Kalau Esemka adalah Foday, Jokowi Harus Mundur
Cara berpikir Gubernur Jokowi yang calon presiden Indonesia dari koalisi PDIP itu memang betul-betul kacau. Dalam debat para calon presiden di KPU 9 Juni lalu, ia menyebutkan Lurah Susan sebagai simbol penegakan Bhinneka Tunggal Ika. Dan Bhinneka Tunggal Ika itu (beragam tapi bersatu) sudah final, tak dapat digugat lagi.
"Kami mengangkat Lurah Susan di Lenteng Agung melalui seleksi dan promosi terbuka, baik kompetensi dan manajemen leadership, administrasi. Namun, ada yang mendemo agar dia diganti karena mayoritas berbeda dengan lurah itu. Saya sampaikan itu sudah final sehingga tak mengganggu keputusan kami," kata Jokowi.
Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli yang dimaksud Jokowi, adalah seorang wanita beragama Kristen. Sementara kawasan Lenteng Agung yang dipimpinnya mayoritas berpenduduk Islam. Maka Susan dianggap Jokowi sebagai contoh positif penerapan Bhinneka Tunggal Ika. Susan di mata Jokowi menjadi sosok representatif dari upaya penegakan pluralisme berbangsa dan bernegara kesatuan Republik Indonesia.
Sepintas pemikiran Jokowi ini dianggap gagah. Tapi coba dibalik. Bisakah seorang Muslim menjadi Gubernur Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, atau Bali, atau provinsi lainnya yang berpenduduk mayoritas non-Muslim? Mungkinkah seorang Islam menjadi Bupati Tapanuli Utara, Minahasa, atau kabupaten lainnya di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Kristen? Bolehkah kelurahan di Kota Tarutung, Sumatera Utara, yang dihuni penduduk Kristen dipimpin seorang lurah Muslim?
Jawabannya pasti tidak. Pemimpin sebaiknya adalah representasi rakyat yang dipimpinnya. Jadi adalah tak mungkin New York dipimpin seorang Gubernur Muslim hanya karena imigran Timur Tengah dan Afrika belakangan ini cukup banyak di Amerika Serikat. Tak mungkin pula Walikota London seorang Arab hanya karena di sana banyak imigran asal Timur Tengah.
Sekali lagi, itu pasti tak mungkin. Jadi jalan pemikiran Gubernur Jokowi itu jelas kacau ketika mengangkat Lurah Susan yang Kristen di tengah rakyatnya yang Muslim di Lenteng Agung. Wajar kalau pengangkatan Lurah Susan ditantang rakyatnya. Dia tetap bertahan menjadi Lurah hanya karena sikap ngotot dan ‘’tangan besi’’ Gubernur Jokowi.
Kasus Lenteng Agung menjadi bukti konkret bahwa Jokowi bukanlah seorang pemimpin yang memperhatikan aspirasi rakyatnya – sebagaimana digembar-gemborkan selama ini. Betul bahwa Jokowi sering blusukan menemui rakyat. Tapi itu bukanlah untuk tujuan mendengarkan langsung aspirasi rakyat. Melainkan untuk keperluan membangun citra dirinya sebagai seorang gubernur yang merakyat, seolah-olah aspiratif terhadap suara rakyat kecil. Karena itulah setiap blusukan Jokowi tak pernah lupa membawa segerobak wartawan untuk mempublikasikannya.
Kemudian semua kerepotan ini dibiayai APBD Pemda DKI Jakarta. Dengan kata lain, selama ini Jokowi mempromosikan dirinya (kemudian terbukti itu semua guna mencalon sebagai Presiden) dengan biaya gratis. Jokowi tak perlu membayar reklame di koran atau televisi, sebagaimana para kandidat yang bersiap mencalonkan diri sebagai Presiden seperti Aburizal Bakrie, Wiranto, atau Prabowo Subianto.
Jokowi memang ‘’hebat’’. Nama Walikota Solo ini mulai dikenal di Jakarta, ketika awal 2012, mobil Esemka muncul di Ibukota. Mobil ini disetir (katanya) dari Solo oleh Wakil Walikota FX Hadi Rudyatmo. Langsung saja Jakarta digegerkan oleh mobil yang katanya dibuat para pelajar SMK 2 (Sekolah Menengah Kejuruan) Solo.
Jadi nama Esemka (SMK) diambil dari sekolah itu. Pemberitaan koran, majalah, media online, dan terutama televisi, membuat masyarakat jadi demam mobil Esemka dan Jokowi, Walikota yang berada di belakang proyek yang membanggakan ini.
Ratusan orang sudah mendaftarkan diri sebagai pembeli mobil yang katanya buatan Indonesia itu. Dari sinilah nama Ir. Joko Widodo alias Jokowi meroket dan terkenal, sebagai tokoh di belakang pembuatan mobil ini. Lalu Pemda Surakarta diberitakan membeli 2 mobil Esemka untuk digunakan Walikota Jokowi dan wakilnya FX Hadi Rudyatmo. Harga mobil Rp 95 juta, cukup murah. Yang lebih penting mobil itu buatan siswa SMK sehingga membanggakan orang Indonesia.
Maka mobil Esemka pun melambungkan nama Jokowi. Akibatnya dia dicalonkan sebagai Gubernur Jakarta oleh PDIP dan Gerindra. Dia terpilih. Belum cukup. Jokowi pun kemudian dicalonkan PDIP, Nasdem, dan PKB sebagai Presiden Republik Indonesia.
JANGAN SAMPAI ADA DUSTA BESAR
Inilah untuk pertama kalinya di Indonesia, bekas walikota sebuah kota kecil dicalonkan menjadi Presiden. Sebelum ini, ada SBY yang sebelum menjadi calon Presiden adalah seorang menteri dan pejabat tinggi TNI. Megawati yang digantikan SBY adalah pemimpin nasional partai politik PDIP. Sebelumnya, B.J.Habibie, seorang menteri dan ahli teknologi ternama. Lalu ada Kiai Abdurahman Wahid, pemimpin tertinggi NU dan cendekiawan ternama. Pak Harto sebelumnya adalah seorang jenderal dan Bung Karno seorang tokoh politik nasional paling terkemuka.
Tapi dengan sukses besar Jokowi, orang pun melupakan nasib mobil Esemka. Di mana Esemka yang telah menaikkan nama Jokowi menjulang tinggi? Jokowi sendiri sudah lama tak pernah bicara soal mobil buatan Indonesia itu. Ke mana mobil Esemka?
Setelah sekian lama tak ada kabar beritanya, SENIN, 10 MARET 2014, media online TEMPO.CO yang dulu sangat interesan ‘’mengkampanyekan’’ mobil Jokowi itu, menulis berita berjudul: Esemka Mangkrak, Solo Techno Park Buat Mesin Cetak. Solo Techno Park, perusahaan yang katanya dulu akan memproduksi mobil Esemka, ternyata kini mencoba bisnis lain. Menurut Direktur Pelayanan dan Pengembangan Solo Techno Park, Gampang Sarwono, lembaganya membuat mesin cetak digital atau digital printing. “Kami siap dengan teknologinya,” katanya di kantornya, 10 Maret 2014. Bagaimana dengan pembuatan mobil Esemka? Tak ada beritanya.
Jokowi sendiri setelah terpilih menjadi Gubernur dan menetap di Jakarta, ternyata tak menggunakan mobil Esemka yang digembar-gemborkan sebelumnya. Sebagai mobil dinasnya Jokowi memakai Toyota Innova. Padahal sebelumnya ada berita bahwa PT Solo Techno Park mempersiapkan mobil Esemka Rajawali, sebuah edisi khusus yang dirancang untuk kendaraan Gubernur Jokowi di Jakarta. Disain mobil ini konon berbeda dengan mobil Esemka yang sudah dikenal publik.
