Kisah Keajaiban Baju Basah Di Aksi 212
Banyak keajaiban dalam Aksi 212. Tak terhitung kisah indahnya ukhuwah dalam rangkaian aksi yang diikuti jutaan umat Islam itu. Membuktikan bahwa negeri ini bertabur muslim-muslimah tulus, yang penuh cinta kepada sesama meskipun tak pernah kenal sebelumnya.
Salah satu kisah indah itu dialami oleh puluhan pemuda Gresik, Jawa Timur. Menggunakan bus, mereka menempuh 800 Km selama 22 jam.
Jum'at, 2 Desember 2016. Waktu belum genap jam tujuh. Namun, Monas sudah penuh. Puluhan pemuda itu hanya bisa menempati area sekitar Patung Kuda.
Dari lokasi yang berjarak 1 Km lebih itu, suara para ulama di panggung Aksi 212 tidak begitu jelas. Kadang terdengar, kadang lamat-lamat lalu tak bisa ditangkap. Namun gelombang semangat dari Monas dengan cepat mengalir ke sana. Takbir pun membahana, shalawat pun bergema.
Beruntung, sebelum Shalat Jumat speaker-speaker berfungsi dengan baik. Jamaah di sekitar patung kuda pun meleleh mendengar doa panjang imam dalam qunut nazilah. Hujan yang turun saat itu seakan tak terasa, tak mampu menandingi nikmatnya shalat Jumat jutaan umat.
Usai shalat Jumat, puluhan pemuda Gresik itu mengambil tasnya masing-masing. Dingin mulai terasa setelah menyadari seluruh pakaian di badan basah kuyup.
“Ya Allah... semua pakaian basah.” Tas mereka terkena air meskipun atasnya ditutup plastik.
“Di sini nggak ada yang jualan baju.”
Duduk kedinginan di dalam bus tentu belum seberapa jika dibandingkan dengan ribuan santri Ciamis yang berjalan kaki selama tiga hari. Terkadang terguyur hujan dan terkadang tersengat panasnya matahari.
“Nggak apa-apa baju basah”
Namun ikhtiar perlu dijalankan. Pemimpin rombongan kemudian masuk ke kampung terdekat, barangkali ada toko baju.
“Ada apa Nak?” tanya seorang ibu.
“Baju kami basah semua, Bu. Apakah di sini ada toko baju atau mungkin ada baju-baju bekas yang bisa kami beli?”
“Di sini nggak ada toko. Tunggu sebentar ya.”
Tak lama kemudian, wanita itu kembali dengan puluhan baju dan sarung.
“Ini Nak, ambillah”
“Berapa, Bu?”
“Nggak usah bayar, itu semua gratis. Kebetulan punya suami yang baru meninggal 40 hari ini.”
Meskipun “memaksa” membayar, ibu itu tidak mau menerima. Akhirnya sebelum pergi, Rofiq memberikan sejumlah uang kepada anak ibu baik hati itu. [Muchlisin BK/Tarbiyah.net]
*Seperti diceritakan Suryo Purnomo
0 komentar:
Post a Comment