Islamofobia Meningkat, Erdogan Peringatkan Eropa
Turki tidak akan menunggu "pintu" Eropa lagi, serta siap menarik diri dari perundingan aksesi Uni Eropa jika Islamofobia dan sikap permusuhan dari negara anggota perhimpunan itu kian meningkat, ungkap Presiden Turki Tayyip Erdogan, Selasa (25/4).
Erdogan mengatakan, keputusan badan HAM Eropa yang kembali mengawasi Turki "sepenuhnya bersifat politis".
Majelis Parlemen Dewan Konsesi di Strasbourg mengatakan pihaknya kembali menempatkan Turki dalam pengawasan.
Mereka menyatakan khawatir atas tindakan keras pemerintah Erdogan terhadap perbedaan pendapat, terutama pasca kudeta gagal tahun lalu.
Majelis itu juga beralasan dengan kekhawatiran terhadap penguatan kekuasaan Erdogan pasca kemenangan dalam referendum amandemen konstitusi.
Sebelumnya, hubungan Turki dan UE semakin memburuk jelang referendum.
Turki menyebut Jerman dan Belanda bertindak seperti Nazi karena melarang kampanye atau aksi demonstrasi dari para pendukungnya di sana.
Erdogan juga menyinggung isu Islamofobia di Eropa, ditambah permintaan keanggotaan Turki yang terus diulur.
"Di Eropa, keadaan Islamofobia menjadi sangat serius. UE menutup pintu bagi Turki, tapi Turki tidak menutup pintunya pada siapapun", ujar Erdogan.
Perjanjian Ankara 1963 memuat tujuan jangka panjang Turki untuk masuk sebagai anggota.
"Jika mereka tidak bertindak tulus, kita harus mencari jalan keluar. Mengapa harus menunggu lebih lama lagi? Ini sudah 54 tahun", katanya.
Sementara itu, anggota parlemen UE akan mendiskusikan hubungan dengan Turki Rabu ini. Para menteri luar negeri perhimpunan tersebut pun membahas isu serupa Jum'at nanti.
Erdogan mengatakan akan mengawasi dengan seksama perkembangan yang terjadi.
"Saya sangat ingin tahu bagaimana UE akan bertindak", katanya.
Meski demikian, Turki masih berkomitmen melakukan negosiasi.
Erdogan mengingatkan, politisi sayap kanan Perancis, Marine Le Pen, juga mengancam akan membawa negaranya keluar dari UE.
"Satu atau dua negara tidak dapat mempertahankan UE tetap hidup. Anda memerlukan sebuah negara seperti Turki, negara yang melambangkan nilai berbeda. Namun, negara anggota UE tampaknya tidak menyadari fakta ini. Mereka merasa sangat sulit menyerap negara Muslim seperti Turki", tutur Erdogan.
Menurutnya, Eropa tidak menghargai peran Turki dalam membendung aliran pengungsi dari negara Suriah dan Irak akibat konflik.
Beban besar ditanggung Turki dan negara-negara lain di wilayah sekitar, termasuk Lebanon dan Yordania. (Reuters)
0 komentar:
Post a Comment