PDIP Pun Sepakat Pilkada Lewat DPRD? Ini Buktinya…
Anomali sikap PDIP dalam UU Pilkada menjadi blunder terhadap partai moncong putih itu sendiri. Pasalnya, PDIP juga di nilai sepakat dengan Pilkada Lewat DPRD, lalu mengapa “kandang banteng” meradang?
Jokowi pun tampil sok pahlawan, pakai cara memprovokasi rakyat segala. Tentu saja cara ini adalah cara “brutal”, bagaimana seorang presiden menyuruh rakyat sama rakyat berantem. Seharusnya Jokowi bisa dengan cara yang santun dan beradab menyikapi hal tersebut, tapi ya begitulah Jokowi, mau bagaimana lagi, he he..
Anehnya, langkah PDIP untuk menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengalami kesia-sia semata. Karena secara esensi PDIP telah sepakat dengan UU Pilkada yang mengatur pemilihan Kepala daerha melalui DPRD. Tapi kok masih sewot ya..!
Adalah Partai Demokrat balik mengkritik sikap PDI Perjuangan, PKB, dan Hanura memilih bertahan dalam sidang paripurna DPR terkait pengesahan RUU Pilkada.
Ketua DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengatakan, jika ketiga parpol tersebut mengambil sikap sama seperti partainya, maka UU Pilkada tidak memiliki legitimasi.
“Jika seluruhnya turut walk out dengan Demokrat dari pembahasan UU Pilkada. Yang terjadi adalah lebih dari setengah suara di DPR, yakni 287 suara, kompak menolak pilkada via DPRD,” ujar Didik kepada INILAHCOM, Minggu (28/9/2014).
Menurutnya, dengan sikap tersebut maka akan menjadi pukulan keras bagi Koalisi Merah Putih (KMP) yang memperjuangkan pilkada lewat mekanisme DPRD.
Sebab nantinya, UU Pilkada tersebut tidak memiliki legitamasi karena setengah dari jumlah anggota DPR walk out menolak mengikuti voting pengambilan keputusan itu.
“Yang terjadi adalah kemenangan gagasan pilkada langsung dengan sejumlah perubahan sistemis untuk menyempurnakannya,” kata Didik.
Dia menyayangkan sikap PDIP dan sekutunya yang tetap mengikuti proses voting meski sudah tahu akan kalah.
Didik mengatakan sikap PDIP ini berbeda dengan sikapnya terkait pembahasan UU MD3. Dimana PDIP dengan rasional dan dingin memutuskan walk out karena tahu pasti kalah suara.
“Lebih baik mundur dari medan pertempuran yang tak mungkin dimenangkan. Lebih baik pergi ke Mahkamah Konstitusi untuk menggugatnya. Dan itulah yang mereka lakukan,” katanya.
Lebih lanjut, Didik menambahkan PDIP seharusnya paham jika finalitas dari setiap pasal dalam setiap UU yang mereka buat tidak ditentukan oleh palu mereka sendiri. Tapi oleh palu para hakim di Mahkamah Konstitusi.
Tidak begitu kejadiannya dengan UU Pilkada. PDIP dan sekutunya memilih voting dan kalah. Tapi kekalahan itu bukan satu-satunya akibat yang harus mereka terima.
“Dengan mengikuti voting, artinya mereka setuju untuk menyerahkan penentuan nasib pilkada langsung pada mekanisme demokratik pengambilan keputusan di DPR,” katanya.
Atas keputusannya tersebut, konsekuensinya, PDIP dan sekutunya kehilangan dasar etis untuk menggugat ke MK.
“Sudah voting, kalah, seharusnya legawa menerima,” tambahnya.
(silontong)
0 komentar:
Post a Comment