“Bau Busuk” KPK dan Jokowi Tercium Juga Akhirnya
Dalam kehidupan bernegara dan berbangsa tak bisa lepas dari berbagai kepentingan. Maka, gesekan antar kepentingan pun acap kali terjadi berulang kali. Jika kepentingan itu adalah untuk sama-sama mewujudkan kebenaran dan kebermanfaatan, tidaklah perlu di ambil pusing. Namun yang ada, benturan kepentingan yang terjadi hanya karena kepentingan golongan atau kelompok semata.
Kita tahu, masa Pilpres 2014 adalah sebuah masa yang penuh dengan pencitraan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Media lokal sampai media asing hampir semua memoles citra Jokowi se-sempurna-nya. Seolah Jokowi manusia yang tidak punya kesalahan, walau sedikit. Sebagian besar rakyat pun terpedaya dengan aksi citra tersebut. Bahkan banyak gerakan relawan Jokowi muncul untuk selalu membela Jokowi dengan berbagai cara dan membabi buta. Jika ada orang yang kritik Jokowi, maka akan di bully habis-habisan dan di tuding sebagai tukang fitnah, Jonru korbannya. Aneh!
Singkatnya, Jokowi dan Jusuf Kalla pun di tetapkan jadi presiden dan wakil presiden RI 2014-2019.
Pelan-pelan pendukung Jokowi merasakan gelagat Jokowi yang tidak santun. Protes mulai bermunculan, lalu reda. Muncul lagi, reda lagi. Sampai pada momentumnya Jokowi naikkan harga BBM, Jokower seperti pasukan goyah, membela Jokowi tapi pada posisi dilema. Walau pada sebelumnya sudah kecewa dengan koaliasi tanpa syarat.
Kebijakan demi kebijakan Jokowi semakin aneh. Angkat menteri bermasalah, Watimpres mantan bos judi, dan yang masih menghebohkan hingga kini adalah calon kapolri Komjen Budi Gunawan (BG) yang punya rekening gendut dan tersangka korupsi KPK, publik tahu BG titipan Megawati. Bau busuk itu sudah mulai dirasakan.
Dugaan publik semakin benar adanya, ketika terjadi penyerangan balasan kepada KPK karena tetapkan BG tersangka korupsi. Plt Sekjen PDIP Hasto “menyerang” Abraham Samad (AS), politisi PDIP Sugianto Sabran “menyerang” Bambang Widjajanto (BG) ke Polisi. Upaya pelemahan KPK pun seperti sudah dimainkan dengan cara sistematis. Karena ada Hendropriyono ikut bermain.
Atas gesekan (baca: tabrakan) KPK dan Polri, Jokowi pun seolah “netral”, padahal publik bisa baca kemana arah mata angin keperpihakannya. Bau busuk semakin terasa.
BW yang ditangkap pagi hari (23/1) oleh Polisi dilepaskan dini hari (24/1) dan akan diperiksa sepekan kemdian. Namun perseteruan lembaga antirasuah dan koprs bhayangkara masih terus terjadi, karena Bareskrim dikabarkan akan menggeledah kantor KPK. AS pun meminta bantuan kepada Panglima Tinggi TNI, Moeldoko untuk menjaga kantor KPK dari “serangan” polisi.
AS seperti orang kebingungan dan sedikit lihai dalam bersandirwara, ada adegan AS teteskan air mata ketika konferensi pers soal BG ditangkap. Ya, KPK tidak pernah salah walau AS sudah ingkar janji kepada ratusan juta rakyat Indonesia. KPK melalui AS pernah janji akan periksa Megawati, tapi nihil. Nama Ibas pernah di sebut dipersidangan tapi tidak di telusuri KPK, begitu juga kasus Century yang terkesan setengah hati dimainkan.
Juga, KPK pernah penjarakan Luthfi Hasan Ishak (LHI) dengan bukti yang lemah dan terkesan ada konspirasi. Terbukti tidak ada kerugian negara Rp.0 pun terkait kasus LHI. Kini, eh PDIP akui KPK mainkan konspirasi juga karena KPK jadikan BG tersangka, padahal dulu ejek PKS.
“Dosa” KPK dulu – pun – di pilpres 2014 begitu terasa, karena cuma tersangka korupsi yang di Koalisi Merah Putih (KMP) saja dijadikan target. Padahal, kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sarangnya koruptor karena ada partai jawara korupsi disana, PDIP, tidak dijadikan target. Sekali lagi, KPK tidak pernah salah, begitu juga Jokowi.
Nah, dibalik pembelaan mati-matian kepada Jokowi dan KPK saat ini, tak bisa di sangkal bahwa hidung rakyat sudah mencium bau busuk itu. Ya, “bau busuk” Jokowi sudah di cium bukan hanya dari “kubu opisisi” saja, namun juga pendukung Jokowi sendiri, banyak yang kesal dan menyesal pilih Jokowi lalu berbalik kritik Jokowi. Catatan pentingnya, Jonru kritik Jokowi dituding “fitnah”, sedang Jokowers kritik Jokowi di sebut “cerdas”. Ayo mikir.
Sementara itu, “bau busuk” KPK juga bukan hanya dicium oleh pro LHI saja (PKS), PDIP dan mitra koalisinya pun mencium. Dengan dalih mau selamatkan KPK, politisi PDIP serang komisioner KPK satu persatu. Anehnya, bau busuk bukan hilang, makin bertambah. Testimoni Hasto untuk serang AS dan laporan Sugianto Sabran terkait kasus BW malah jadi blunder ke Jokowi dan PDIP sendiri.
Diantara sengitnya konflik KPK dan Polri, dan ditengah “kesedihan” KPK atas kasus BW, ada “kubu politik” yang melakukan pesta pora di tengah malamnya. Ya, Megawati Soekarno Putri gelar pesta bersama mitra politiknya pada tanggal 23/1/2015, dihari ultah Mega yang ke 68 tahun.
Akhirnya, jika semua rakyat Indonesia mau jadi negarawan sejati, ambil-lah pelajaran berharga dari “bau busuk” yang sudah tercium kini. Semoga. [JK Sinaga]
0 komentar:
Post a Comment