Untuk Mesir: Dimana Peran Politik Mandiri-Bebas-Aktif Indonesia?



By: Nandang Burhanudin
*****

Baru nge-twit di twitter yang isinya himbauan kepada WNI di Mesir saja, Bapak SBY Presiden Indonesia sudah dimuat luas di harian el-yaum as-sabi'. Cek: http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=1181781

Saya membayangkan seperti sikap Pak Harto, terlepas dari segala kekurangannya, namun di ujung kekuasaannya Pak Harto masih bisa menunjukkan taji dengan mendatangi area konflik pembantaian di Bosnia Herzegovina.

Memperhatikan peran politik Indonesia di era Bapak SBY, ada inkonsistensi yang teramat kentara. Padahal pemerintahan SBY menganut azas politik Luar Negeri yang mandiri dan aktif, di antara maknanya adalah:

Pertama, Presiden Yudhoyono telah menambahkan perlunya pendekatan konstruktif dalam pelaksanaan kemerdekaan dan kebijakan luar negeri aktif.

Pola pendekatan konstruktif ini adalah: Indonesia didorong menunjukkan kemampuan untuk mengubah musuh menjadi teman, dan mengubah teman menjadi mitra. Konstruktivisme membantu Indonesia untuk menggunakan kemerdekaannya dan aktivisme menjadi pencipta perdamaian, membangun kepercayaan diri, pemecah masalah, dan pembangun jembatan (Yani, t.t).

Namun untuk kasus pembantaian di muslim di Myanmar, perang Saudara di Syiria, dan pembantaian demonstran damai di Mesir, peran politik mandiri-aktif-konstruktif ini tidak nampak. SBY cenderung labil, tidak mampu memerankan aksi solidaritas kemanusiaan yang sangat dielu-elukannya. Apakah ini ada kaitan doktrin, selama yang menjadi korban pembantaian adalah muslim, its ok? Atau politik mandiri-aktif-konstruktif itu tidak berlaku jika harus bertentangan dengan Paman Sam, AS?

Kedua, kebijakan luar negeri yang bebas aktif adalah semua tentang konektivitas.

Hal ini memaksa Indonesia untuk membangun hubungan yang aktif dan sehat dengan negara tetangga, dengan kekuasaan yang lebih besar, dengan wilayah di dunia, dengan lembaga internasional dan berbagai macam aktor non-negara.

Peran konektivitas pun sama sekali tidak dilakukan. Padahal dengan pengaruhnya sebagai pemimpin negara Muslim terbesar, Bapak SBY dapat menekan AS dan Barat, agar menekan junta militer As-Sisi untuk mengembalikan kekuasaan Presiden Moursi yang digulingkan. Bukankah Bapak SBY seorang kampiun demokrasi, yang mendapatkan banyak penghargaan di LN. Lalu mengapa untuk sekedar memberi tekanan kepada seorang jenderal yang kalap membantai rakyatnya, tidak berdaya?


Ketiga, kebijakan luar negeri bebas aktif harus memproyeksikan identitas internasional Indonesia.

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, populasi dunia Muslim terbesar, dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Identitas Indonesia tidak dikenal dunia, selain sebagai pengekspor TKW terbesar dan termurah di dunia. Peran Indonesia melalui jaringan diplomatiknya, nampak tidak signifikan di kancah International. Saya tidak ada maksud mengecilkan peran Menlu RI saat ini. Namun di era Bapak Hasan Wirayuda, peran Indonesia di lobi-lobi dunia nampak smart dan briliant.

Saya dan kebanyakan rakyat, tidak berharap Presiden Indonesia SBY bersikap seperti PM Turki Erdogan. Minilam 7 level di bawah Erdogan, yaitu hanya dengan mengeluarkan nota protes diplomatik atau berupa kutukan di pidato kenegaraan terhadap pembantaian muslim yang tengah shalat Shubuh, itu saya pikir sudah cukup. Namun sayang, Presiden SBY tidak mampu memberi kejelasan soal identitas Indonesia di mata dunia. Indonesia semakin dikenal dengan Negara Laa Syai'a (Bukan apa-apa), karena sikapnya yang abu-abu, tak jelas dan tak berujung.


Keempat, bebas aktif harus mencerminkan brand Indonesia dengan ciri nasionalisme yang terbuka, percaya diri, moderat, toleran, dan outward looking.

Brand nasionalisme ini harus menjadi akar internasionalisme Indonesia. Dengan cara ini, kebijakan Indonesia yang bebas dan aktif menjadi relevan baik bagi kepentingan nasional Indonesia maupun masyarakat internasional (Yani, t.t).

Sayang seribu kali sayang, brand-brand di atas hanya ada di tataran retorika, tidak di aksi nyata.

Entah berapa puluh kata lagi yang harus saya tulis. Namun saya yakin, selama Presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tidak mampu menjadi brand ambassador tentang Indonesia, maka saya semakin yakin; Bapak SBY hanya teruka, percaya diri, moderat, toleran, outward looking-nya sekedar di lagu dan saat menyanyi saja.

Lantas, apa yang dibanggakan dari kepemimpinan beberapa periode yang tidak terasa dampaknya bagi kesejahteraan rakyat di negeri sendiri dan tidak dianggap ada di LN? Selamat berpuasa Bapak SBY! DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar: