Oleh: Raidah Athirah, Muslimah tinggal di Norwegia
YANG terhormat Ibu Anggun C Sasmi ,
Saya hanya ibu rumah tangga yang baru bermukim di Polandia dan juga merasakan kehidupan kemanusiaan di salah satu negara Skandinavia, Norwegia. Ada banyak hal yang saya pelajari tanpa menghilangkan identitas saya sebagai seorang Indonesia.
Sebagai seorang berdarah Maluku dan Jawa, saya besar di tengah beragam budaya yang membuat saya bangga sebagai seorang Indonesia.
Saya hanya seorang perempuan biasa yang ditakdirkan oleh Allah SWT untuk menjalani hidup di dua negara Eropa yakni Polandia dan Norwegia yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sebagai wanita dan juga ibu, saya tidak bisa membayangkan jutaan saudara setanah air yang mati sia-sia karena peredaran narkoba.
Saya mengingat mereka yang sakit, kecanduan dan terperangkap dalam jaring neraka obat-obatan sebagai inspirasi untuk hidup lebih baik sebagai manusia. Tetapi sebagai seorang ibu yang Allah karuniakan kasih, saya menangis dalam-dalam, berpikir keras bagaimana mereka bisa terperangkap dalam neraka bernama narkoba?
Bagaimana perasaan seorang ibu yang mendapati putra-putrinya meregang nyawa karena iblis narkoba?
Bagaimana bahu kekar seorang bapak sanggup memikul beban menyaksikan putra-putrinya tumbang tak berdaya karena narkoba?
Bagaimana tercabiknya perasaan seorang abang, adik, mas dan mbakyu serta keluarga mengetahui salah satu darah keluarga mereka tergeletak tak berdaya karena pengaruh narkoba?
Ibu Anggun C. Sasmi yang saya hormati,
Itu adalah pertanyaan kemanusiaan yang terus mengusik darah saya, seorang Indonesia. Bila Ibu mengerti airmata dan ribuan tetes darah yang jatuh sia-sia karena narkoba, masih perlukah Ibu membela para pengedar narkoba, mengapa Ibu menggugat hukum kedaulatan Negara Republik Indonesia?
Tidak tahukah Ibu bahwa peredaran narkoba di kawasan Asia khususnya Indonesia bagaikan berjualan kacang goreng? Belum lagi kasus woman traficking yang menjadikan wanita Indonesia sebagai kurir, mana rasa kemanusiaan itu? Tidakkah Ibu tergerak dan terdepan membela mereka sebagai sesama wanita Indonesia yang merupakan bukti nyata korban peredaran narkoba.
Adakah Ibu menawarkan solusi untuk kemanusian yang lebih baik selain meminta grasi? Ibu seorang yang dikenal,mengapa Ibu tak bersuara untuk kisah pilu Tuti Tursilawati, warga Cilacap yang akan dihukum mati di Cina karena kedapatan membawa narkotik. Bahkan, ada banyak Tuti lain yang bernasib sama yang sedang menghitung mundur waktu di negeri asing tanpa ada yang membela.
Menurut Ibu, hukuman mati dalah kegagalan sisi kemanusiaan juga hilangnya nilai-nilai hukum keadilan, lantas dimana nilai-nilai keadilan kepada ribuan remaja yang mati karena kecanduan narkoba? Bila hukuman mati bukanlah keadilan, lantas apa keadilan untuk para mafia pengedar narkoba?
Saya amat yakin Ibu lebih paham apa yang saya maksud. Indonesia adalah surga bagi para pecandu narkoba. Bagaimana ini bisa terjadi? Tak lain karena langkah-langkah para pengedar narkoba bisa leluasa seperti kaki gurita sekalipun mereka diam dalam penjara. Masyarakat Indonesia sudah berada di titik nadir menunggu keadilan untuk darah anak-anak mereka yang sia-sia.
Hukuman mati untuk para pengedar narkoba, saya yakin, akan membuat image Indonesia di mata dunia sebagai negara berdaulat yang tegas dan tidak sedang main-main dalam memberantas mata rantai perdagangan narkoba.
Tidakkah Ibu tahu bagaimana hukum di Indonesia? Ini momentum untuk mengabarkan kepada dunia bahwa bila Anda masuk ke Indonesia membawa kebaikan, maka ribuan senyum dan keramahan akan menyambut Anda. Namun bila Anda mau menyebarkan kerusakan dengan menjual barang haram, maka jangan coba-coba menginjakkan kaki di rahim ibu pertiwi. Hukuman mati yang akan menyambut.
Hukuman mati merupakan efek jera luar biasa untuk mafia pengedar narkoba. Indonesia merupakan surga, bila hukuman mati adalah neraka, maka itulah keadilan untuk ribuan nyawa yang meregang sia-sia.
Ibu Anggun C Sasmi yang dihormati,
Tidakkah Ibu lebih tahu Amerika yang diklaim sebagai kampiun demokrasi pun ternyata masuk dalam kelompok 5 negara yang paling banyak melakukan eksekusi hukuman mati bagi narapidananya. Saya sedang tidak menceramahi Ibu karena ini merupakan data terbaru dari penelitian Amnesti Internasional: ada 35 narapidana yang dihukum mati di Negara Paman Sam itu pada tahun 2014 lalu.
Data ini tentu sangat mengusik emosi di Eropa sebagai benua yang sedang belajar menjunjung Hak Asasi Manusia. Ibu tidak perlu khawatir dengan wajah Indonesia yang akan tergores atau keruh di mata dunia. Insyah Allah ada jutaan anak bangsa yang siap dengan darah dan airmata mempersembahkan prestasi mereka guna mengharumkan nama Indonesia, mengibarkan bendera merah putih di tanah-tanah Eropa dengan karya luar biasa yang mereka puya.
Bila Ibu yakin Bapak Serge Atlaoui yang Ibu bela tidak bersalah, seorang yang jujur dan tulus, sebagai orang yang cerdas, Ibu berhak memperjuangkan tanpa melukai dan menyinggung hak pilih ibu di pemilu tahun kemarin. Saya yakin Ibu memilih Bapak Presiden tanpa pamrih. Mari dukung dan bela yang benar untuk Indonesia lebih baik!
Sekali lagi saya tidak bermaksud mencerca Ibu, tetapi saya tidak dapat menahan luka dan kesedihan mendalam dari ibu, bapak, saudara, adik dan keluarga yang melihat dan menyaksikan darah keluarga mereka mati karena kecanduan narkoba. Hukuman mati adalah solusi kritis di tengah rapuhnya hukum Indonesia untuk bangkit lebih maju menyelamatkan aset bangsa yakni generasi hari ini dengan memutus kuat rantai pengedaran narkoba.
Ibu Anggun C. Sasmi,
Anda mempunyai ketenaran untuk membela saudari, wanita Indonesia yang menjadi korban mafia narkotika. Mari bantu suarakan kepada dunia bahwa Indonesia tumpah darah beta sedang berjuang keras untuk lebih baik, memutus jaringan peredaran narkoba untuk melahirkan Indonesia kita yang lebih baik, dengan menjunjung tinggi; Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai sesama wanita Indonesia, dengan hormat saya berharap jiwa Ibu bisa memahami luka saudara tanah air yang tengah berjuang untuk peradaban Indonesia yang lebih baik sebagaimana perasaan halus ibu yang bisa merasakan kesedihan anggota keluarga yang Ibu bela. Harap kiranya Ibu berempati dan bertanya kepada anggota keluarga yang ditinggalkan karena iblis narkoba, bagaimana kesedihan itu tertanam di dalam rumah yang ditinggalkan?
Saya memohon Ibu bisa memahami putusan Bapak Presiden untuk melindungi anak-anak Indonesia sebagaimana sikap seorang bapak yang berjuang untuk melindungi anak-anaknya. Matur nuhun Ibu Anggun. Mugi-mugi indung sarta kulawargi dibere kasehatan sarta katingtriman sok dina hirup. Aamiin. []
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment