Mukjizat Kesembuhan Dengan Ibadah
Maaf saya pinjam kalimat ‘mukjizat’. Saya tidak sedang bermaksud mengatakan bahwa ini adalah peristiwa nubuwwah. Tetapi kisah ini benar-benar berbekas dalam diri saya. Kisah ini benar-benar membungkam (Yukjizu) orang-orang yang mengingkari keajaiban-keajaiban yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya yang ta’at.
Saya katakan mu’jizat, karena ini di luar nalar dunia medis. Tidak bisa ditakar dengan dunia medis. Bukan juga hasil rekayasa dukun, budak setan.
Ia cerita tentang keajaiban tanpa perawatan medis, tentang kesedihan seorang hamba yang ‘curhat’ kepada Robbnya dalam munajatnya di hampir setiap malam di pertiga akhirnya. Ya, beliau rutin memohon kemurahan Allah untuk menyembuhkan kondisinya di tiap tahajjudnya.
Cerita ini saya dapatkan saat safari dakwah di Bali dan NTB, september lalu. Tepatnya di pulau bali, di sebuah rumah keluarga yang sangat peduli terhadap dakwah Islam, yang memiliki cita-cita mengabdikan diri dan anak keturunannya kepada Allah SWT. -Semoga Allah memberkahi keluarga ini-
Kejadian itu di sore hari, bakda ashar. Saya diminta untuk mengisi kajian ummahat (ibu-ibu), di rumah keluarga yang pemiliknya sangat sederhana penampilannya. Pak, Y, itulah inisial pemilik rumah di kawasan perumahan elit, Bali ini.
Tempat kajiannya di lantai rumah bagian atas. Sebuah tempat yang memang, menurut cerita pemiliknya, didesain untuk pengajian, dan diskusi-diskusi keummatan. Sound sytem sederhana memang telah tersedia di ruangan ini, berikut meja kecil untuk pembicara.
Tema yang saya angkat saat itu adalah The Mericle of Ibadah (keajaiban Ibadah). Tema ini, sebenarnya terinspirasi dari beberapa tulisan saya di rubrik Oase Imani, majalah An-Najah beberapa bulan lalu. Banyak keajaiban ibadah, seperti sedekah, istighfar, qiyamullail, maupun puasa yang telah saya nukil di tulisan-tulisan dalam Oase tersebut.
Kini, di pengajian ini, saya hendak menceritakan ulang kisah-kisah tersebut di hadapan ummahat. Untuk memotivasi diri saya khususnya, dan tentunya para ummahat peserta kajian juga, untuk semakin terpacu dalam bertaqarrub kepada Allah SWT.
Diantara kisah yang sampaikan, tentang imam tabi’in, murid para istri Rasulullah SAW, dan tabi’in yang utama dari kota Bashrah. Yaitu, imam al-Hasan al-Bashri. Kisah ini diabadikan oleh Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya.
Berikut kisahnya;
“Suatu ketika,” Ibnu Shubaih, murid al-Hasan al-Bashri berkisah, “seseorang datang kepada imam al-Hasan, ia mengeluhkan musim paceklik yang menimpa kampungnya, lalu imam berkata, ‘Beristighfarlah, (mohonlah ampunan kepada Allah SWT),’ kemudian seseorang lagi mengeluhkan kemiskinan yang menimpanya, imam pun menjawab, “Beristighfarlah, (mohonlah ampunan kepada Allah SWT),” Ada lagi yang meminta beliau, “Berdo’alah kepada Allah, agar aku dikaruniai anak.” Sang imam menasehatinya, “Beristighfarlah, (mohonlah ampunan kepada Allah SWT),” Ada lagi laki-laki yang keempat mengeluhkan kekeringan yang menimpa kebunnya, dan sang imam pun menjawab, “Beristigfarlah kepada Allah.”
“Kami,” lanjut Ibnu Shubaih, “terheran-heran, kami pun menanyakan beliau. Lalu beliau menjawab, ‘Ini bukan ideku, tetapi ini adalah titah Allah SWT dalam surat Nuuh,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Robbmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Qs. Nuuh; 10-13).
Dan masih banyak kisah lain yang saya ceritakan di majlis ini, termasuk pengalaman pribada saya. Yaitu, suatu ketika jauh-jauh hari dijadwalkan untuk mengisi kajian umum di Haurgelis, sebuah kecamatan di Indramayu, Jawa Barat.
