Sejauh Mana Pengaruh Gulenis dalam Tubuh Militer?


Mungkin sulit untuk menjelaskan eksistensi dan peran gerakan supra-state yang cenderung bersifat ‘iluminatif’ seperti Gulenis –mengacu kepada gerakan keagamaan ‘tertutup’ yang didirikan Fethullah Gulen. Seperti dikatakan Mustafa Akyol, Gulen di mata pengikutnya dianggap sebagai Imam Mahdi, sosok mesianistik dalam tradisi Islam yang sangat dihormati dan ditaati. Hanya saja, pengaruh dan sepak terjang yang tampak di permukaan boleh jadi dapat menjawab sejauh mana pengaruh dan peran gerakan ini dalam perpolitikan di Turki.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita kembali ke era 70-an ketika Fethullah Gulen dengan cemaat-nya bercita-cita membangun visi generasi emas, ışık evi.  Hizmet adalah ordo gerakan Sufi yang merupakan pecahan dan ‘versi liberal’ dari Gerakan Nurcus yang didirikan oleh ulama penentang gigih sekularisme, Muhammad Said Nursi atau sering disebut Badiuzzaman.  Dalam visinya,  sang Hoca Gulen menghendaki para pengikutnya menjadi para pemimpin masa depan melalui penetrasi kelembagaan negara dan birokrasi pemerintah.

Pendidikan menjadi inti jaringan Gulen. Melalui upaya yang ulet, Hizmet- mereka menyukai penyebutan tersebut- menjadi gerakan besar di Turki yang memiliki ribuan sekolah sekolah di Turki maupun di luar negeri.  Universitas Fetih adalah lembaga tinggi swasta kenamaan yang dimiliki gerakan ini, sebelum akhirnya ditutup pemerintah Turki pasca kudeta. Gerakan ini juga dikenal memiliki jaringan media dan dukungan finansial yang kuat.

Generasi pertama ışık evi pada era 80-an mulai masuk dalam birokrasi pemerintahan, terutama peradilan, kepolisian, dan termasuk militer ( meski dalam kondisi pasang surutnya karena doktrin anti Islam militer yang kuat). Dalam pemerintahan Erdogan,  mereka menjadi lapis pertama dan kedua dalam jajaran birokrasi pemerintah, termasuk juga militer.

Pada pemilu 2002, AKP, partai yang berbasis Islamis ini untuk pertama kalinya berkoalisi dengan cemaat dan sukses memenangkan pemilu. Koalisi AKP dan Gulen –yang dikenal kuat dalam lembaga kejaksaan dan intelejen kepolisian ini- kemudian berlanjut ketika menghadapi rencana kudeta Ergenekon dan Bolyus yang dikendalikan kelompok sekuler pada 2004. Kelompok sekuler dalam militer sejak lama mengklaim dirinya menjadi penjaga Republik Turki dan prinsip-prinsip Kemalisme yang anti Islam. Mereka pernah melakukan 4 kali kudeta sepanjang Republik Turki. Karena itu, Erdogan menggunakan pengaruh Gulenis di lembaga kejaksaan dan intelejen kepolisian untuk mengungkap rencana kudeta kelompok sekuler, sebelum kemudian bulan madunya dengan Fethullah Gulen berakhir pada sekitar 2010-an.

Akibat kudeta yang gagal itu, tidak kurang, 400 anggota militer, diantaranya 37 Jenderal dan admiral ditangkap atau kurang lebih  10 persen eselon tinggi dalam militer. Untuk menutup kekosongan eselon puncak dan sebagai promosi pasa kudeta, Erdogan menaikkan pangkat para perwira menengah,  banyak dari mereka adalah para generasi ışık evi untuk menduduki pelbagai posisi perwira tinggi yang ditinggalkan kubu sekuler.

Menurut Kadri Gursel, jurnalis koran oposisi Cumheriyet, akibat kudeta kemarin, sebanyak 124 Jenderal dari 358 Jenderal yang dimiliki angkatan bersenjata Turki ditahan pemerintah atau sebanyak 35 persen perwira tinggi dalam tubuh angkatan bersenjata. Berbeda dengan asumsi sebelumnya, bahwa kudeta dilakukan kelompok kecil faksi militer, maka penangkapan pasca kudeta menunjukkan bahwa kudeta dipersiapkan secara massif dan melibatkan banyak elit militer.

Hanya saja, fakta yang menariknya adalah dari 124 Jenderal dan Admiral yang ditahan, 83-nya berpangkat brigadir jenderal dan laksamana (admiral) muda. Ini artinya, para pelaku kudeta kebanyakan adalah para perwira tinggi lapis kedua yang didominasi generasi ışık evi, yang dipromosikan Erdogan pasca sukses menggulung para jenderal sekuler dalam operasi anti kudeta Bolyus dan Ergenekon.

Mereka ini adalah para perwira militer yang masuk dinas kemiliteran pada era 80-90-an melalui pendidikan dan doktrin ışık evi –nya Gulen, seperti Kolonel Muharam Kose, yang dipecat beberapa bulan lalu, Letnan Kolonel Levent Turkkan, ajudan Kastaf Angkatan Bersenjata, Hulusi Akar dan bahkan sekretaris dan sekaligus penasehat militer Erdogan sendiri, Kolonel Ali Yazici.

Disinilah Gursel melihat korelasi tuduhan  Erdogan perihal keterlibatan Fethullah Gulen  dalam kudeta berdarah kemarin. Mereka ini adalah ‘militer dalam militer’ yang berada di luar komando dan menerima perintah dari tokoh di luar hirarki militer. Tidak semuanya memang anggota jaringan Gulenis, karena adanya elemen sekuler dalam perencanaan kudeta, namun tampak kuat derajat pengaruh dan peran (driving force) jaringan ini dalam percobaan kudeta yang gagal. Tepatnya boleh jadi coalition of convenience Gulenis dan sisa-sisa kelompok sekuler dalam tubuh militer.

Sebagian pengamat memandang momentum rencana pergantian jajaran perwira militer sebulan lalu dianggap sebagai upaya pembersihan terakhir Erdogan atas jaringan Gulenis di tubuh militer. Erdogan sebelumnya  berhasil menyingkirkan pengaruh jaringan ini di institusi peradilan dan kepolisian setelah gagalnya operasi anti suap dua institusi ini yang menarget para pejabat dan orang-orang dekat sang presiden pada Desember 2013. Erdogan sendiri pada waktu itu menuduh operasi anti suap kejaksaan dan kepolisian sebagai upaya kudeta terhadap pemerintahannya  oleh ‘parallel yapi’ yang dikendalikan oleh Fethullah Gulen dari kediamannya di Pennsylvania, AS. Dan kudeta berdarah kali ini dianggap sebagai ekspresi frustasi dan menjadi perlawanan atas ‘last frontier’ pengaruh mereka di birokrasi dan institusi negara.

http://permatafm.com/internasional/sejauh-mana-pengaruh-gulenis-dalam-tubuh-militer/ DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment