Andai PKS Mencintai Jabatan
Hasil akhir politik biasanya hanya jabatan. Mungkin itu yang selama ini terrekam dalam alam sadar kita. Padahal politik bukan sekedar jabatan tetapi salah satu langkah untuk berkontribusi bagi kemaslahatan.
Posisi penting di partai biasanya berimbas pada jabatan publik yang akan diraih. Semakin tinggi poisi di partai maka akan semakin tinggi pula jabatan publik yang akan diraih. Namun apakah ini tercermin pada tubuh PKS.
Mari mencoba melihat soal gonta-ganti posisi jabatan ditubuh PKS dan pejabat publik di lingkaran PKS.
Begitu mudahnya LHI menanggalkan kursi sebagi presiden PKS dan kursi anggota DPR dengan penuh kerelaan. Bukan menunggu hasil keputusan sidang majlis syura PKS dulu, bukan pula menunggu hasil persidangan dulu untuk menentukan statusnya sebagai presiden partai dan anggota DPR. Namun pada saat tampil di publik dia langsung melengserkan diri tanpa ada yang melengserkannya.
Lihat pula Hidayat Nur Wahid, Nur Mahmudi Ismail, Siwono, Salim Segaf al-Jufri, Tifatul Sembirinag dan petinggi-petinggi partai lain yang menjadi pejabat publik. Ada sebuah budaya yang terlihat di panggung politik. Disaat seorang tokoh partai menduduki pejabat publik, biasanya dia langsung mengkonsolidasikan kekuatan di internal partai untuk mengokohkan dan menancapkan pengaruhnya hingga ke akar rumput, agar posisinya semakin kuat dan bargain posisionnya semakin tinggi diinternal partai.
Namun apa yang terjadi ? Tanpa diminta, tanpa dipaksa, tanpa menunggu keputusan dewan syariah mereka langsung mengundurkan diri posisi-posisi strateginya di partai. Bukan mengokohkan pengaruhnya tetapi malah mempersihalkan kader lain untuk mengisi posisinya di partai.
Ingat Shoibul Imam yang sekarang menjadi wakil ketua DPR dari PKS? Publik banyak tak tahu siapa dia. Publik tidak tahu posisi dia diinternal PKS. Dia hanya ketua bidang di PKS. Namun tiba-tiba karir politiknya melesat sebagai wakil ketua DPR. Tak ada friksi, tak ada kehebohan, tak ada gontok-gontokan diinternal PKS.
Ingat pula Anis Matta, semestinya dia menjadi sosok yang powerfull di PKS. Sebagai Presiden PKS juga sebagai wakil ketua DPR. Namun yang dilakukan dia menyerahkan posisinya ke Shoibul Iman, lalu dia fokus di partai saja.
Lihat pula pada bursa pencalonan presiden dari internal PKS, yang justru menguat justru pencalonan Ahmad Heryawan sebagai calon presiden. Sedangkan Anis Matta dan Hidayat Nur Wahid terlihat lebih cendrung mempersilahkan calon-calon internal lain untuk maju dalam bursa calon presiden.
Jabatan sangat terbatas, sedangkan berkontribusi tidak pernah terbatas. Itulah salah satu prinsip yang dipegang oleh para kader PKS.(Nasrulloh Mu)
0 komentar:
Post a Comment