"PKS Nomer 3.... PKS Tetap di hati..."
Lirik bait lagu di atas memang masih hangat terngiang di hati, sukar untuk dilupakan...
Jargon "gelombang PKS meraih 3 besar" dengan mengobarkan semangat Indonesia "Super"**) terbukti mampu menyuntikkan moral kader untuk mempertahankan eksistensinya. Bahkan semangat 3 besar ini tidak hanya menggelora di kalangan kader inti, simpatisan dan keluarganya pun turut menggelorakannya. Tidak boleh kita lupakan juga dukungan tak terduga dari ulama-ulama salafi yang selama ini selalu kritis terhadap setiap strategi yang ditempuh PKS, dan diberikan pada saat-saat akhir menjelang pemilihan efektif membukakan wacana persatuan ukhuwah islamiyah global. Ukhuwah islamiyah lintas jamaah ini bisa menjadi obat penawar rindu setelah melihat kondisi yang memprihatinkan di Mesir dan timur tengah pada umumnya. Ada seorang blogger yang mampu melukiskan dengan haru bagaimana proses dirinya melepaskan status golput yang selama ini diyakini sebagai keputusan terbaik dunia akhirat. http://idaraihan.wordpress.com/2014/04/09/saksi-sejarah-politikku/
Bertahannya angka raihan PKS pada 7% memang bisa dianggap sebagai kemenangan jika menilik pada hantaman badai politik yang diterima partai da'wah selama ini baik dari dalam negeri maupun akibat dari imbas perpolitikan di luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan unggulnya PKS di berbagai TPS di luar negeri seperti Turki, Pakistan, Sudan, Hongkong, Arab Saudi, Jepang bahkan Jerman. Bahkan menurut real count PKS, angka raihan kursi parlemen sudah menyentuh 10%.
Meski demikian, sebagai kader yang turut merasakan denyut pasang surutnya gairah politik PKS sejak awal berdiri hingga tahun 2014 ini, izinkan kami menyampaikan pandangan dari sudut lain atas fenomena yang dialami PKS pada pemilu 2014 ini. Semoga bisa menjadi sumbangan pemikiran untuk ke depannya.
PKS yang lahir dari benih inspirasi da'wah Ikhwanul Muslimin tidak mungkin terlepas dari imbas pada apa yang terjadi pada semua pergerakan serupa yang sedang berkembang dan berjuang di seluruh dunia.
Arab spring meski berawal dari revolusi pemuda namun akhirnya menempatkan partai-partai berbasis Ikhwanul Muslimin sebagai solusi pengganti rezim yang ada.
Tahun 2013 adalah masa pergolakan yang hebat bagi pergerakan IM, di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Ada tiga peristiwa besar yang dialami PKS yang mau tidak mau harus diakui memiliki faktor pengaruh yang besar pada capaian suara pemilihan legislatif pada Pemilu 2014 ini.
Pertama kasus yang menimpa pada ustadz Luthfi. Meski banyak yang mempercayai bahwa peristiwa ini adalah rekayasa politik, namun apa daya masyarakat mempercayainya sebagai fakta dan lawan politik menjadikannya amunisi untuk terus menerus menjatuhkan mental para kader. Otomatis simpatisan pun terpengaruh opininya. Bahkan bisa dikatakan sasaran utama rekayasa ini adalah memisahkan simpatisannya dari PKS. Apakah berhasil ? Jika melihat angka raihan 6.9%, atau terjadi penurunan sebanyak 0.9% dari pemilu 2009, maka bisa dikatakan ya operasi berhasil. Namun jika 0.9% dibandingkan dengan raihan pemilu lalu yang berjumlah 7.8% ternyata hanya turun 11%, hal ini menunjukkan bahwa kader mampu menjaga kesetiaan kerabat sanak familinya dan kenalannya untuk tetap menjadi konstituen PKS. Dengan kata lain PKS mampu bertahan dari serangan lawan.
Peristiwa besar kedua yang mempengaruhi image PKS secara tidak langsung adalah peristiwa kudeta berdarah di Mesir. Meskipun tidak berkorelasi langsung, namun ketidakberdayaan pemerintahan Mursi menghadapi manuver politik pihak lawannya, dimanfaatkan dengan baik oleh hampir semua tokoh partai di Indonesia untuk mendiskreditkan perjuangan islam melalui politik. Apakah berhasil ?
Bagaikan menghadapi ujian terberat bagi eksistensi konsep perjuangan yang telah digagas Hassan Al Banna, patut disyukuri di samping partai-partai berbasis Ikhwanul Muslimin mengalami tekanan luar biasa di beberapa negara, namun ternyata mampu bertahan dan memperbaiki citra di masyarakat dengan melakukan konsesi (seperti di Tunisia) ataupun dengan meningkatkan achievement pelayanan publik seperti di Turki yang diterpa isu korupsi juga. Jadi, di tataran internasional pun, partai-partai Ikhwan selain mampu bertahan namun juga mampu menghadirkan solusi bagi problem negerinya.