Beberapa hari sebelum hari H, saya membeli tiket bus malam ke daerah tersebut. Namun, Allah menghendaki lain, menjelang malam keberangkatan, saya mendapat cobaan sakit diare dan sakit perut yang sangat dahsyat. Sementara undangan kajian telah tersebar. Tidak mungkin dibatalkan.
Istri pun menyiapkan obat-obatan yang perlu saya bawa. Dan bis malampun berjalan, sementara perut saya sakit melilit, ditambah lagi, sejak pagi tidak bisa makanan sedikitpun. Hanya air yang masuk, itu pun setengah dipaksa.
Makan lama yang disediakan oleh kru bis tidak saya sentuh. Saya pun teringat keajaiban istighfar. Dan saya beristighfar hingga mata terlelap. Dan sampailah ke tempat persitirahatan. Ketika saya bangun, keringat hangat keluar dari badan, badan terasa enteng, tidak ada lagi sakit perut. Dan Alhamdulillah perjalanan selanjutnya, hingga balik ke Solo, lancar dan sehat selalu.
Seusai saya mengisi kajian, kesempatan bertanya dan testimony pengalaman spiritual pun saya buka. Ada beberapa pertanyaan yang disampaikan oleh ibu-ibu peserta kajian ini. Namun, cerita seorang ibu paruh baya yang paling saya ingat.
“Maaf saya tidak ingin pamer tadz,” tuturnya memulai kisah, “Saya ingin berbagi saja, dulu saya pernah diuji oleh Allah SWT dengan penyakit aneh, sebuah benjolan daging tumbung mengembang di dekat kelopak mata saya. Sampai saya kesulitan untuk melihat, dan khawatir benjolan itu masuk ke dalam mata.”
“Sudah berapa dokter spesialis yang saya kunjungi.” Lanjut ibu itu, “namun tanda-tanda kesembuhan belum jua kunjung datang. Sampai suatu ketika saya berkunjung ke tempat salah seorang ustadz yang soleh. Di rumah beliau, saya sempat memegang sebuah buku, yang saya sendiri lupa judulnya. Dalam lembaran-lembaran akhir buku tersebut, dijelaskan mukjizat kesembuhan dengan shalat tahajjud dan do’a.”
“Untuk meyakinkan diri, saya bertanya kepada ustadz tersebut, tentang yang baru saya baca.” Tutur ibu lebih lanjut, “Beliau pun menyarankan saya, untuk banyak tahajjud di 1/3 malam dan meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Sejak saat itu, saya tidak pernah meninggalkan tahajjud dan do’a. Hingga suatu saat, keluarga memutuskan untuk membawa saya operasi di Surabaya. Setiba di kota itu, kami menginap di rumah keluarga. Sebagaimana biasanya, saya bangun untuk tahajjud, selesai tahajjud saya pun berdo’a meminta kesembuhan kepada Allah SWT, sementara benjolan, saat itu, terasa besar dan mempayahkan saya. Karena mata sangat ngantuk, saya memejamkan mata untuk menunggu subuh datang. Sambil menyiapkan fisik untuk operasi esok harinya.”
“Sungguh ajaib tadz,” Seru ibu tersebut dengan semangat, disaksikan oleh ibu-ibu lainnya, “Ketika saya wudhu untuk shalat subuh. Saya merasakan muka saya lembut, tidak ada benjolan seperti sebelumnya. Hati saya berdetak kencang, untuk memastikan saya, melihat ke cermin, dan subhanallah ternyata benjolan tersebut hilang, sirna tidak tersisa apapun,. Kulit muka saya seperti tidak pernah terkena benjolan, iya benjolan itu tidak berbekas sedikitpun.” Tutur ibu itu mengakhiri ceritanya.
Nah, demikian keajaiban ibadah yang terjadi. Mereka telah membuktikannya. Apakah saudara, termotivasi untuk membuktikannya? Silahkan!!, yang jelas, segala sesuatu dari Allah SWT dan atas izin Allah. Selamat membuktikan keajaiban ibadah!!* (MIM/Akrom Syahid/annajah)
Iklannya tlong dirapikan admin... karna sangat mengganggu... banyak skali iklan yg tdak ssuai tmptnya
ReplyDelete