By: Nandang BUrhanudin
******
Dua periode berkuasa, nampaknya tak ada prestasi melegenda dari Pak SBY, selain semakin mengguritanya korupsi, ambivalensi aparat hukum, carut marut birokrasi, dan harga-harga yang tinggi tinggi sekali.
Banyak yang bertanya, jika Pak Harto dulu mengejar stabilitas keamanan dengan stabulitas moneter dan ekonomi, maka kondisi yang stabil tidak lantas membuat Pak SBY menuai stabilitas ekonomi. Tengoklah dollar yang terjun tanpa payung hingga menyentuh Rp. 12,300 per dollar AS. Lalu bandingkan sikap Pak Harto dengan Pak SBY. Kita akan menemukan satu kata berbeda. Pak Harto akan mengatakan, "Saya perintahkan." Pak SBY mengatakan, "Saya menghimbau...."
Satu hal yang membuat Pak SBY tenteram adalah kondisi rakyat yang sudah kelelahan bergonta-ganti Presiden, dimana penggantinya menampilkan raport yang sama jeleknya dari presiden sebelumnya. Mentakitas rakyat yang pasrah, nremo, sumerah ini tentu angin segar bagi episode kesewenangan yang tak ada matinya. Pak SBY pun tahu, sekacau apapun gaya kepemimpinannya, ia tetap tak akan tersentuh pengadilan separah Presiden PKS. Ibarat pilot, ia tak pedulikan lagi model landing. Bagi diri Pak SBY adalah yang penting mengakhiri kekuasan, titik.
Jika di TIMTENG, model Pak SBY mirip Presiden seumur hidup Palestina, Mahmoud Abbas. Kendati banyak perbedaan, namun dari segi gaya kepemimpinan sama. Yaitu sama-sama cari aman dan sebisa mungkin tak tersentuh kritik. Mahmoud Abbas tak lagi peduli, wilayah Palestina tahun 1967 habis, atau otoritas Palestina hanya ssebatas penguasa de jure, karwna seluruh sendi ekonomi, budaya, dan pertahanan sudah didikte Israel. Di Indonesia pun sama, semua didikte mafia-mafia yang terintegrasi dengan Singapore.
Selamat jalan Pak SBY, ada sisa 6 bulan lagi. Semoga ada kebijakan yang fenomenal agar Bapak bisa husnul khatimah.
0 komentar:
Post a Comment