Peristiwa ketiga adalah ketidaktercapaiannya target 3 besar seperti yang dicanangkan partai dalam kampanye menghadapi pilleg ini. Sebetulnya ini bukanlah hasil yang mengecewakan, mengingat beberapa bulan sebelumnya, tim survey internal pun mampu mendeteksi adanya penurunan loyalitas sebesar 70%, bahkan LSI memprediksi PKS akan tereliminasi pada tahun 2014 ini. Namun, berkat pertolongan Allah, quick count pemilu saat ini menunjukkan penurunan hanya 11% saja.
Meski demikian, jika kita petakan lebih baik lagi, sebetulnya PKS memiliki potensi untuk mendongkrak suara lebih tinggi lagi. Menilik kembali peristiwa LHI yang merebak pada awal tahun 2013, prahara ini dijawab dengan mantap oleh kader PKS dengan memenangkan pilkada Jawa Barat dengan persentase 33%, bahkan disambung dengan pilkada Sumatra Utara dengan persentase 33% juga. Beberapa saat sebelum Pemilu 9 April 2014 dilaksanakan pun kader PKS bisa meraih posisi Gubernur Maluku Utara setelah perjuangan yang panjang dan melelahkan di putaran dua dan di Mahkamah Konstitusi.
Di sinilah kekuatan PKS riil saat ini, yaitu dipercaya penuh oleh masyarakat untuk memimpin propinsi-propinsi besar dan strategis. Mengapa PKS kuat di propinsi ?
Anis Matta membaca ada patok baru yang berlaku di masyarakat dalam menentukan pilihan dewasa ini yaitu power dan achievement. Achievement dalam bidang apa ? Public service.
Oleh karena itu figur-figur yang paling potensial untuk memenangkan pemilihan dewasa ini adalah pejabat atau mantan pejabat yang memiliki track record baik dalam mengelola insititusi negara.
Tidaklah mengherankan jika partai-partai generasi orde baru seperti Golkar masih bisa mendominasi raihan pemilu 2014 saat ini, karena mereka memiliki massa yang sempat merasakan pelayanan publik pada era orde baru tersebut.
Namun jika melihat Jokowi sebagai tolok ukur, ada sebuah kebijakan yang menurut hemat saya cukup membuat namanya meroket dalam waktu singkat, yaitu kebijakan membuat mobil assemblingan karya anak SMK.
Kebijakan mobil yang aslinya buatan Guangdong Foday Cina ini benar-benar mampu menjadi kendaraan pengantar bagi karir politiknya dan sesudah mencapai tujuan langsung ditinggalkannya.
Waktu sejak kemunculan Esemka hingga diangkatnya Jokowi menjadi capres berjarak sekitar 7 tahun, hal ini menunjukkan bahwa membangun image itu bukanlah pekerjaan yang sebentar. Diperlukan kebijakan brilyan dan passion dalam menjaga pelaksanaannya agar sebuah cita-cita tinggi berjalan terus dan semakin diterima oleh masyarakat yang semakin luas.
PKS sejatinya telah memiliki tokoh-tokoh semacam ini yang sudah siap untuk dipertarungkan menerima amanah yang lebih besar. Capres hasil pemira PKS sudah memberikan jalan ke arah situ. Yang diperlukan saat ini adalah mengerucutkan pilihan capres agar memudahkan masyarakat untuk mengidentifikasi tokoh yang akan merepresentasikan visi misi partai bagi pembangunan Indonesia ke depan. Tokoh yang memiliki track record nyata dalam hal mengambil kebijakan publik jelas akan diuntungkan karena seluruh masa kerjanya bisa dikategorikan kampanye gratis bagi dirinya, sedangkan masa kampanye nanti adalah masa fit & proper test yang akan dilakukan masyarakat padanya secara terbuka dan transparan.
Di Turki, Erdogan pada saat awal memimpin kota Istanbul pada tahun 1994 yang pertama dibenahi adalah masalah distribusi air, polusi sampah dan kemacetan. Dengan berbagai kebijakan perbaikan tata kota yang progresif, Erdogan mampu membayar hutang Istanbul sebesar 2 milyar dollar, disertai dengan pendatangan 4 milyar dollar investasi. Sejak saat itulah namanya meroket, meski sempat dipenjara selama 10 bulan akibat membacakan puisi islami di alun-alun kota Siirt, hal ini tidaklah menghalangi popularitasnya hingga terpilihnya Erdogan pada tahun 2003 menjadi Perdana Menteri.
