Harus disadari bersama, hakikatnya KPK hanyalah menjadi penggung untuk menghancurkan tokoh Islam. Dampaknya bukan hanya hancurnya sejumlah tokoh Islam, tapi juga terhadap Islam.
Inilah persoalan yang paling pokok sekarang ini. Sehingga, setiap berbicara tentang tokoh Islam atau Islam, pasti memiliki konotasi yang negatif.
Selama kepemimpinan Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Bushro Muqaddas, benar-benar KPK menjadi panggung yang sangat riuh, bagi pertunjukan dengan sebuah lakon yang sangat ‘absurd’, yaitu para tokoh Islam yang harus berurusan dengan KPK, sebagai : TERSANGKA KORUPSI.
Satu-satu tokoh Islam menjadi tontonan dengan drama yang sudah dipersiapkan bagi publik, yaitu bertema: KORUPSI.
Sehingga, kalau berbicara tentang tokoh Islam, tokoh partai Islam, dan Islam, pasti publik atau masyarakat, dibenak kepalanya, langsung atau secara otomatis berbicara tentang : KORUPSI.
Lakon para tokoh Islam yang sudah menjadi tersangka oleh KPK, dan mendapatkan status sebagai : TERSANGKA, maka nasibnya menjadi hina dan lebih mulia dibandingkan dengan ‘bangkai tikus’ yang sudah busuk.
Setiap berbicara tokoh Islam atau partai Islam, langsung publik menutup hidung, menghindari bau busuk dari ‘bangkai tikus, yang busuk. Publik akan menjadi sangat jijik,dan menjauhi bau busuk dari ‘bangkai tikus’ itu.
Lihat nasib Al Amin, Luthfi Hasan Ishak (LHI), Ahmad Fathonah, Suryadarma Ali, Anas Urbangrum, Zulkarnain Jabar, dan sejumlah tokoh lainnya.
Mereka harus menanggung nasib yang sangat malang, sesudah mereka di vonis oleh Tipikor. Tak ada lagi hari depan mereka di dunia. Mereka menjadi ‘pesakitan’ seumur hidup, dan bahkan dicabut hak-hak politiknya.
Sesudah KPK menetapkan status sebagai : TERSANGKA, maka ini menjadi bahan yang sangat ‘lezat dan nikmat’, dan sangat berharga yang disuguhkan oleh media kepada publik, tak henti-henti.
Media-media cetak, elektronik, dan bahkan media social, mereka berebut, dan bahkan berlomba-lomba membuat siaran yang diulang-ulang dengan berbagai ‘bumbu’ yang sengaja, dan tujuan melakukan dramatisasi terhadap si ‘TERSANGKA’.
Sebagai misal, mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan, yang di vonis 18 tahun, dan denda, totalnya semuanya bisa mencapai 20 tahun penjara. Kasus suap impor daging sapi itu, benar-benar menjadi kampanye yang sangat dahsyat, bukan hanya terhadap Luthfi, tapi termasuk komunitanya yaitu PKS.
Padahal, Luthfi Rp 0, dan tidak ada yang diterimanya secara langsung. Begitu pula nasib Ahmad Fathonah, harus mendekam di penjara 14 tahun.
Belum lagi, masih di bumbui dengan sejumlah saksi dari istri-istri mereka, dijadikan bahan ‘pembusukan’ dan ‘penghancuran’ terhadap pribadi masing-masing.
Sementara perusahaan yang menjanjikan ‘fee’ kepada Luthfi, yaitu Alisabeth Leman (Cina), hanya di vonis, tidak sampai dua tahun. Betapa tidak adilnya hukum ini.
Ketua Umum PPP, Suryadarma Ali, yang juga Menteri Agama, dijadikan : TERSANGKA’, usai memberikan dukungannya kepada Prabowo.
Suryadarma Ali di tuduh melakukan korupsi dana haji. Tentu, ini akan menjadi sangat emosional, terutama bagi publik, bagaimana tokoh PPP, dan menjadi Menteri Agama, melakkukan korupsi dana haji?
Sungguh publik memiliki konotasi buruk, dan bahkan akan langsung menyamakan Suryadarma Ali dengan ‘bangkai tikus’ yang sudah busuk.
Zulkarnain Jabar, seorang anggota DPR dari Golkar, matan aktivis 78, dan pernah menjadi Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Ciputat, menjadi : TERSANGKA’, akibat korupsi al-Qur’an.
Sangat luar biasa, bukan hanya dana haji, pengurusan al-Qur’an pun di korupsi. Tentu ini, mempunyai dampak yang sangat buruk di mata publik, bagaimana mungkin al-Qur’an menjadi ajang korupsi.
Lalu, Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang pernah menjadi Ketua Umum PB HMI, mendapat giliran dari KPK menjadi : TERSANGKA’, kasus Hambalang.
Namun, sampai sekarang yang ditemukan hanya menerima gratifikasi sebuah mobil ‘Harier’, dan Anas di vonis 10 tahun penjara.
Sebuah media menyebutkan ada kongkolerat Cina yang menjadi menantu Mochtar Riyadi, yaitu ‘Dato’ Tahir, berada dibalik menjadikan Anas sebagai tersasngka.
