan. Walikota kami sudah punya gerakan sendiri, dia memberinya nama LISA; Lihat Sampah Ambil. Walikota kami sudah meminta warganya untuk mengambil sampah dimanapun mereka melihatnya, soal mau dibuang kemana itu urusan lain. Iya, saya tahu kalau di beberapa sudut kota ini tempat sampahnya menghilang entah kemana, atau sampah menggunung tanpa sempat diangkat selama beberapa hari. Eh iya saya lupa, konon waktu peluncuran program LISA itu sampah-sampah juga bertebaran tepat sewaktu acara dibubarkan. Itu juga biasa, toh yang diharapkan memungut sampah adalah warga biasa, bukan PNS yang ikut acara peluncuran itu.
Ridwan Kamil ini memang walikota yang absurd, dia bukan politikus dan bukan pula selebritis. Dia hanya seorang arsitek yang suka berkebun, dan hanya dengan modal itu dia berani maju menjadi walikota dari sebuah kota sebesar dan seterkenal Bandung.
Lalu dia mulai bekerja dengan cara seperti seorang profesional, berinteraksi dengan warganya seperti layaknya manusia tanpa harus melewati beragam birokrasi. Saya sering melihat dia dengan banyolan-banyolannya di Twitter, menanggapi komplain dan protes warganya dengan santai dan manusiawi.
Buat saya itu menggelikan, bukan contoh seorang pemimpin. Pemimpin itu harus kaku, berjarak dan punya banyak aturan birokrasi. Lihat dong walikota kami, beliau punya akun Twitter juga, tapi beliau tetap jadi seorang pemimpin yang menolak untuk menggunakan akun Twitter sebagai sarana membangun komunikasi dan kedekatan dengan warga. Itu baru namanya pemimpin, untuk apa susah-susah membalas cuitan warga? Mereka hanya bikin susah saja.
Walikota kami juga lebih baik dari Ridwan Kamil, walikota kami pernah bilang kalau warga seharusnya menerima saja apa yang dilakukan oleh pemerintah kota karena toh di akhir masa jabatan pemerintah kota akan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan selama 5 tahun. Ini keren! Pemerintah kota tidak butuh sosialisasi program, tidak butuh diawasi dan dikawal oleh publik, mereka akan bertanggungjawab atas apa yang mereka lakukan selama 5 tahun. Memangnya Ridwan Kamil bisa seperti ini?
Walikota kami sedang mengawal Makassar menjadi kota dunia, di musim penghujan ini Makassar sudah menyerupai Venezia dengan genangan air di banyak tempat. Di jam sibuk Makassar juga sudah menyerupai kota New Delhi dengan banyak titik macet. Oh iya, di tengah malam Makassar juga sudah menyerupai Texas di abad 18, menyeramkan dengan ragam aksi geng motor. Memangnya Ridwan Kamil bisa seperti ini?
Walikota kami juga jauh lebih pandai membuat singkatan-singkatan, ada LISA (Lihat Sampah Ambil), LILUNG (Lihat Lurah Bermasalah Langsung Ganti), LONGGAR (Lorong Garden) dan banyak lagi. Pokoknya kota Makassar bisa diajukan ke Museum Rekor Indonesia sebagai kota dengan jumlah singkatan program terbanyak di Indonesia. Memangnya Ridwan Kamil bisa seperti ini?
Ah, Ridwan Kamil. Saya benci nama itu, dia hanya bisa kerja-kerja-dan kerja. Dia kebanyakan kerja sampai lupa kalau dia adalah walikota yang seharusnya kaku dan berjarak. Gara-gara dia walikota kami sering di-mention warganya, ditanya kapan bisa seperti Ridwan Kamil. Ah kasihan walikota Makassar, semua ini gara-gara Ridwan Kamil! Dan itulah kenapa saya benci Ridwan Kamil.
Karena Ridwan Kamil membuat walikota Makassar terlihat seperti anak kemarin sore. [dG]
Bagi saya justru walikota anda yang kaku dan tidak keren. Zaman sekarang pemimpin itu dituntut tahu keinginan warganya bukan hanya sekadar menyuruh saja, mungkin jika zaman dulu kekakuan itu yang populer tapi sekarang dengan pesatnya perkembangan teknologi, semua orang (warga) pasti memiliki pemimpin idaman melalui berbagai contoh yang mereka dapatkan di media, baik cetak maupun online.
ReplyDeleteBandung itu butuh walikota seperti Kang Emil, karena warga kota bandung termasuk warga yang "berisik" jika terdapat kesalahan pada birokrasi atau pemimpin mereka terlalu kaku. Saya bisa pastikan anda belum pernah berkunjung ke bandung, kan? anda belum tahu perubahan seperti apa yang telah Kang Emil lakukan, jika teman2 atau warga di sana menginginkan sesuatu seperti yg dilakukan Kang Emil, bagi saya itu wajar karena mereka tidak hanya mendengar atau melihat dari media saja, tetapi mungkin berasal dari teman atau sanak saudara mereka yang pernah atau berkunjung ke Bandung... saya sarankan anda untuk tengok ke google, lalu lihat para walikota yang berprestasi itu seperti apa, yang kaku, kah? atau yang dekat dengan masyarakat seperti Kang Emil, Bu Risma, atau seperti Pak Jokowi ketika menjadi walikota Surakarta.
Ini tulisan "berkebalikan". Sungguh banyak yg "membenci" kang emil. Benci, kenapa hanya Bandung. Kenapa tidak ada emil emil lain di kota lain... :')
Delete