Rezim Assad telah bunuh 19 ribu bocah bawah umur Suriah sejak 2011
Jaringan Hak Asasi Manusia untuk Suriah (SNHR) merilis laporan terbaru yang berisi catatan kematian 19.773 anak di bawah umur (standar < 18 tahun) yang dibunuh oleh rezim Assad sejak awal revolusi Suriah pada Maret 2011.
Diantara 19.773 korban itu, 297 dari mereka meninggal akibat sniper rezim, 159 tewas oleh penyiksaan.
Sedangkan jumlah tahanan anak telah melebihi 10.000, dimana 2.716 diantaranya masih menderita di dalam tahanan hingga saat ini.
Dalam laporan yang berjudul: "anak-anak Suriah: Malaikat dengan sayap yang patah", SNHR menyatakan bahwa setidaknya 37.000 anak-anak telah menjadi yatim piatu karena rezim Assad menyasar ayah mereka, sementara 6 ribu anak-anak kehilangan ibu karena menjadi korban serangan rezim.
Laporan ini mendokumentasikan penghancuran sekitar 4.083 fasilitas pendidikan, sehingga menyebabkan sekitar satu juta anak di wilayah Suriah kehilangan hak mereka untuk memperoleh pendidikan.
Laporan juga mengungkap perekrutan ratusan bocah "bau kencur" Suriah menjadi milisi/pendukung Assad untuk terlibat operasi tempur langsung maupun tak langsung.
Selain itu, SNHR menuduh kelompok ultra ekstrimis ISIS telah melakukan kejahatan perang melalui pemboman membabi buta, pembunuhan, penyiksaan, kekerasan seksual, perekrutan paksa dan mengubah bangunan sekolah menjadi markas militer.
Diperkirakan jumlah anak di bawah umur yang dibunuh oleh ISIS ada di sekitar 351 anak-anak, sedangkan jumlah tahanan yang ditahan oleh organisasi teroris itu telah mencapai 217 anak-anak.
SNHR juga mendokumentasikan berbagai pelanggaran oleh milisi Kurdi di daerah yang dikendalikannya, seperti pembunuhan dan perekrutan paksa. Laporan tersebut menyatakan ada 62 anak-anak tewas oleh milisi Kurdi.
Selanjutnya, SNHR menuduh koalisi internasional anti-ISIS telah membunuh 112 anak di bawah umur sejak awal serangan mereka pada September 2014.
Sementara serangan Rusia di Suriah untuk membantu Assad juga membunuhi lebih dari 479 anak-anak, sejak 30 September 2015. (Orient-news)
0 komentar:
Post a Comment