Pada mulanya Ahok suka berkata kasar dan merendahkan warga pribumi di Jakarta. Saat itu dia masih kuat. Didukung berlusin-lusin politisi dan pemodal.
Dia biasa mengumbar kata tak senonoh di layar kaca. Taik..taik..maling…maling…kerap dengan ringan meluncur dari mulutnya. Rakyat kecil dibentaki di depan umum. Pejabat DKI dipecati dengan jumawa. Rakyat kecil digusur di sana sini. Bahkan seorang veteran di Kalibata dengan mengenaskan rumahnya dihancurkan.
Proyek prestisius reklamasi teluk Jakarta yang memakan korban sumber hidup warga nelayan di sana, dikawalnya. Dan masih banyak lagi kepahitan yang diguratkan oleh Ahok saat dia menjadi Gubernur di Jakarta.
Maka setelah mengendap tak tertahankan, rakyat bangkit menjawab tantangan Ahok. Rakyat bergerak meluas membela nasib dan kehormatannya yang dirasa dilecehkan Ahok selama itu.
Maka bila akhirnya kini situasi berbalik, Ahok disungkurkan secara demokratis dari jabatannya sebagai gubernur, catat, bahwa itu adalah reaksi lumrah dari rakyat yang tidak dimanusiakan.
Sekarang Ahok telah dipenjara. Tapi rupanya ada saja yang mendukungnya. Kenapa orang sesadis itu, masih ada yang mendukung?
Para pendukung Ahok ini mengobarkan perang tanding massa. Bahkan mereka mengobarkannya hingga ke luar negeri.
Maka polarisasi tak terhindarkan.
Jika merunut rangkaian sebelumnya, Ahoklah sebenarnya pemicu masalah. Apa yang berkobar hari ini, adalah reaksi atas reaksi sebelumnya.
Karena itu, bolehlah disebut, gara-gara Ahok setitik, rusak harmoni se-nusantara. Anda setuju? Sebarkan. (dre)
0 komentar:
Post a Comment