MPR: Syarat Jadi Presiden Perlu Dikembalikan ke UUD 1945
JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan, ada baiknya persyaratan untuk menjadi presiden Republik Indonesia harus dikembalikan ke persyaratan sebelum adanya perubahan UUD Tahun 1945, yaitu harus orang Indonesia asli. Hal ini ditegaskan Mahyudin usai menghadiri sosialisasi empat pilar MPR RI di Bumi Tambun Bungai, Palangkaraya, Kamis (27/4).
Orang Indonesia asli itu, kata dia, bisa orang Ambon, Papua, dan lainnya. Dan, yang jelas bukan orang Indonesia keturunan. Hal itu, menurut Mahyudin, karena amandemen yang lalu itu sudah kebablasan, melebar ke mana-mana.
"Karena amanademen yang lalu itu, pengamatan saya, lebih kebablasan dari kesepakatan setelah reformasi," ujarnya kepada saat berbincang santai dengan wartawan.
Mestinya, menurut tokoh nasional asal Kalimantan Timur ini, perubahan UUD 1945 itu hanya terbatas pembatasan masa jabatan presiden, memasukkan pasal-pasal tentang hak-hak asasi manusia, dan bertujuan untuk memberantas korupsi. Tapi, kata dia, nyatanya amandemen UUD Tahun 1945 sekali dalam empat tahap 1999 sampai 2002 itu melebar ke mana-kemana.
Termasuk persyaratan untuk menjadi presiden pun ikut diubah, dengan menghilangkan kata orang Indonesia asli. Jadi, kata dia, terlalu liberal dan terlalu terbuka. Kata asli ini juga harus dibajarkan, yang asli bukan dari campuran bangsa lain tapi dari suku-suku di Indonesia.
Bila tidak diatur seperti itu akan membahayakan bangsa indonesia saat ini. Untuk itu, Mahyudin setuju kalau kata orang Indonesia asli dikembalikan menjadi persyaratan untuk presiden di dalam UUD NKRI Tahun 1945. Kalau tidak ada persyaratan itu orang keturunan Prancis bisa saja menjadi presiden Republik Indonesia.
"Bisa saja orang yang rambutnya pirang jadi presiden Republik Indonesia," katanya.
Tapi, ia mengingatkan bahwa yang diatur dalam UUD 1945 adalah orang Indonesia asli untuk presiden RI, bukan kepala daerah. Jadi untuk kepala daerah bisa saja semua warga negara Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment