Seburuk-buruknya Partai, ya PKS
By: Nandang BUrhanudin
****
Maraknya parpol setelah rezim Orba tumbang, tak berbanding lurus dengan kesejahteraan dan visi Indonesia untuk bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa dunia. Penyebabnya sangat jelas, anasir-anasir jahat dari rezim Orba berganti kulit dan memasang topeng seolah-olah anti Orba dan pejuang reformasi.
Wajah-wajah parpol di Indonesia pascareformasi tak jauh beda. Siapa yang tak kenal Mega, JK, Surya Paloh, Prabowo, Wiranto, SBY, Abu RIzal, SDA, selain mereka orang-orang lama pendukung rezim Orba. Di antara mereka ada yang normal, ada yang superjahat. Kejahatannya tertular dan mengakar hingga beberapa kali Pemilu berlangsung.
Kejahatan yang tercatat sejarah, nampak terhapus jejak-jejaknya. Tak lain dan tak bukan, karena mereka menguasa seluruh insitusi hukum dari kepala hingga ekornya. Saat gerakan reformasi mengguncang, mereka segera pura-pura mendukung reformasi. Sedikit membuka peluang bagi kalangan Islamis yang dimotori Amien Rais dengan kelahiran partai baru, termasuk PKS di dalamnya. Seolah-olah mereka baik hati, namun pada kenyataannya, anasir-anasir jahat itu segera mengakuisisi institusi kepolisian, kejaksaan, kehakiman, advokat, bahkan membeli media.
Apa yang terjadi selanjutnya? Mudah ditebak. Anasir-anasir jahat itu bangkit dari kubur, menerkam parpol dan individu siapapun yang siap siaga mencoba menegakkan azas Pancasila. Korbannya berjatuhan. Mulai dari Baharudin Lopa yang tetiba wafat, Munir, Antasari Azhar, Hakim Saifudin, dll.
Kini yang tersisa adalah PKS. Setelah gagal diobok-obok dengan memunculkan PKS Perjuangan. Maka citra PKS digambarkan sebagai seburuk-buruknya parpol. Saking buruknya PKS mengalami hal yang tidak dialami parpol lain:
1. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang Ketum-nya divonis 18 tahun penjara, tanpa terbukti korupsi dan diberlakukan pasal pencucian uang (TPPU), padahal pelaku suap yang belum terjadi itu adalah bukan pejabat negara.
2. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang siapapun simpatisan atau terindikasi kader, akan dipersulit bahkan dihambat memimpin organisasi kemahasiswaan, ormas, atau sekelas RT/RW sekalipun.
3. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang jika kader-kadernya memenuhi masjid-masjid dalam shalat berjamaah, lalu dituduh akan memonopoli masjid.
4. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang jika terdepan dalam penanganan bencana, responsif terhadap masalah bangsa, disebut tidak ikhlas, membantu tapi pamrih.
5. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang jika ada kasus asusila yang dilakukan 1-2 kader yang khilaf, maka yang terhukum adalah seluruh kader se-Indonesia.
6. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang dituduh kaum Liberal-Sekuler-Syiah membawa misi Islamisasi, dituduh kalangan yang mengklaim Aswaja dan Syiah sebagai gerakan Wahabi, dituduh oleh Salafy-HT sebagai gerakan keluar Sunnah dan tidak memperjuangkan Syariah.
7. Menjadi seburuk-buruknya parpol yang bila ada simpatisan atau kader yang memaparkan bukti dan alasan, maka disebut kader dungu, fanatik buta, simpatisan yang jadi perasan, dll.
Namun satu hal yang pasti, setiap kali PKS disudutkan, yang pertama kali dilakukan adalah evaluasi menyeluruh bukan mencari kambing hitam. Lalu menuntaskan hukuman kepada pihak yang melanggar. Jika masih diposisikan seburuk-buruk parpol, wajar, ibarat peci hitam ada titik putih. Maka titik putih itu dianggap kotoran, karena menempel di tempat yang sangat kelam.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete