"Saya adalah Mustafa Ayyasy, Mahasiswa Universitas Al-Azhar, saya mencintai negeriku Mesir, mencintai rumah, saudara-saudaraku dan universitasku. Saya melihat bahwa realitas yang saat ini sedang kita lewati, tak akan mungkin dirubah hanya dengan sekedar satu kalimat atau beberapa kalimat, namun membutuhkan ribuan dan jutaan kalimat yang dibarengi dengan kesungguhan dan kerja dari pemuda-pemuda yang menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup mereka dan yang memiliki keinginan untuk merubah realitas mereka." Beginilah Mustafa Khamis memperkenalkan dirinya, Mustafa Khamis adalah insinyur lulusan Tehnik Universitas Al-Azhar Kairo, Mustafa Khamis juga memiliki ikatan persahabatan dengan As-Syahid -bi idzni Allah- Islam Elzamrani.
Diceritakan bahwa pada saat As-Syahid Islam El-Zamrani terluka dalam peristiwa pembantaian demonstrasi Monument S, Islam El-Zamrani dilarikan ke rumah sakit dengan ambulance dan ditemani oleh Mustafa Khamis, Islam El-Zamrani yang sedang terluka, meminta kepada Mustafa Khamis untuk membacakan surah dari Al-Qur'an, namun Mustafa Khamis bingung apa yang hendak dibacanya hingga hanya membaca surah Yasin, saat sampai pada ayat, "Inna Ashabal jannati al-yaum fi syugulin fakihun" Sesungguhnya para pengghuni surga hari ini sibuk dengan urusan mereka", Islam El-Zamrani memegang erat tangan Mustafa Khamis dan memejamkan mata hingga pingsan dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Dalam foto di atas nampak tiga syuhada, yaitu Usama Said yang terluka dalam peristiwa Garda Republik dan Syahid, sementara Islam El-Zamrani tertembak di bagian dada dan kakinya dalam peristiwa Monumen Sadat. Mustafa Khamis pun mengunduh foto As-Syahid Eslam El-Zamrani yang di dalamnya juga terdapat As-Syahid Khalid Said, dan Mustafa Khamis mengomentari foto yang diunduhnya dengan statusnya: "Keduanya telah syahid, dan sisanya akan menyusul. Yang beliau maksud termasuk dirinya.
Musuhnya Pun Menangisi Kepergiannya
Kepergian As-Syahid tak hanya membuat luka dan kesedihan bagi keluarga dan sahabat-sahabat As-Syahid Mustafa Khamis, namun juga membuat orang yang sering berselisi dan berbeda pendapat, dan bersekiras kepada As-Syahid karena Ikhwan dan Mursi juga ikut bersedih dan menangisi kepergian As-Syahid.
Diceritakan oleh ipar As-Syahid bahwa saat Mustafa Khamis telah syahid, ada seseorang yang datang dan duduk di samping rumah seraya menangis dan berkata: "Demi Allah saya sangat mencintai Ir. Mustafa", ia ucapkan kata-kata tersebut sambil menangis, menangisi kepergian Mustafa Khamis, di mana orang ini setiap kali menemui Mustafa, ia selalu menentang dan bersikeras dengan Mustafa karena ia tahu bahwa Mustafa Khamis adalah kader Ikhwanul Muslimin dan pendukung Mursi, kebetulan laki-laki ini sangat membenci Ikhwanul Muslimin.
Ipar Mustafa yang keheranan melihat orang tersebut menangis, lalu bertanya, kenapa menangis? Orang itu pun bercerita bahwa suatu hari ia dan Mustafa Khamis berbarengan keluar dari masjid, keduanya pun terlibat dalam pembicaraan dan debat, namun ketika siang sudah hampir malam, As-Syahid Mustafa Khamis menyambangi rumahnya untuk mengatakan agar tidak bersedih atau benci akibat pembicaraan yang terjadi sebelumnya tadi siang. Lanjut cerita laki-laki ini, ia pun bercerita kalau sebenarnya ia sangat membenci dirinya jika ia bersikap keras kepada Mustafa, padahal Mustafa tidak melakukan suatu kesalahan kepada dirinya, lebih-lebih Mustafa adalah orang yang terpelajar dan tidak membalasnya dengan hal serupa, malaham Mustafa yang mendatanginya dan meminta agar tidak kesal dan bersedih jika ada perkataan dan prilaku Mustafa yang tidak berkenang. Sikap Mustafa Khamis ini berbekas dan melunakkan hatinya, dan ia pun menangisi kepergian Mustafa Khamis.
Kenangan As-Syahid di Mata Orang Tuanya
Berikut adalah kutipan dari cerita teman Mustafa Khamis yang saat melayat ke rumah duka, ia sempat berbincan dan mendengan cerita tentang Mustafa Khamis dari ayah dan kakak iparnya:
"Kami pun menemui Ibu dan Ayah As-Syahid, terpancar keridhaan di muka mereka, ipar suami saudari perempuannya pun ikut duduk bersama kami, dan kami mulai mengobrol tentang Mustafa Khamis dan hari-harinya.
"Alhamdulillah semuanya sudah menjadi suratan takdir Allah Swt., Mustafa telah gugur dan mendapatkan syahid, saya sangat menghawatirkannya, namun Mustafa senantiasa mengatakan bahwa umur dan ajal manusia ada di tangan Allah. Dan dua hari sebelum pembubaran Rab’ah Al-Adawiyah ketika Mustafa hendak pergi ke Rab’ah, saya berkata kepadanya, tunggulah dua hari lagi (sebelum pembubara), tunggu saya, saya akan berangkat bersamamu hari Sabtu besok, namun ia berkata tetaplah di sini dan datanglah hari Sabtu, namu saya harus berangkat sekarang, karena Allah akan menghisab saya, jika saya tidak berangkat untuk menolong alhak, ia berkata semua orang akan ditanya pada hari kiamat.. (dan setiap kalian pada hari kiamat akan ditanya sendiri-sendiri). Cerita ayah Mustafa Khamis.
Menurut cerita ayahnya Mustafa sempat mengirim surat sebelum hari pembubaran. Dan setelah itu, pada hari pembubaran demonstrasi, orang tuanya mendengar berita putranya yang telah syahid, putranya telah memenuhi janjinya kepada Tuhannya dan kepada saudaranya Islam yang ia kenal.
Yang paling membuat keluarga As-Syahid bersedih adalah As-Syahid sangat spesial di mata sang ayah yang merekam semua kenangan As-Syahid sejak kecil hingga As-Syahid gugur di Rab’ah, As-Syahid terbakar di Rab’ah dan tidak ditemukan jasadnya, inilah yang membuat ayahnya meminta kepada teman-teman Mustafa Khamis agar mengumpulkan semua memori dan kenangan tentang As-Syahid.
Salah satu kenangan As-Syahid adalah kebiasaan dan kesukaannya melantunkan nasyid, khususnya di setiap momen-momen bahagia baik saudara dan teman-temannya.
Berikut adalah film dokumenter dan wawancara dengan orang tua Ir. Mustafa Khamis:
0 komentar:
Post a Comment