Begitulah KPK sudah berhasil menjadikan tokoh-tokoh Islam, dan partai Islam, sebagai ‘tikus busuk’.
Para tokoh Islam dan partai Islam, semua mereka menjadi : TERSANGKA’ itu momentumnya menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014.
Sehingga dengan menjadikan mereka sebagai : TERSANGKA’ itu, dipastikan akan mempunyai ‘efect damage’ (dampak kehancuran) terhadap partai-partai Islam maupun tokoh-Islam.
Memang sangat luar biasa liputan media-media phalang (Kristen), sekuler, liberal, dan nasionalis, menghantam para tokoh-tokoh Islam yang sudah mendapatkan status sebagai : TERSANGKA’ oleh KPK.
Media seperti METRO TV, KOMPAS, TEMPO, MEDIA INDONESIA, JAWA POS, INDO POS, dan lainnya bukan hanya meliput, tapi membuat gambaran terhadap tokoh-tokoh Islam dan partai Islam lebih buruk lagi.
Kemudian, lahirlah tokoh 'pujaan' mereka, yaitu Jokowi. Ini skenario yang sengaja diciptakan. Jokowi menjadi tokoh 'antagonis' dengan citra, sebagai tokoh yang jujur, sederhana, dan merakyat. Sekarang terbukti itu semua palsu.
Selanjutnya, akibat tokoh-tokoh Islam menjadi 'TERSANGKA', tak aneh, kemudian keluar skenario penghancuran, bukan hanya para tokohnya, tapi juga partai-partai Islam.
Ingat bagaimana Harian Kompas awal Januari 2014, menurunkan laporan semua partai Islam, kecuali PKB, tidak ada yang lolos threshold.
Bahkan, menurut hasil survey Litbang Kompas itu, PKS hanya akan mendapatkan suara 2,3 persen. Artinya, PKS dalam pemilu 2014, akan sudah tamat menjadi partai masa lalu.
Bandingkan dengan kasusnya tokoh PDIP, Emir Moeis. Di mana Emir Moeis itu, sudah menjadi anggota dan pimpinan Panitia Anggaran (Banggar) sejak tahun 1999, tapi sekarang Emir hanya di vonis 3 tahun penjara.
Berapa uang yang sudah ‘ditelan’ oleh Emir’. Sedangkan Luthfi diganjar 18 tahun penjara, dan dicabut hak-hak politik, padahal yang diterima Luthfi Rp 0.
Sekarang ribut KPK dengan Polri. Padahal, laporan tentang rekening ‘gendut’ sudah ada sejak tahun 2004. Di mana sejumlah perwira tinggi Polri di duga memiliki rekening, yang nilai ratusan miliar. Apa tindakan dan langkah KPK?
Kasus Bank Century Rp 6,7 triliun, tidak jalan, dan akhirnya menguap. Begitu pula kasus yang sampai sekarang membebani rakyat, karena menanggung bunganya, seperti yang nilainya BLBI Rp 650 triliun.
Tak ada tindakan apapun dari KPK. Termasuk para konglomerat yang lari keluar negeri (Singapura dan Cina). Seperti Syamsul Nursalim? Mengapa KPK bisa menangkap Nazaruddin, tapi mengapa tidak dapat menangkap Syamsul Nursalim?
Kalau dikumpulkan berapa kerugian negara yang dimaling atau dikorup oleh para tokoh atau politisi Islam, dibandingkan yang dikorup para pelaku Bank Century, BLBI dan lainnya?
KPK juga tidak menindak laporan terkait dengan kasus Bus Transjakarta yang menghabiskan dana Rp 5,3 triliun. Mustahil, kasus itu hanya sebatas kepada Undar Pristono? Tanpa Jokowi tahu.
Islam tidak mentolerir adanya korupsi. Korupsi tidak bisa dibiarkan hidup di negeri ini. Tapi, para pejual negara, para penggadai negara, termasuk para kolabotor asing, lebih berbahaya.
Negeri ini sudah dikuasai dan dijajah oleh ‘Asing dan A Seng’. Sehingga alat-alat kekuasaan dan instrument negara menjadi alat kepetingan 'Asing dan A Seng'.
Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Bushro Muqaddas, yang sebelumnya adalah para aktivis LSM, sudah berhasil melakukan ‘killing ground’ terhadap tokoh-tokoh Islam, dan partai Islam. Sehingga, ‘efect damage’nya akan terasa sangat panjang.
Karena itu publik atau rakyat kehilangan ‘trust’ (kepercayaan) terhadap tokoh-tokooh Islam, dan Islam itu sendiri. Begitulah KPK.
Sekarang terjadi kakacauan politik akibat konflik antara Polri dan KPK. Dari kesaksian Sekjen PDIP, Hasto Kristianto, mengatakan bahwa Abraham Samad, pernah melakukan lobi dengan pimpinan PDIP, sampai enam kali.
Abraham bermaksud ingin melamar menjadi 'pendamping' Jokowi. Tapi, gagal akibat bisikan Budi Gunawan kepada Mega, dan Mega memilih Jusuf Kalla. Inilah carut marut politik sekarang. KPK telah berpolitik. Wallahu’alam.
(mashadi1211@gmail.com/voaislam)
0 komentar:
Post a Comment