Ternyata kisah-kisah seperti ini hanya isapan jempol alias tak pernah jadi kenyataan. Terbukti sampai sekarang belum sebuah mobil Esemka pun yang diproduksi dan diluncurkan ke pasar. Malah mobil Esemka dilarang BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk tampil dijalan raya karena dari pemeriksaan dan tes yang dilakukan, Esemka tak laik jalan. Bersamaan dengan itu para pemesan mobil Esemka yang dulu dikabarkan sudah berjumlah ratusan peminat, mundur satu persatu.
Belum lama ini tiga warga Solo, Rio Hardoyo, Andrian Isnanto, dan Heru Sutarto sengaja datang ke Jakarta guna mempertanyakan mobil Esemka. "Jokowi itu ambisius. Indikasinya belum selesai jadi Walikota Solo maju sebagai Gubernur DKI. Sekarang belum selesai jabatan Gubernur dia mau maju jadi calon presiden. Optimistis boleh tapi jangan ambisius," kata Heru Sutarto kepada wartawan (INILAH.COM, 27 Mei 2014). Menurut Heru, mobil Esemka itulah yang dijadikan Jokowi sebagai proyek pencitraannya di Solo. Sekarang, kata Heru, warga Solo tak tahu keberadaan mobil Esemka.
"Menurut saya itu permainan. Sekarang mobil Esemka kemana? Ini kan hanya untuk pencitraan. Di Solo mobil itu sudah tak ada. Mobil itu hanya untuk tangga naik saja bagi Jokowi. Itu teknik tim suksesnya di Solo," ujar Heru.
Lebih merepotkan Jokowi, Calon Presiden PDIP itu, Detik Forum, semacam rubrik Surat Pembaca dari portal berita Detik.Com Rabu, 23 April lalu, memuat surat Ristie Binti Handoyo, yang mempersoalkan mobil Esemka. Judul surat saja sangat memalukan untuk Jokowi sebagai Calon Presiden: Geger Besar Menjelang Pilpres: Mobil Esemka Ternyata Proyek Tipu-Tipu Jokowi?
Isi surat itu sangat jelas menuduh Jokowi melakukan kebohongan pubik. Esemka, mobil buatan para pelajar SMK 2 Solo itu tak pernah ada. Ada yang menebak mobil Esemka itu tak lain dari mobil Foday buatan China yang diimpor oleh orang-orang Jokowi ke Indonesia secara terpisah-pisah.
Mobil Foday itu konon dirakit di Kediri, Jawa Timur, tapi diakui sebagai dibuat oleh para siswa SMK 2 Solo, di bengkel milik Sukiyat di kawasan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah. Cerita ini mulai bocor ke masyarakat, setelah Jokowi pecah kongsi dengan Sukiyat, sang pemilik bengkel.
Apa penyebab keduanya berselisih, tak jelas. Tapi konflik keduanya sempat menimbulkan isu macam-macam, terutama setelah pada suatu hari di bulan Oktober 2013, bengkel Sukiyat tiba-tiba terbakar. Ada tuduhan bengkel itu sengaja dibakar.
Nah, menjelang pemilihan presiden, sebagai salah seorang calon Presiden, sudah selayaknya Jokowi mengklarifikasi semua kisah dan cerita mobil Esemka. Betulkah mobil itu sebenarnya buatan China (merk Foday) yang diimpornya ke Solo? Kalau cerita ini benar maka Jokowi sungguh tak layak mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia tercinta ini. Jokowi harus segera mengundurkan diri. Bawaslu sebagai pengawas Pemilu sudah semestinya mengklarifikasi berita ini sehingga jangan sampai ada dusta besar di tengah hiruk-pikuk pemilihan Presiden kita. [AN]
0 komentar:
Post a Comment