Salah Kaprah Mengenai Bulan Suro
Bulan Muharram atau yang dikenal oleh masyarakat jawa dengan bulan Suro adalah salah satu bulan yang mulia dalam pandangan syariat Islam karena merupakan salah satu dari 4 bulan haram yang mulia.
Namun banyak anggapan yang salah kaprah yang beredar di masyarakat terhadap bulan ini, banyak yang menganggap bahwa bulan Suro adalah bulan sial, penuh marabahaya, dan dilarang melaksanakan hajatan pada bulan ini.
Anggapan semacam ini merupakan kesalahan yang fatal dalam keimanan seseorang, karena hal ini bisa menghantarkan orang yang meyakininya kepada syirik kecil bahkan syirik besar yang mengeluarkannya dari Islam, Na'udzubillah min dzalik.
Menganggap sial sebuah hari, bulan atau tahun merupakan bentuk dari mencela waktu (sabbu ad-dahr) yang mana hal ini merupakan sebuah kemaksiatan karena merupakan bentuk celaan kepada penguasa waktu yaitu Allah 'azza wa jalla.
Dalam shohih Muslim, dibawakan Bab dengan judul "larangan mencela waktu (sabbu ad-dahr)". Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, ’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” [HR. Muslim]
An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim (7/419) mengatakan bahwa orang Arab dahulu biasanya mencela masa (waktu) ketika tertimpa berbagai macam musibah seperti kematian, kepikunan, hilang (rusak)-nya harta dan lain sebagainya sehingga mereka mengucapkan "Ya khoybah dahr" (ungkapan mencela waktu, pen) dan ucapan celaan lainnya yang ditujukan kepada waktu.
Dari pemaparan ini, jelaslah bagi kita bahwa mencela waktu adalah sesuatu yang telarang. Kenapa demikian? Karena Allah sendiri mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan malam. Apabila seseorang mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan sial atau bulan ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela Allah yang menguasai waktu.
Menganggap sial karena sesuatu termasuk waktu adalah bentuk dari thatoyyur yang merupakan salah satu bentuk kesyirikan. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Thatoyyur (beranggapan sial) adalah kesyirikan, Thatoyyur (beranggapan sial) adalah kesyirikan," beliau menyebutkan tiga kali kemudian bersabda: "Tidak ada di antara kita yang selama dari thatoyyur, dan cara menghilangkannya adalah dengan bertawakkal" [HR. Abu Daud, disohihkan Al-Albani dalam Silsilah As-Shohihah no. 429]
Sebagai orang yang beriman seharusnya kita menganggap setiap musibah dan kesialan yang menimpa adalah sebuah takdir dan ketentuan dari Alla 'azza wa jalla yang maha bijaksana dan maha mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, bukan karena waktu, orang, tempat atau hewan tertentu. (ib)
0 komentar:
Post a Comment