Korban-korban pembantaian oleh militer Mesir terus saja berjatuhan. Entah sampai kapan mereka membantai rakyatnya sendiri atas nama penyelamatan Negri.
Negri-negri penyokong hak asasi manusia dan tempat lahirnya gelora hak asasi manusia pun, sepertinya tidak berkeinginan untuk menghentikannya.
Rakyat Mesir sepertinya harus berjuang sendiri menghadapi militer Mesir hingga sang Jendral bosan untuk membunuh rakyatnya sendiri. Hingga Mesir menjadi lautan darah, seperti Firaun yang telah membunuh 600 ribu bayi laki-laki Mesir demi mengokohkan kekuasaannya.
Walau militer membumihangsukan dengan moncong senjata, gas air mata hingga gas beracun, namun rakyat Mesir tetap melawan dengan diam penuh tenang.
Kapan militer akan menyelesaikan pembantaian ini ?
Hingga nurani para militer tersentuh melihat darah yang mengalir. Hingga nurani para jendral terusik dengan bergelimpangannya mayat rakyatnya sendiri.
Hingga seluruh anak-anak mesir merintih dan seluruh wanita Mesir menjerit kehilangan orang tua dan keluarga mereka. Hingga orang tua Mesir tersayat-sayat kehilangan anak-anaknya.
Rakyat yang tulus harus melawan militer yang kejam. Saat rakyat bergelimpangan menjadi mayat, mayat rakyat mesir masih bisa tersenyum.
Brondongan kekejian para pembantai militer dibalas oleh rakyat Mesir dengan senyuman ketenangan disaat wafat. Senyuman mereka bertanda bahwa arwah mereka bukanlah arwah penasaran yang penuh dendam dengan militer.
Tetapi arwah yang penuh keikhlasan dalam memperbaiki kondisi Mesir agar tidak kembali ke rezim militer yang diktator dan kejam
Rakyat yang penuh ketulusan harus menghadapi kekejaman militer yang tak bernurani. Alangkah ruginya Mesir, bila terus kehilangan dan membantai rakyatnya yang tulus dalam membangun negrinya.
Oleh : Nasrullah Mu/Kompasiana
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment