Djarot dan Anomali Demokrasi: Menjadi Gubernur Tanpa Ikut Pilkada
Jika ada anomali demokrasi, maka nama Djarot Syaiful Hidayat patut diapungkan. Tidak seperti orang kebanyakan, Djarot menduduki kursi gubernur DKI Jakarta tanpa perlu ikut pilkada. Durian runtuh itu dia dapatkan setelah Joko Widodo menjadi presiden dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menghuni hotel prodeo karena menista agama.
Saat publik heboh dengan slogan Jakarta Baru yang diusung Jokowi dan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012, tak sedikitpun ada nama Djarot terselip. Tiada yang mengenal sosoknya di jagat nasional kecuali masyarakat Blitar yang pernah dipimpinnya kurun 2000-2010.
Saat Jokowi-Ahok bertempur di Pilkada DKI Jakarta hingga putaran kedua, Djarot "jobless" dari jabatan publik usai menjadi walikota Blitar. Mungkin bisa jadi, ketika kemudian Jokowi-Ahok menang, tak pernah Djarot bermimpi menjadi orang nomor 1 di ibukota Indonesia.
Tapi putaran roda takdir bergulir cepat seiring dengan skenario menjadikan Jokowi sebagai pemimpin nasional. Tahun 2014 Jokowi meninggalkan Ahok untuk memperebutkan kursi presiden melawan Prabowo Subianto. Jokowi menang dan akhirnya tak lagi menjadi gubernur DKI Jakarta.
Ahok kemudian dilantik menjadi gubernur dan ditunjuklah Djarot sebagai wakilnya per tanggal 17 Desember 2014 atas rekomendasi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Djarot yang saat itu menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 akhirnya resmi menjadi orang nomor 2 di DKI Jakarta.
Hingga kemudian peristiwa di Kepulauan Seribu, 2016 mengubah kembali takdir sejarah Djarot. Ahok di kepulauan itu menghina Islam saat menggunakan baju dinas.
"Jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah 51," katanya dihadapan warga kepulauan seribu.
Umat Islam bereaksi. Lahirlah Aksi Bela Islam berjilid-jilid dan yang paling melegenda adalah 212 yang dilaksanakan pada 2 Desember 2016. Agendanya mendesak pihak terkait untuk segera memproses hukum Ahok.
Ahok disidang di sela-sela mengikuti kontestasi pilkada. Dia pun akhirnya takluk dari Anies-Sandi dengan selisih suara signifikan. Dan pada 9 Mei 2017, hakim memutuskan Ahok bersalah dengan vonis dua tahun penjara. Hari itu pula Ahok harus dipenjara.
Sore harinya, Djarot dilantik menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dengan alasan mengantisipasi kekosongan kekuasaan. Lalu puncaknya pada 15 Juni kemarin, Djarot, pria kelahiran Magelang 6 Juli 1962 itu dilantik menjadi gubernur.
Presiden Joko Widodo melantiknya di Istana Negara untuk sisa masa bakti 2012-2017.
Pengesahan pengangkatan Djarot, dicantumkan ke dalam Keputusan Presiden (Kepres) RI Nomor 76 P Tahun 2017 tentang pengesahan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur DKI sisa masa jabatan 2012-2017, serta pengesahan gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan 2012-2017.
Kepres ditandatangani tertanggal 13 Juni 2017. Djarot akan menjabat hingga Oktober 2017, sebelum peralihan ke Gubernur dan Wakil Gubernur DKI terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Usai dilantik, Djarot tampak sumringah. Bersama dengan Megawati Soekarnoputri, dia terlihat tersenyum bahagia. Djarot tentu saja tak salah, karena "naik kelas" nya Jokowi menjadi presiden dan mendekamnya Ahok dipenjara sama sekali diluar kuasanya.
Selamat bekerja Pak Djarot, Sang Gubernur "Anomali".
Erwyn Kurniawan
0 komentar:
Post a Comment