Zakir Naik Ditanya Pemimpin "Kafir Tidak Korupsi"
Ulama kondang India Zakir Naik belum sampai sepekan menginjakkan kaki di Indonesia.
Namun di setiap penampilannya, ia selalu ditanya tentang sebuah hal yang sedang hangat dibicarakan di negara ini: pemilihan pemimpin.
Pertanyaan pertama disampaikan para wartawan di gedung DPR RI pekan lalu saat Zakir Naik bertemu dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Pertanyaan kedua disampaikan dalam kuliah umum Zakir Naik di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung, Minggu (2/4).
Seorang peserta wanita bertanya kepada Zakir Naik soal memilih pemimpin non-Muslim yang telah berjasa banyak dalam pembangunan kota, jalan, termasuk membangun masjid, dan tidak korupsi.
"Apakah kita akan menutup mata dan telinga hanya karena orang itu non-Muslim, lantas di mana toleransi?", kata wanita tersebut.
Zakir Naik lantas mengatakan, "Dia membangun masjid tapi dia sendiri tidak salat. Itu munafik. Apa gunanya membangun masjid bagi orang lain jika dia sendiri tidak shalat?"
"Kesuksesan bukan pada membangun gedung, jalan, atau masjid, tapi ada pada keimanan kepada Allah", lanjut Zakir Naik lagi.
Zakir Naik kemudian mencontohkan istri Firaun, Asyiah, satu dari sedikit wanita yang dipuji dalam Al-Qur'an.
"Dia adalah istri orang terkaya di dunia, paling kuat di dunia. Tapi dia mengatakan 'saya ingin menukar posisi saya dengan rumah di surga'. Masuk surga itu lebih penting", ujar Zakir Naik.
Kemudian Zakir Naik menjelaskan soal Al-Maidah ayat 51 yang tengah ramai diperbincangkan.
Ia mengatakan auliya dalam ayat itu berarti adalah teman dekat atau pelindung, artinya tidak boleh menjadikan non-Muslim sebagai auliya, jika tidak Allah tidak akan memberi pertolongan.
"Al-Maidah tidak secara spesifik berbicara soal pemimpin. Tapi kandungan ayat ini termasuk juga soal pemimpin," ujar Zakir Naik.
Hal yang sama ditemui dalam kuliah umum Zakir Naik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta hari ini, Senin (3/4). Dalam menjawab pertanyaan soal pemimpin ini dari seorang mahasiswa, Zakir Naik menggunakan sebuah analogi, seperti demikian:
Jika Anda adalah bos yang mempunyai pegawai. Pegawai itu Anda gaji Rp 10 juta per bulan. Tapi pegawai itu tidak pernah datang ke kantor, sebulan hanya dua kali.
Bukannya mengerjakan pekerjaan di kantor, pegawai ini malah bekerja untuk orang lain, mendermakan uangnya di tempat lain. Pegawai seperti ini tentu saja tidak akan dipekerjakan lagi.
"Ini seperti non-Muslim yang tidak mendengarkan bos tertinggi kita, Allah, yang memberi kesehatan, kekayaan, yang menciptakan kehidupan. Lalu kita menyembah yang lain, syirik," ujar Zakir.
"Ketidakadilan terbesar adalah menentang penciptamu, yang tidak bisa dihapuskan dengan memberikan derma", lanjutnya lagi.
Namun, lanjut analogi Zakir Naik, jika ada pegawai yang patuh pada atasannya, walau ia tidak menderma di luar, tentu akan mendapatkan pertolongan dari bosnya.
"Bagi saya, jika ada non-Muslim yang 100 kali lebih baik dalam segala hal dari seorang Muslim, tapi Muslim itu punya iman, percaya kepada Allah, bahkan jika saya kehilangan setiap Rp 10-20 juta setiap hari karena memilihnya, saya akan tetap memilihnya (Muslim)", tegas Zakir Naik. (Kumparan)
0 komentar:
Post a Comment