PKS yang memahami bahwa peristiwa LHI akan sangat mempengaruhi elektabilitas partai, sebetulnya bisa segera melakukan 'recovery' di tingkat nasional jika bisa memanfaatkan momentum kemenangan pilkada Jabar atau Sumut. Pada Pilleg 2014 ini, menjadi fenomena nyata bahwa faktor tokoh capres definitif bisa mendongkrak raihan partai, menambah hasil kerja mesin partai. Sekitar 4.8% Jokowi mampu memberikan sumbangan suara PDIP dibanding raihan tahun 2009, dan yang fenomenal adalah penambahan angka 4.8% juga pada raihan PKB setelah menjagokan Rhoma Irama sebagai capres. Memang faktor LHI hanya memberi penurunan 0.9% pada PKS, namun jika capres hasil pemiranya digenjot lagi dan difokuskan sedemikian rupa untuk dijual, boleh jadi defisit bisa tertutupi bahkan melebihi.
Konsep islam mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, Khairunnas anfa'ahum linnas (Hr. Ahmad). Jika capres PKS bisa menunjukkan tingkat kebermanfaatannya bagi rakyatnya, tidak diragukan lagi, daya dongkraknya akan meningkat drastis, karena memang pada dasarnya seperti yang dilukiskan adagium Turki, "Hizmet en onemli ameldir", pelayanan adalah amal terbaik. Dan masyarakatpun tuntutannya semakin tinggi akan hal ini.
Ala kulli hal, ada sebuah kartu truf yang khas dimiliki PKS yaitu mengajarkan Izzah Muslimin wal Muslimat pada seluruh kader dan lingkungannya. Yaitu sebuah konsep agar diri dan lingkungannya terus-menerus merefleksikan ajaran Islam dalam kesehariannya dari tataran konsep hingga perbuatan, dari tataran aqidah hingga politik, dari tataran amar ma'ruf hingga nahi munkar. Dan bisa saja ini diterapkan tidak hanya pada saat berkuasa namun juga pada saat menjadi oposisi, karena menegakkan syariat atau hukum itu perlu check and balance. Baik ketika menjadi aparat maupun menjadi rakyat.
Tanpa bermaksud ingin menggurui, namun Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan terakhir Maluku Utara bisa menjadi laboratorium untuk mewujudkan konsep-konsep universal islam yang menekankan Hizmet itu. Koneksi dengan Qatar, Tunisia, Maroko, Libya, dan tentunya dengan Turki bisa dimanfaatkan sesinergis mungkin agar terjadi percepatan pembangunan dari segi Index Pembangunan Manusia, Rasionalitas Pendidikan, Penyediaan Infrastruktur, Pembenahan Tata Kota, dan Kesehatan.
Hal yang menarik dari kemenangan meyakinkan dari AKP yang meraih 49% 30 Maret 2014 lalu adalah para pejabat publiknya yang berlomba-lomba menunjukkan kekonsistenan pelaksanaan kebijakannya selama dirinya memimpin, dan bukan sekadar menjalankan program yang sifatnya temporer menjelang pemilu saja. Contohnya adalah walikota Ankara, ibukota Turki, yang konsisten membangun metro sehingga saat ini terdapat 3 jalur metroselama masa kepemimpinannya. Istanbul bahkan memiliki 5 jalur.
Ketidakkonsistenan pejabat publik akan dimanfaatkan dengan cepat oleh lawan politiknya, bukan untuk dijatuhkan namanya, namun untuk dipraktekkan di daerah kepemimpinannya. Di sinilah terlihat, kompetisi dalam demokrasi membawa hikmah bagi masyarakat.
Akhirul kalam, esensi dari PKS masuk ke bidang politik atau demokrasi adalah semata-mata menjadi pelayan masyarakat untuk meraih ridho Allah, insyaa Allah. Dan saat ini, dengan meratanya kekuatan partai politik, kartu truf pilpres RI ada di tangan PKS, karena ketika menghadapi badai rekayasa politik, PKS berdiri sendirian. Sehingga saat seperti sekarang ini bagi PKS adalah masa yang paling tidak memiliki beban psikologis apapun untuk menentukan langkah ke depan. Bisa fokus amar ma'ruf nahi munkar di oposisi, namun jika kader terbaik PKS diajukan sebagai capres* untuk membentuk koalisi, platform PKS yang menekankan AYTKTM sebagai "harga mati", mutlak untuk di-bargain-kan baik ke luar maupun ke dalam.
Pa Moyo
pemerhati dunia islam
*bisa cawapres tapi capres lebih diharapkan
**Super : Security Prosperity Religious
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment