Sedikitpun aku tidak merasa kehilangan atas kabar kesyahidan suamiku yang aku sayangi. Sebelum kesyahidannya kami sempat berbicara melalui telefon di mana aku berkata kepadanya, ”Tenangkanlah diriku yang risau akan keadaan kalian di sana’’.
Dia menjawab dengan tenang,”Semuanya dalam keadaan baik”.
Kataku lagi kepadanya,”Aku terdengar bahwa di sana berlakunya pertempuran tembak-menembak”.
Balasnya dengan tenang,”Semuanya dalam keadaan baik”.
Tambahku lagi,”Tersebar berita bahwa di sana, dua orang telah gugur syahid”.
Jawabnya ,”Mereka berdua juga dalam keadaan baik”. Air mata membasahi pipiku.
Demi untuk menenangkan diriku dia pun berkata,”Teguhlah, walau apa jua yang tejadi, kamu akan sentiasa dalam keadaan baik… Negara kita ini akan sentiasa dalam keadaan baik… Anak kita juga akan senantiasa dalam keadaan baik dan katakan kepadanya setiap malam yang ayahnya ucapkan selamat malam”.
“Baiklah, ini dia anak kita, dia mau mendengar suara kau”, balasku sambil memberikan telefon kepada anak perempuan kami. Namun anakku mengembalikannya kepadaku dengan berkata, “Ayah sedang sembahyang, aku dengar dia berkata لا إله إلا الله ’’.
Tiba- tiba aku terdengar suara asing berkata kepadaku,”Tabahlah wahai saudari, suami saudari sudah syahid.”
Lantas kudekap anak perempuanku dan berbisik kepadanya,”Ayah dalam keadaan baik, wahai sayangku”.
Namun apa yang membuatku sedih ialah apabila setiap kali bertambahnya bilangan nama para syuhada’, mereka (pendukung kudeta) akan berkata ,”Kamu ini adalah musuh negara”.
Akan tetapi tetap kuulangi kata- katamu wahai suamiku dalam lubuk hatiku ini,”Negara kita akan sentiasa dalam keadaan baik”. [anb/fj]
Dari bumi Anbiya', bumi Syuhada, Bumi Kinanah-Mesir(SINAI)
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment